Tahapan Coklit Rawan Pelanggaran, Bawaslu Kudus Perketat Pengawasan

Bawaslu turun tangan mengawal dan mengawasi proses Coklit agar pelaksanaannya sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku.
Bawaslu turun tangan mengawal dan mengawasi proses Coklit agar pelaksanaannya sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku.

Tahapan pemutakhiran data pemilih yang kini sedang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kudus, tentu saja berpotensi kerawanan akurasi data pemilih. Karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat menyoroti sejumlah kerawanan saat tahapan pencocokan dan penelitian (Coklit).


Tahapan Coklit daftar pemilih Pilkada serentak 2024, dilakukan sejak 24 Juni hingga 24 Juli 2024.  Pendataan ini dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) yang dibentuk oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Ketua Bawaslu Kudus, Moh Wahibul Minan mengatakan, Bawaslu turun tangan mengawal dan mengawasi proses Coklit. Tujuannya agar dalam pelaksanaannya sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku.

“Kami juga mengawasi adanya sejumlah kerawanan akurasi data pemilih pada sub tahapan Coklit,” ujar Wahibul Minan, Rabu (17/7).

Minan memaparkan, kerawanan pertama yakni masih terdapat pemilih yang sulit untuk didatangi secara langsung, seperti contohnya perantau. Kedua, masih ada pemilih yang memiliki permasalahan dengan administrasi kependudukan.

Menurut Minan, ada sejumlah factor terkait permasalahan pada administrasi kependudukan. Diantaranya pemilih berada di wilayah perbatasan, pemilik KTP ganda yang berada di wilayah pemekaran. Selanjutnya pemilih yang sudah berusia 17 tahun, namun belum melakukan perekaman KTP-el.

Permasalahan administrasi lainnya, imbuh Minan, pemilih sudah meninggal dunia, namun tidak dapat dibuktikan dengan surat kematian dari kepala desa.

“Selain itu, pemilih tidak diketahui keberadaannya berdasarkan data penduduk wilayah setempat, serta masyarakat yang tidak memiliki identitas,” ungkapnya.

Untuk potensi kerawanan berikutnya, lanjut Minan, adalah pemilih yang memenuhi syarat namun belum terdaftar dalam daftar pemilih. Serta pemilih yang tidak memenuhi syarat, tetapinamun masih terdaftar dalam daftar pemilih.

“Adanya pemilih yang pindah domisili, namun belum menyelesaikan urusan administrasi perpindahan domisili,” tukasnya.

Potensi kerawanan lainnya, yakni data tidak sesuai. Data pemilih tidak sesuai antara data di Form Model A Daftar Pemilih, dengan data yang tertera pada KTP-el, kartu keluarga, dan/atau identitas kependudukan Digital (IKD) di TPS yang bersangkutan.

Ketujuh, adanya pemilih penyandang disabilitas yang tidak tercatat dalam kolom ragam disabilitas. Kerawanan selanjutnya, yakni pemilih yang beralih status TNI/Polri dari/ke masyarakat sipil. Kemudian pemilih yang menghuni rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan, dan Warga Negara Asing (WNA) yang masih tercantum dalam daftar pemilih.

“Untuk menekan sejumlah kerawanan ini, pengawasan secara melekat perlu dilakukan terhadap Pantarlih yang sedang bekerja dari pintu ke pintu untuk mendata pemilih,” pungkasnya.