Tembus Jutaan Rupiah, Warga Kota Pekalongan Keluhkan Tagihan Air Tak Wajar


"Dulu tagihan air masih normal dan kalaupun naik juga masih wajar, yang awalnya di bawah Rp 100 ribu terus bertahap naik menjadi sekitar Rp 200 ribuan sesuai kubikasi," katanya saat dihubungi, Selasa (8/8).

Mendadak, tagihan melonjak Rp 900 ribuan. Lalu, bulan - bulan berikutnya tagihan kembali bengkak. Hingga dirinya kerap erlambat bayar sehingga menumpuk.

Petugas juga sudah mengecek dua kali tidak ada kebocoran. Tagihan juga sempat kembali normal tapi kembali membengkak.

Pihaknya pun sudah datang ke PDAM Kota Pekalongan untuk memohon keringanan tagihan dengan membayar dua atau tiga bulan dulu. Namun pihak Perumda Tirtayasa menolak dan tetap diminta bayar sesuai nominal di tagihan.

"Awalnya saya mengontrak tempat untuk usaha warung makan namun karena kondisi waktu itu masih dalam masa pemulihan Pandemi Covid-19 jadi usaha belum normal sehingga kerap terlambat bayar air," ucapnya.

Pihaknya pun terpaksa memberhentikan dua hingga tiga karyawan sebagai akibatnya. Keterlambatannya itu berlangsung hingga 12 bulan.

"Saya pindah lokasi usaha namun pihak pemilik tempat sebelumnya menuntut tagihan air dilunasi. Tentunya saya merasa keberatan karena harus bayar Rp 9 juta lebih, saya belum ada uang sebesar itu," ucapnya.

Dirinya hanya ingin diberikan keringanan tagihan namun tetap melunasi kewajiban. Pihaknya diminta membayar langsung tujuh bulan sebesar Rp 6,3 juta.

"Tapi kan tetap saja terasa berat, karena tidak ada solusi lain akhirnya saya memilih pulang. Ndak tahu nanti apa yang terjadi," katanya lemas.

Hendro akhirnya memilih meminta pendampingan hukum ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Pasalnya selain tidak ada solusi juga terancam dipolisikan oleh pemilik warung.

"Oleh pemilik kontrakan yang lama saya diancam akan dilaporkan ke polisi lantaran belum menyelesaikan tagihan air ledeng, padahal upaya saya di kantor PDAM buntu," ungkap Hendro.

Pihaknya mengatakan ingin menyelesaikan secara cicilan tapi ditolak. Pihak petugas diharuskan lunas saat itu juga.

Seorang mantan karyawan Perusda Tirtayasa, sebut saja A juga pernah mengalami hal yang sama. Ia pernah mengkomplain dan meminta bukti foto meteran tapi tidak diberikan.

Pria yang meminta namanya disamarkan itu mengungkapkan tagihannya melonjak pada Januari-Marer 2023. Total tagihan mencapai Rp 2 juta lebih. Padahal pada bulan sebelumnya hanya di kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 275 ribu.

Upayanya meminta keringanan pun ditolak  pihak Perusda Tirtayasa. Padahal pihak BUMD itu tidak bisa menunjukkn bukti berupa foto meteran yang menjadi acuan pemakaian air.

"Mereka ini (oknum di lapangan) sudah lama tidak datang ke rumah untuk mengecek meteran. Makanya tidak ada bukti foto meteran, hitungannya hanya estimasi dari tagihan sebelumnya ketika masih normal atau wajar," ucapnya.

Selain tidak datang, pihak Perusda Tirtayasa juga meminta dirinya untuk rutin tiap bulan  mengirim foto meteran sendiri sebagai bukti.

Ia pun mempertanyakan biaya perawatan Rp 10 ribu yang ada di slip tagihan.

"Kok malah disuruh mengambil foto sendiri dan melaporkan tiap bulan, kan aneh. Harusnya ada pelayanan, kalau kekurangan SDM ya harus ditambah rekruitmennya," keluhnya.

Pelanggan lainnya lebih beruntung. Sebut saja S, yang komplainnya diterima dan direvisi pihak perusda  Tirtayasa.

"Saya diberikan gratis tiga bulan atas kesalahan tersebut. Tagihan yang melonjak yang saya alami sebesar Rp 1,2 juta," ucapnya.

Ketua LBH Adhyaksa Didik Pramono membenarkan telah menerima aduan dari korban atas nama Hendro Figola pengusaha warung makan.

"Saudara Hendro ini mengadu dan meminta tolong agar kasusnya bisa diselesaikan. Kami bersama tim sedang mempelajari untuk mengambil langkah termasuk mengumpulkan bukti atau korban lain," katanya.

Munculnya tagihan tidak wajar dari Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Pekalongan yang banyak diterima warga membuat LBH Adhyaksa melayangkan surat permintaan audensi kepada Perusda Tirtayasa dan sejumlah lembaga lainnya.

Pihaknya juga mengajukan Ksurat audensi ke beberapa pihak lain juga seperti walikota, DPRD, Kejaksaan, Polres Pekalongan Kota dan Perusda Tirtayasa dengan tembusan Gedung Merah Putih KPK dan Kejagung.

"Setelah audensi kami akan melakukan gelar perkara bersama tim pengacara dan LBH untuk mengumpulkan bukti termasuk apapun hasil audensi," jelasnya.

Jika ada dugaan korupsi atau menyalahgunakan kewenangan dan ditemukan kerugian negara di atas Rp 1 miliar maka akan berlanjut laporan ke KPK. Jika kurang dari Rp 1 miliar maka dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan.

"Kita soroti tata kelola perusahaan air minum yang sangat amburadul dengan sistem seolah itu perusahaan pribadi atau keluarga. Tidak seperti laiknya manajemen perusahaan daerah yang berazas melayani sekaligus membantu masyarakat," ujar Didik.

Pihaknya siap  membuka posko pengaduan bagi korban-korban lain.