Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan salah satu langkah terbaik untuk memberantas terorisme adalah kolaborasi antara kepolisian dan TNI. Kedua institusi ini, katanya, harus melakukan tindakan represif.
- Polres Pemalang Bekuk 5 Tersangka Pencuri Mobil Boks
- Saksi: Sri Mulyani Yang Minta Aset 4,8 Triliun Dijual 200 Miliar
- Aksi Cepat Polsek Banjarnegara: Bongkar Pesta Miras Remaja Di Gedung Kosong
Baca Juga
Pihak keamanan sebenarnya sudah tahu susunan dari sel-sel dari jaringan teroris. Namun, upaya represif terhalang oleh revisi Undang-Undang Anti Terorisme yang hingga kini belum rampung.
"Kepada mereka-mereka yang saat ini telah dalam menyusun dalam bentuk sel-sel itu telah diketahui sepenuhnya oleh kepolisian. Persoalannya menjadi tidak mudah karena Undang-Undang tentang Terorisme ini belum diberlakukan," katanya saat ditemui di Menara 165, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (14/5) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL
Dalam draft revisi UU Anti Terorisme, pasal 28 ayat (1) yang mengatur soal lama penangkapan, tertulis bahwa penyidik dapat melakukan penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup dalam waktu paling lama 14 hari. Moeldoko yakin kalau pasal itu digunakan, pencegahan tindak pidana terorisme dapat berjalan dengan baik.
"Kalau untuk diberlakukan, maka begitu ada indikasi, langsung bisa ditangkap. Tetapi dalam konteks ini ada sebuah pertimbangan yang akan di pikirkan oleh kepolisian dan TNI bersama-sama bagaimana menyelesaikan sel-sel itu agar mereka jangan sampai terjadi, baru kita bertindak," demikian Moeldoko yang juga mantan Panglima TNI ini.
- Bea Cukai Jateng Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia
- Diduga untuk Praktek Esek-esek, Satpol PP Kota Semarang Razia Kos-kosan
- Hingga Februari 2022, 10 Notaris Diperiksa MKNW