Sidang Sekeluarga Jadi Terdakwa di Pekalongan: Kuasa Hukum Diuntungkan Keterangan Ahli Pihak Lawan

Leni Setyawati (74) dan tiga anaknya, yang menjadi terdakwa di kasus pidana dugaan penyerobotan tanah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pekalongan, Rabu (8/5) sore.
Leni Setyawati (74) dan tiga anaknya, yang menjadi terdakwa di kasus pidana dugaan penyerobotan tanah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pekalongan, Rabu (8/5) sore.

Sidang perkara pidana satu keluarga jadi terdakwa di Kota Pekalongan kembali berlangsung. Saksi ahli yang dibawa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan lagi-lagi tidak hadir.


Satu keluarga di Kota Pekalongan yang jadi terdakwa adalah Leni Setyawati (74) dan tiga anaknya. Keempatnya dilaporkan Felly Anggraini Tandapranata dengan dugaan penyerobotan tanah di tanah serta bangunan di Jalan Kartini.

Objek sengketa adalah lahan seluas 1.433 m2 di Jl Kartini, Kota Pekalongan. Lahan itu ada dua sertifikat dengan luas 1.013 m2, dan 420 m2. Di lokasi itulah keluarga para terdakwa tinggal serta usaha keluarga berdiri.

Kali ini, JPU seharusnya menghadirkan saksi ahli Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH M hum, namun tidak hadir. JPU akhirnya hanya membacakan keterangan ahli dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Maksum Mulyo Hadi itu.

"Tadi yang barusan ini keterangan ahli perdata. Tapi di sisi lain dia menyimpulkan pidana. Jadi seolah-olah kita sidang pidana tapi seperti perdata tadi," kata kuasa hukum terdakwa, Nasokha usai sidang, Rabu (8/5).

Ia menganggap keterangan ahli yang dibacakan itu sama dengan berita acara pemeriksaan di kepolisian. Jadi sifatnya hanya mengulang.

Namun, Nasokha menyebut bahasan perdata dalam sidang kali ini justru menguntungkan pihaknya.Keterangan ahli dari pihak lawan menurutnya malah memperkuat alibinya.

"Ini secara konteks hukumnya ahli perdata ya bicara perdata saja, tapi di sisi lain kami juga ada untungnya. Nah keterangan perdata inilah yang akan memperkuat alibi kita, nanti mudah-mudahan harapan kami perkara ini adalah bukan merupakan perbuatan tindak pidana sehingga nanti ada onslag," katanya. 

Nasokha menyebut kasus pidana ini bermuara dari perjanjian dan perikatan. Karena itu baginya tidak ada unsur pidana dalam kasus itu.

Dalam keterangan ahli itu, disebutkan perubahan kepemilikan SHGB tahun 1995. Padahal 1995 sampai tahun sekian pun ada masa kadaluarsanya. Pada 2021, sempat ada pengajuan perpanjangan izin SHGB namun tidak bisa diproses.

"Sehingga tanah ini sudah menjadi tanah negara, ini yang status quo. Kalau ahlinya tadi adalah pidana, akan saya tanyakan di situ, apakah posisi status quo, bisakah pihak lain mengajukan (perpanjangan) atau melaporkan secara pidana,"ucapnya

Untuk itulah pada sidang berikutnya, pihaknya akan mengajukan saksi ahli pidana untuk mempertegas jawabannya. Sehingga majelis hakim bisa mendapat gambaran yang terang benderang, jangan abu-abu.

"ini kan masih abu-abu semua. kan kasian ini kan menyangkut masalah nasib orang, kalau orang yang gak bersalah nanti dipidana kan kasihan ini ," ucapnya.

Di sisi lain, Nasokha mengkritik ketidakhadiran saksi ahli dalam persidangan. Jika hanya membacakan keterangan ahli, maka jalannya kasus tidak akan maksimal.

"Saya sebagai penasehat hukum para terdakwa tidak ada kesempatan untuk bertanya, bisanya nanti menyimpulkan dalam pembelaan. ini yang menurut kami kurang maksimal. mestinya kalau ahli itu datang ke sini, keahliannya itu apa, kita selaku penasehat hukum para terdakwa akan mempertanyakan yang berkaitan dengan perkara. bukan hanya mendengarkan cerita," ucapnya.

Berita Terkait :

Satu Keluarga Jadi Terdakwa, Disidang Bersama Di Pengadilan Negeri Pekalongan

Drama Sidang Sengketa Tanah Pekalongan: Saksi Ahli Absen, Surat Permohonan Eksekusi Hampir Tiba