Wisata Religi Demak: Jejak Kearifan Yang Kembali Menyapa Dunia

Oleh Dian Nafi
Masjid Agung Demak saat senja. Istimewa
Masjid Agung Demak saat senja. Istimewa

Tulisan ini disampaikan pada Dialog Revitalisasi Wisata Religi Kabupaten Demak (Renaisance Demak Menapaki Kembali Kejayaan, 28 September 2024)

Sore itu, langit Demak berwarna tembaga, seperti sedang mengisahkan cerita panjang yang belum rampung dituliskan. Di tengah kota, Masjid Agung Demak berdiri dengan angkuh, menyaksikan pergeseran zaman yang menggeliat dari masa ke masa. Namun, apa yang benar-benar berubah dari kota ini?. Kerumunan turis dengan kamera menggantung di leher mereka beringsut ke halaman masjid, mengincar gambar yang sempurna seolah-olah sepotong sejarah bisa dibekukan dalam satu jepretan. Tapi, sejarah tidak pernah sekadar gambar. Sejarah adalah nafas panjang yang perlu dihirup, dirasakan, bahkan diguncang agar kita tak lupa siapa diri kita.

Di sinilah jejak awal kerajaan Islam pertama di Jawa terukir, tak hanya di batu, tetapi di setiap sudut kota yang bergelut dengan waktu. Sebuah kota yang memancarkan aura spiritualitas, memanggil para peziarah untuk kembali, tak hanya dengan kaki, tapi dengan hati yang merindu.

Menggali Cerita yang Tersembunyi di Balik Batu dan Kayu

Zaman terus berubah, tetapi Demak tetap berdiri tegak sebagai saksi bisu perjuangan dan perjalanan Walisongo. Batu-batu tua yang membentuk pondasi Masjid Agung seakan berbicara dalam diam, menyimpan cerita tentang dakwah dan peradaban. Namun, ironisnya, cerita-cerita itu perlahan terkubur di bawah hiruk-pikuk modernisasi yang serba instan. Pariwisata religi Demak, yang dulunya menjadi magnet para peziarah dari berbagai belahan dunia, kini seolah meredup, tenggelam dalam bayang-bayang kota-kota besar yang menawarkan kemewahan tanpa makna.

Di antara keramaian turis yang datang dan pergi, ada satu pertanyaan mendesak: bagaimana kita bisa membawa kembali kilau Demak ke panggung dunia? Apakah cukup dengan mempercantik tampilan luar masjid atau menambah fasilitas modern untuk para peziarah? Tidak, Demak lebih dari sekadar bangunan bersejarah. Ia adalah jiwa, adalah narasi yang menunggu untuk diceritakan ulang dengan cara yang lebih dekat dengan dunia kini.

Rebranding Demak: Menjual Spiritualitas di Era Digital

Di sinilah Demak membutuhkan napas baru. Bukan sekadar restorasi fisik, tetapi revitalisasi kultural yang merangkul narasi masa lalu dengan gaya hidup masa kini. Di era digital ini, Demak perlu rebranding, bukan sebagai destinasi wisata religi konvensional, melainkan sebagai pusat kearifan spiritual yang mampu menjawab kegelisahan zaman. Kita bisa membayangkan aplikasi seluler yang tak hanya memberi panduan rute ziarah, tetapi juga memuat cerita-cerita kecil tentang Walisongo yang disampaikan dalam berbagai bahasa, menjangkau siapa saja yang haus akan makna hidup.

Bayangkan sebuah podcast mingguan yang menghadirkan tokoh-tokoh agama, sejarawan, dan budayawan, membahas nilai-nilai Demak dari perspektif yang segar. Bukan melulu soal ritual, tetapi tentang bagaimana semangat inklusif dan damai dari Walisongo dapat menginspirasi cara kita menghadapi dunia yang makin terfragmentasi. Ini bukan sekadar tentang memotret, tetapi menyelami dan membawa pulang secuil kebijaksanaan yang akan hidup dalam keseharian.

Kota Tua dengan Misi Hijau: Merangkul Masa Lalu, Menatap Masa Depan

Namun, lebih dari sekadar narasi, Demak butuh langkah nyata untuk mengundang dunia kembali. Kita perlu menghadirkan pengalaman ziarah yang menyentuh, bukan sekadar pemandangan yang elok. Perpaduan antara arsitektur tua dan teknologi modern adalah jawabannya. Mengapa tidak membuat tur virtual yang menggambarkan bagaimana masjid ini dibangun? Atau menampilkan pertunjukan seni yang menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Demak? Dunia sudah lelah dengan keseragaman; kita ingin sesuatu yang memiliki ruh.

Selain itu, penting pula membawa Demak menjadi kota religi yang berkelanjutan. Masjid-masjid dengan teknologi ramah lingkungan, transportasi umum yang terintegrasi dengan baik, hingga penggunaan energi terbarukan untuk fasilitas-fasilitas umum. Ini bukan sekadar upaya pelestarian, tetapi menunjukkan bahwa Demak adalah kota yang terus belajar, yang mampu menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan zaman. Demak akan dikenal sebagai kota tua yang mengusung misi hijau鈥攎erangkul masa lalu sembari menatap masa depan.

Ruh Demak dalam Setiap Langkah Peziarah

Kembali ke halaman masjid, angin sore menyapu lembut, membawa aroma kenangan yang menguap dari tanah basah. Seorang peziarah berusia lanjut, mungkin seorang kakek yang datang dari jauh, menundukkan kepala dengan mata tertutup rapat. Bukan hanya doa yang dilantunkan, tetapi ada bisik-bisik nostalgia, ada penyesalan dan harapan yang terselip di antara helaan napasnya. Di setiap langkah, Demak mengajaknya bernostalgia pada masa ketika nilai-nilai luhur begitu kental dalam keseharian.

Itulah Demak yang kita rindukan, Demak yang tidak sekadar menjadi tujuan wisata tetapi juga menjadi ruang kontemplasi, menjadi cermin bagi mereka yang mencari makna hidup. Di sini, para peziarah tidak sekadar berfoto di depan masjid, tetapi pulang dengan membawa sejumput ketenangan, seberkas cahaya yang tak bisa ditemukan di tempat lain.

Penutup: Demak yang Tak Lagi Sekadar Destinasi

Demak tidak bisa kembali mendunia hanya dengan fisik, tetapi harus dengan hati. Membawa Demak kembali berarti menjadikan kota ini sebagai narasi hidup yang berbicara pada setiap orang, apa pun latar belakang dan keyakinan mereka. Kita membutuhkan Demak yang berani tampil beda, yang menawarkan pengalaman ziarah dengan sentuhan modern namun tetap menghormati tradisi. Di sini, sejarah dan masa depan berjalan berdampingan, mengingatkan kita bahwa ziarah bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang mendalam.

Pada akhirnya, Demak bukanlah sekadar tempat; ia adalah perjalanan untuk menemukan diri, untuk menelusuri jejak-jejak spiritualitas yang pernah hilang, dan mengingatkan kita bahwa dalam dunia yang kian bising, ada kota tua yang siap menyapa dengan kedamaian. Dengan ide-ide yang segar, Demak akan kembali mendunia. Tak sekadar menjadi destinasi, tetapi menjadi cahaya yang membimbing siapa saja yang haus akan makna.