Perkara sengketa tanah di Kota Pekalongan yang mengakibatkan satu keluarga yaitu Lenny dan tiga anaknya menjadi terdakwa, terus berlanjut. Kuasa hukum terdakwa, Nasokha, membeberkan hal janggal dalam kasus itu.
- Selidiki Kasus Kecelakaan Kerja, Polisi Periksa Saksi dan Kumpulkan Alat Bukti
- Begal Si Raja Tega Bermodal Sabit Telah Dilibas Polisi
- Dituntut 11 Tahun Penjara, Jaksa KPK Anggap Juliari Batubara Terima Suap Rp 32,4 Miliar
Baca Juga
Saat ditemui, ia menyebut bahwa kritikannya berdasarkan sidang ketiga dengan agenda meminta keterangan para saksi. Ada dua saksi yang hadir yaitu Ida Yuliago yang merupakan notaris sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan mantan Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Pekalongan, Heru Setiawan.
"Saya mengkritik keterangan yang disampaikan saksi yang menyebut proses balik nama tanpa melibatkan pasangan suami-istri, meskipun dengan surat kuasa, tidak lazim dan tidak diperbolehkan," katanya, Kamis (18/4).
Ia menyebut keterangan itu menyebut notaris seolah melegalkan semua hal itu. Bahkan, notaris juga memberikan keterangan harga tanah yang sengaja dikecilkan hanya untuk mengakali pajak.
Sidang itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agus Maksum Mulyo Hadi. Keempat terdakwa masih melawan penggugat Felly Anggraini Tandapranata di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan.
Nasokha juga menyoroti kemungkinan efek buruk yang dapat ditimbulkan oleh kesaksian tersebut, khususnya terkait potensi tindakan serupa oleh mafia pertanahan.
Nasokha menjelaskan bahwa perihal sah atau tidaknya sertifikat yang telah berganti nama bukanlah kewenangan pengadilan. Hal itu merupakan ranah PTUN.
Ia juga mengingatkan bahwa perkara ini seharusnya lebih condong ke perkara perdata, sehingga hakim akan mempertimbangkan perihal hukum perikatan dan perdata dalam kasus ini.
Dalam kesaksiannya, Ida Yuliago menjelaskan bahwa ia menerbitkan akta pengikatan jual beli sebagai dasar sahnya proses jual beli.
"Karena tanah tersebut masih menjadi jaminan di bank dan belum diroya, maka kita buatkan akta pengikat bagi kedua belah pihak," ujarnya dalam sidang.
Ida juga menyaksikan pelunasan yang dilakukan oleh Hidayat Tandapranata di Bank BRI pada tahun 1994 sebesar Rp 203 juta. Untuk mempermudah proses Akad Jual Beli (AJB) dan perpajakan, kemudian dibuatlah akta pengikat jual beli.
Akta ini mencakup tiga bidang tanah yang sudah dilunasi, masing-masing seharga Rp 5 juta, 10 juta, dan 20 juta.
Selain itu, pada tahun 1997, dibuat pula akta perjanjian pinjam pakai kepada Lutiarso Lukito, suami Lani yang telah meninggal pada tahun 2021. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa masa pinjam pakai akan berakhir jika Lutiarso meninggal.
Mantan Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Pekalongan, Heru Setiawan, menyampaikan bahwa permohonan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dilakukan Felly Anggraini sebagai ahli waris dari Hidayat Tandapranata tidak dikabulkan.
Tanah tersebut kemudian kembali menjadi hak negara karena adanya sanggahan, sehingga proses perpanjangan SHGB ditunda.
"Kita hanya administrasi, BPN itu administrasi. Jadi kalau ada perintah pengadilan yang sudah incraht, maka akan kami laksanakan," jelas Heru.
- Efisiensi Capai Angka Rp 1 Triliun, KP2KKN Ultimatum Agustin Perlu Belajar Dari Ita
- Momentum Bebersih Kementerian ATR/BPN
- Sidang Sengketa Tanah PT SIG Vs BPN Dan Pemdes Tegaldowo, Mulai Hadirkan Saksi