Ternyata Shuttlecock Buatan Industri Rumahan di Batang, Dipakai di 5 Negara

Siapa sangka di sebuah gang bernama Gang Botol, Kelurahan Kauman, Kecamatan/Kabupaten Batang terdapat produsen Shuttlecock atau kok badminton berstandar Internasional. Kok produksi kategori industri rumahan itu diekspor hingga ke lima negara.


Tidak hanya untuk ekspor, kok bermerek IND Shuttlecock itu juga sudah merambah 30 provinsi di Jawa Tengah. Termasuk digunakan di Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua tahun lalu.

"Saya sebelumnya bekerja di sebuah home industri yang sama di Malang. Lalu, saya dan istri memilih pulang ke tempat asal kami, di Batang, dan memulai usaha sendiri," kata pemilik IND Shuttlecock, Ahda Al Faizu (35) di rumahnya, Rabu (23/2).

Ia pun membuka usaha rumahan kecil-kecilan di teras rumahnya. Produksi kok dilakukan manual. Hingga saat ini, ia sudah punya 10 tenaga kerja.

Ahda bercerita pada awalnya mempromosikan kok buatannya melalui dunia Maya. Lalu ada pembelian dari Malaysia.

"Prduk shuttlecock saya di Malaysia malah dibeli orang Jakarta. Setelah tahu itu produk lokal, pembeli Jakarta itu menghubungi saya. Lalu kami mulai memproduksi dengan jumlah banyak," jelasnya.

Ia mengatakan produknya sudah bersertifikat Badminton World Federation (BWF) dan Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Produknya sudah memenuhi standar mulai dari kecepatan, temperatur, dan ketahanan di suhu ruangan.

Produk IDN Shuttlecock memiliki berat yang mengadopsi BWF yaitu 5,0 gram hingga 5,2 gram. Tapi untuk Indonesia sesuai standar PBSI beratnya 4,9 gram. 

"Kami setiap hari mampu memproduksi 1.200 kok. Rata - rata perbulan mampu memproduksi lebih dari 10.000 shuttlecock," jelasnya

Untuk bahan baku, mayoritas masih impor dari luar negeri semisal landasan kok. Untuk bulu angsa, pihaknya juga mengekspor, tapi terkadang menggunakan bulu lokal.

Produk kok-nya dijual per slop antara Rp 35 ribu hingga Rp 100 ribuan. Untuk yang termurah merupakan produk anak-anak. Satu slop atau tabung berisi 12 kok.

Bupati Batang Wihaji juga menyaksikan langsung produksi kok kelas internasional. Di situ, ia mendapat informasi bahwa usaha milik Ahda itu membutuhkan tenaga kerja untuk mengejar target produksi. 

"Saya sudah perintahkan Disperindaskop membuat pelatihan khusus pembuatan shuttlecock. Usai pelatihan bisa langsung dipekerjakan," tutur politisi Golkar itu.

Wihaji juga menyebutkan home industri shuttlecock IDN omsetnya sudah mencapai Rp 500 juta per bulan. Jumlah itu bisa meningkat jika kebutuhan tenaga kerja bisa dipenuhi.