Solo - Perayaan Idulfitri di Solo memiliki tradisi tahunan yang dikenal dengan Syawalan. Kegiatan ini umumnya dimeriahkan dengan pawai budaya yakni Kirab Joko Tingkir dan pembagian gunungan ketupat.
- Diskusi Budaya, Kunci Terbukanya Ruang Ekspresi Seniman Batang
- Lenggak-Lenggok Emansipasi, Ketika Tari Menjadi Bahasa Perjuangan Perempuan
- Suka Duka Filolog, Naskah Kuno Dianggap Pusaka Dan Jimat Oleh Para Pewarisnya
Baca Juga
Kirab ini merupakan bagian tak terpisahkan dari perayaan tradisi Syawalan di Solo. Lebih dari sekadar hiburan, Kirab Joko Tingkir menawarkan pengalaman wisata budaya yang mendalam dan tak terlupakan bagi para pengunjung.
Prosesi kirab diawali dengan arak-arakan yang mengelilingi area Solo Safari. Sosok Joko Tingkir, yang diperankan oleh seorang cucu Pakubuwono XIII yakni BRM Yudhistira dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, menjadi pusat perhatian.
Iring-iringan prajurit keraton yang mengenakan busana tradisional menambah kekhidmatan sekaligus kemeriahan acara, memperkuat citra Solo sebagai destinasi wisata budaya yang kaya akan sejarah dan tradisi luhur.
KGPH Adipati Dipokusumo, perwakilan Keraton Surakarta, menyampaikan bahwa Grebeg Syawal adalah wujud syukur dan kegembiraan usai berpuasa, sekaligus merayakan Idulfitri dalam balutan tradisi dan budaya.
"Tradisi adat Keraton Kasunanan Surakarta menandai Bakda Syawal dengan simbol ketupat yang bermakna 'ngaku lepat'," paparnya Minggu (06/04).
Selain itu pagelaran ini ditujukan untuk membangkitkan kembali memori tentang kebudayaan air yang dulunya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Jawa.
Sebelum moda transportasi darat seperti saat ini, kehidupan masyarakat kala itu bergantung dari transportasi air (sungai).
Dikisahkan bahwa Joko Tingkir dahulu kala menempuh perjalanan melalui Bengawan Solo menggunakan sebuah biduk kecil bersama dua orang temannya menuju Demak. Ia mengabdikan diri di wilayah itu pada era kepemimpinan Sultan Trenggono sebelum menjadi Raja Pajang.
Manajemen Solo Safari, melalui General Manager Yustinus Sutrisno menambahkan kegiatan ini dirancang untuk menyajikan pengalaman yang berbeda dengan mengintegrasikan prosesi adat tradisional dengan interaksi satwa.
"Tujuannya untuk menciptakan daya tarik baru bagi pengunjung, khususnya generasi muda, dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap budaya lokal dan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam," ungkapnya.
Salah satu momen yang paling dinanti-nantikan adalah kehadiran Gunungan Ketupat dan Hasil Bumi.
Gunungan yang menjulang tinggi ini kemudian dibagikan kepada para pengunjung sebagai simbol berbagi rezeki dan ungkapan rasa syukur atas berkah yang telah dilimpahkan.

Kirab Joko Tingkir Pada Tradisi Syawalan Di Solo. Dian Tanti Burhani/RMOLJawaTengah
- Tangani Sampah Di Pasar Adiwerna, Wabup Tegal: Alhamdulillah Sudah Selesai
- Kapolres Cup 2025 Siap Digelar, Pendaftaran Resmi Dibuka di Polres Boyolali
- Kirana Resto, Destinasi Demak Dengan Fasilitas Mewah Yang Jarang Diketahui Wisatawan