Tradisi Kupatan Demak, Warisan dari Leluhur

Tradisi Kupatan menjadi bukti kekayaan budaya yang terus terjaga hingga kini, sekaligus memperkuat identitas lokal di tengah arus globalisasi. (Dinparta Demak)
Tradisi Kupatan menjadi bukti kekayaan budaya yang terus terjaga hingga kini, sekaligus memperkuat identitas lokal di tengah arus globalisasi. (Dinparta Demak)

Tradisi Kupatan yang juga dikenal sebagai "Riyoyo" kembali mewarnai kehidupan masyarakat Kabupaten Demak. Perayaan yang berlangsung pada hari ketujuh setelah Idul Fitri ini menjadi momentum kebersamaan dan ungkapan rasa syukur warga setelah menunaikan puasa enam hari di bulan Syawal.

Masyarakat dari berbagai desa di Kabupaten Demak berkumpul di mushola dan masjid setempat membawa beragam hidangan tradisional seperti ketupat, lontong, opor ayam, bubur, nasi kuning, dan aneka buah untuk dinikmati bersama.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, Endah Cahya Rini, menegaskan pentingnya tradisi ini dalam mempererat jalinan sosial masyarakat.

"Tradisi Kupatan ini merupakan warisan budaya yang mengandung nilai filosofis mendalam tentang kebersamaan dan berbagi," ujar Endah.

"Kami terus mendorong pelestarian tradisi ini karena selain mempererat silaturahmi, tradisi Kupatan juga memiliki potensi wisata budaya yang bisa menarik pengunjung ke Demak. Nilai-nilai kerukunan dan berbagi yang terkandung dalam tradisi ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat saat ini," tambahnya.

Diketahui, tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun sejak masa penyebaran Islam di Nusantara.  Kupatan, diyakini sebagai perwujudan syukur atas terlaksananya ibadah puasa di bulan Ramadhan hingga puasa sunah di bulan Syawal.

Bagi masyarakat Demak, Kupatan tidak sekadar perayaan, tetapi juga pengingat untuk berbuat kebaikan, berbagi, dan menjaga kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat. Perayaan ini sering disebut sebagai "Lebaran kedua" oleh masyarakat setempat karena dianggap sama pentingnya dengan Lebaran.