Suksesi NU, All Gus Durian Final

Catatan Jayanto - Suksesi NU, All Gus Durian Final
Catatan Jayanto - Suksesi NU, All Gus Durian Final

Muktamar NU yang baru saja dihelat di Universitas Lampung berakhir tidak saja memanggungkan nahkoda baru di tubuh rumah kaum nahdliyin ini. Karena sebagai sebuah muktamar, ajang itu merepresentasikan banyak wajah.


Muktamar NU yang baru saja dihelat di Universitas Lampung berakhir tidak saja memanggungkan nahkoda baru di tubuh rumah kaum nahdliyin ini. Karena sebagai sebuah muktamar, ajang itu merepresentasikan banyak wajah. Wajah kultural menghadirkan profile sekarang NU tidak lagi kodian. Begitu pun wajah lain, seperti sosial dan politiknya, lebih hegemonik  dalam konteks sebagai manifestasi ideologis. 

Karenaya memaknai secara lebih utuh pernik pernik yang mencuat di seputaran muktarmar, juga di balik panggung, atau bahkan mengintip visi elit dari muktamar ini banyak hal yang bisa dipetik.

Pertama adalah kita dapat melihat bagaimana muktamar telah menjadi sebuah pesan yang syarat symbol, tidak lagi hampa dari berbagai konfigurasi, juga warna warni Tamansari yang elok. Sedikit gaduh menjelang perhelatan, apalagi mengemuka pertanda agaknya pemerintah kurang firm hajat besar warga nahdliyin tetap digelar bertepatan saat pemerintah memberlakuan PPKM jelang Natal dan Tahun Baru. 

Mulanya tanggal yang telah dipilih, yakni 22 Desember menjadi menggantung atau digantung tanpa kepastian??  Panitia dibuat spot jantung, karena izin menjadi terkendala. Ahhh tapi alih alih saja, agenda yang sudah terjadwal kemudian mundur, atau berubah karena tiba tiba izin turun. Presiden Jokowi langsung memberikan konfirmasi datang, artinya momen itu sekaligus menjadi legacy muktamar tetap bakal dihelat sesuai dengan scenario.

Apa makna dari semua itu, ada pesan simbolik di sana, yakni pemerintah diakui atau tidak berhitung andai sampai membuat kebijakan tak memberi izin muktamar digelar. Kontroversi vaksin yang di awal sempat menjadi pro dan kontra akhirnya reda setelah ulama ulama NU memberikan dukungan. Walhasil program vaksinasi nasional pun Indonesia dinilai berhasil oleh WHO, maaf hal ini akan jadi lain ketika NU tak mendukung.

Kedua, dukungan dalam bentuk izin muktamar dikandung maksud juga bahwa pemerintah Jokowi menempatkan kaum sarungan, sebutan untuk nahdliyin pada tempat yang terhormat. Jadi meski dalam situasi sulit, beririsan waktunya dengan kebijakan PPKM, tokh legacy tetap diberikan sebagai bentuk obligasi tidak langsung pemerintah atas eksistensi NU. 

Lebih spesifik memaknai pagelaran muktamar itu sendiri, kita bisa memetik pelajaran yang berharga tentang dinamika yang khas dari komunitas nahdiliyin. Sebagai ormas keagamaan dengan populasi terbesar di dunia NU jauh dari sikap arogan. Sebaliknya NU merepresentasikan sebagai rumah bangsa, sebagai samudera bagi semua warga bangsa. Tanpa bermaksud melebihkan kontribusi nahdliyin bagi bangsa, di tengah mencairnya kohesivitas dan spirit kebangsaan, bahkan hadir paham paham ekstrem NU menjadi bandul zaman dalam artian yang sesungguhnya.

Kontestasi untuk menentukan siapa yang menjadi NU satu, istilah untuk Ketua Umum PBNU yang menominasikan KH Aqil Siradj dan KH Yahya C Staquf bukanlah kompetisi diametral, tetapi dapat dimaknakan sebagai All NU Finals. Keduanya merupakan putra terbaiki Nahdiliyin. Artinya siapa pun yang menjadi nahkoda tidak akan melahirkan cultural lack apalagi cultural gap yang pada gilirannya dapat menstimulasi friksi friksi di dalam. Sama sekali tidak, dengan begitu NU di bawah KH Aqil Siradj dan KH Yahya C Staquf diyakini akan baik baik saja.

Keduanya merupakan kader Gus Dur militan dan juga sekaligus protret cendekiawan muslim yang mempunyai jatidiri kuat, dengan kapasitas serta kompeten sebagai putra NU. Yang membedakan sedikit barangkali adalah aras dan domain kepesantrenannya. Aqil Siradj lebih menghadirkan NU dengan kepribadian yang monolid dan percaya diri yang kukuh menghadapi tarik menarik kepentingan yang ada. 

NU memiliki kharakter sebagai lembaga swadaya masyarakat, ketika organisasi kemasyarakatan di era Aqil Siradj. Fenomena kehadiran ISIS, juga maraknya pengaruh Islam garis keras, seperti FPI juga HTI bisa jadi akan lebih membabi buta jika kaum sarungan tidak mengambil posisi yang tegas terhadap kehadiran mereka. Adalah fakta sejumlah tokoh berpengaruh di NU terang terangan menunjukkan sikap kontra dengan hadirnya FPI ketika itu. 

Kini dengan nahkoda baru Yahya C Staquf yang secara tersirat dan tersurat melegacykan sikapnya dalam upaya lebih menyemaikan spirit Gus Dur merupakan manifestasi konkret dan nyata terhadap pluralisme, keberagaman dalam dimensi civil society. Setiap zaman melahirkan pemimpin, dan setiap pemimpin ada masanya menjadi sebuah determinasi yang pas dalam konteks saat ini. Gus Yahya yang pernah menjadi juru bicara Gus Dur tepat dan memiliki kapasitas untuk itu.

Demikian juga terhadap langkah dan policy Said Aqil Siradj membawa NU di era kepemimpinannya harus diakui telah melahirkan etos dan kharakter yang solid dan berjatidiri. Profile dan aras NU yang demikian harapannya dapat diestafetkan melalui transformasi kultural yang memijakkan NU tidak lagi tersekat oleh kotak kotak patron kepartaian. NU sebagai ibu kandung PKB ke depan perlu membingkai perspektif yang lebih universal tidak lagi terjebak pada kepentingan politik sesaat, namun lebih luas lagi, yakni baldatun toyibatun  warobun ghofur

Akhirnya sebagai rekomendasi dari catatan ini adalah NU ke depan diharapkan mampu menjadi payung besar bangsa ini, tidak hanya sekadar payung, namun NU sekaligus menjadi rumah untuk semua warga bangsa. Tradisi NU dengan segala corak spiritual yang mentransedenken dimensi kultural, spiritual, saint, dan teknologi adalah manifestasi civil society yang nyata. Toleransi dan memaknai keberagaman sebagai khasanah taman sari Indonesi merupak bentuk kearifan NU dalam artian yang utuh.

Indonesia adalah taman sari yang elok, dan sekaligus menjadi sebuah representasi masyarakat madani yang sudah teruji dalam rentang waktu yang cukup panjang. Karenanya bagaimana spirit Gus Dur dan nilai nilai universalisme yang menjadi potret Gus Dur diharapkan dapat kembali memayungi Indonesia yang berbhineka tunggal ika. 

Nilai nilai religiositas lebih dikedepankan menjadi jatidiri bangsa ini bukan sebaliknya mendogmakan agama sebagai sebuah entitas yang tidak mendamaikan. Gus Dur yang kini terejawantahkan dalam bingkai Gus Durian adalah spirit kebangsaan yang harus disemai agar senantiasa menyuburkan nilai nilai demokrasi. 

Jayanto Arus Adi
Pemimpin Umum RMOL Jawa Tengah, Ketua Bidang Kerjasama Antarlembaga JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia), Anggota Pokja Hukum Dewan Pers, Mahasiswa Doktoral Manajemen Kependidikan Universitas Negeri Semarang.