Anggota DPRD Salatiga menyebut SMA mampu mencukupi kebutuhan siswa lulusan SMP di kota tersebut.
"Sehingga, kita (Komisi A DPRD Salatiga membidangi pendidikan) prihatin jika di tengah persoalan Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) justru banyak anak-anak kota kelahiran Salatiga tidak bisa bersekolah di kota asal," kata Ketua Komisi A DPRD Salatiga Nono Rahono saat ditemui di Gedung DPRD Salatiga, Jumat (14/7).
Ia menyebut, sistem zonasi menyebabkan siswa tinggal di pinggiran justru diterima di daerah lain.
"Teman-teman yang di pinggiran kota Salatiga justru tidak bisa bersekolah di kota Salatiga sendiri, misalnya yang di daerah Argomulyo dan sebagian di Tingkir Lor itu masuknya bisa sekolah di pinggiran Salatiga," terangnya.
Dia mengatakan, jumlah sekolah di Salatiga dengan jumlah lulusan SMP ke SLTA sederajat itu dipastikan tercukupi.
Namun kenyataannya ada beberapa laporan masuk ke Komisi A DPRD banyak siswa asli Salatiga bersekolah di SMP Salatiga tidak bisa masuk.
Ia berharap, ada kebijakan dari pemerintah provinsi maupun pusat untuk meninjau kembali terkait dengan sistem zonasi tersebut.
Nono mengaku memantau langsung proses PPDB di awal. Namin karena wilayah / kewenangan di daerah hanya pendidikan dasar SD dan SMP maka tidak bisa menjangkau kepada tingkat SLTA sederajat. Padahal permasalahan itu muncul ketika sudah lulusan dari SMP masuk ke jenjang SLTA.
Sebagai langkah awal, lanjut dia, Komisi A DPRD akan mencoba berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Salatiga untuk menyampaikan ke Kementerian Pendidikan di Jakarta.
Upaya ini terkait dengan harapan-harapan terhadap perkembangan sekolahan di Salatiga.
"Dan kami juga mempunyai channel-channel di DPR provinsi pusat mungkin mungkin akan kami sampaikan (permasalahan di daerah). Yang jelas, hal-hal yang ini menjadi catatan bagi kami," terangnya.