Suka Duka Filolog, Naskah Kuno Dianggap Pusaka Dan Jimat Oleh Para Pewarisnya

Suasana Sosialisasi Penelusuran Naskah Kuno Yang Diselenggarakan Oleh Disarpus Banjarnegara, Selasa (15/04). Dokumentasi Disarpus Banjarnegara
Suasana Sosialisasi Penelusuran Naskah Kuno Yang Diselenggarakan Oleh Disarpus Banjarnegara, Selasa (15/04). Dokumentasi Disarpus Banjarnegara

Banjarnegara - Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya naskah kuno menjadikan pemerintah harus kerja keras dalam menelusuri sejarah atau cerita dibalik naskah kuno tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh filolog dari Sraddha Institute Surakarta Rendra Agusta di hadapan puluhan peserta Sosialisasi Penelusuran Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Banjarnegara Selasa (15/04).

"Banyak naskah kuno yang lebih menjadi pusaka ketimbang pustaka," kata Rendra.

Menurut Rendra, naskah kuno tidak terbatas pada babad saja, arsip babon tanah desa juga bisa digolongkan sebagai naskah kuno.

"Prinsipnya karya naskah yang tulis tangan, usianya lebih dari 50 tahun, dan memiliki nilai penting. Dalam menelusuri naskah kuno secara langsung kita harus menghormati pemilik naskah. Karena kadang ada yang menganggap sebagai jimat dan lain-lain," ujar Rendra.

Ia juga menambahkan, khasanah naskah kuno dalam pengembangan pemanfaatannya dapat dijadikan sebagai bahan ide industri kreatif, living philology untuk field trip, mitigasi bencana dan lain-lain.

"Masyarakat adat Tengger pernah kehilangan rapalan mantra-mantra yang biasa dilakukan saat upacara adat, karena naskahnya 250 tahun di Inggris. Bisa kembali lagi karena penelusuran dan penerjemahan naskah kuno," katanya.

"Masyarakat juga bisa mencegah bencana kalau ada naskah yang bercerita tentang bencana masa lampau, seperti di Palu, tsunami gunung Krakatau dan lain-lain," tambah Rendra.

Sementara itu Kepala Museum Sonobudoyo Yogyakarta Ery Sustiyadi lebih banyak mengulik tentang bagaimana melakukan preservasi terhadap naskah kuno.

"Seperti memperlakukan manusia, mencegah lebih baik daripada mengobati. Naskah juga perlu pencegahan kerusakan, karena kalau sudah rusak akan sulit memperbaikinya," jelas Ery.

Kepala Disarpus Banjarnegara Arief Rahman mengungkapkan saat ini naskah kuno belum dianggap penting, belum teridentifikasi, masih tersimpan secara individual dan belum memiliki nilai yang dianggap penting.

"Kegiatan digelar atas bantuan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Perpustakaan Nasional untuk Pengembangan Perpustakaan Daerah," kata Arief.

Menurut dia, kegiatan tersebut akan memetakan, inventarisasi dan membangun pangkalan data naskah kuno, meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap naskah kuno.

Peserta sosialisasi, Kepala Desa Tlagawera, Gunawan Wahyu Sudrajat mengungkapkan naskah kuno, terutama dokumen peta kolonial sangat bermanfaat bagi pemerintahan desa.

"Ternyata peta masa kolonial bisa kita jadikan rujukan untuk menyelesaikan konflik agraria di desa kami," ujar Gunawan.