Sidak, Kepala BP2MI Benny Rhamdani Temukan Ribuan Barang Kiriman Dari Pekerja Migran Tertahan Di Perusahaan Jasa Titipan

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI), Benny Rhamdani Saat Melakukan Sidak Ke Gudang Penampungan Barang Kiriman Dari PMI, Di Gudang Perusahaan Pengiriman Barang PT Trans Benua Logistics, Di Kawasan Industri Candi, Semarang, Rabu (05/06). Soetjipto/RMOLJawaTengah
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI), Benny Rhamdani Saat Melakukan Sidak Ke Gudang Penampungan Barang Kiriman Dari PMI, Di Gudang Perusahaan Pengiriman Barang PT Trans Benua Logistics, Di Kawasan Industri Candi, Semarang, Rabu (05/06). Soetjipto/RMOLJawaTengah

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menemukan puluhan ribu paket kiriman dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri, yang dikirimkan ke kampung halaman, tertahan selama berbulan-bulan di sejumlah perusahaan jasa titipan.


Barang-barang tersebut belum bisa terkirim ke alamat tujuan di berbagai daerah, sebagai dampak pernah diterapknya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Pengaturan Barang Impor.

Masih menumpuknya paket kiriman dari luar negeri tersebut ditemukan saat Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah perusahaan jasa titipan di Semarang, Rabu (05/06). 

Dari pantauan, ribuan kardus kiriman barang dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri tertumpuk di gudang perusahaan jasa titipan. Ada pakaian, makanan (panganan kecil), mainan anak, perabotan rumah tangga, buku, tas, sepatu, dan berbagai macam aksesoris. 

"Ini kan barang PMI (Pekerja Migran Indonesia) bukan barang yang diperdagangkan. Barang begini 'kan tidak mungkin dijual. Pakaian-pakaian ini dikirimkan oleh PMI untuk keluarga di kampung halaman. Bahkan ada hadiah ulang tahun untuk anaknya. Tetapi sampai enam bulan tidak terkirim," kata Benny, saat melakukan sidak ke perusahaan jasa titipan PT Trans Benua Logistik, di Kawasan Industri Candi Semarang, Rabu (5/5). 

Di perusahaan ini masih ada 4.620 paket dari PMI yang belum bisa dikirimkan. 

Di gudang penampungan milik PT Trans Marine Anugrah Expressindo juga di Kawasan Industri Candi, Masih ada 12.000 paket yang belum bisa dikirimkan. Sedangkan di gudang penampungan milik PT MAJ di Jalan Yos Sudarso, masih tertahan 15.757 paket milik PMI yang belum bisa dikirimkan. 

Pihak perusahaan jasa titipan tidak bisa begitu saja mengeluarkan barang untuk dikirim ke alamat tujuan, karena harus ada izin dari Bea Cukai. 

Meski Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 telah dicabut dan digantikan Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan Pengaturan Impor, namun barang-barang milik PMI tetap masih banyak yang belum bisa keluar dari perusahaan jasa titipan. 

Setelah Permendag nomor 36 Tahun 2023 dicabut, menurut Benny, memang barang mulai bisa dikirimkan, tetapi hanya sedikit, persentasenya kecil. Mayoritas belum bisa dikirimkan, dengan alasan barang tersebut milik PMI non prosedural (TKI ilegal). 

Benny mengaku mendapat curhat dari para PMI di berbagai negara, karena kiriman mereka untuk anak-anak mereka dan keluarga mereka di kampung halaman, tak kunjung sampai sudah enam bulan. 

Bahkan menurut Benny, jika barang kiriman OMI dikenakan pajak, para PMI itu bersedia membayar pajaknya. 

Padahal menurut Benny, itu adalah barang-barang jalur hijau yang aman untuk masuk, bukan kategori barang jalur merah yang berbahaya. 

Selain itu, Benny juga mempertanyakan alasan kiriman dari PMI non prosedural dipersulit. Seharusnya kiriman tetap diperlancar sebagaimana PMI prosedural, karena sama-sama menghasilkan devisa negara. 

Benny justru menyatakan, adanya PMI non prosedural adalah karena kesalahan pemerintah sendiri. Jika PMI non prosedural dipersoalkan oleh pemerintah, lantas mengapa dari rilis Bank Indonesia, PMI disebut memberikan kontribusi penghasil devisa terbesar kedua, termasuk PMI non prosedural.

Oleh karena itu BP2MI memperjuangkan agar barang kiriman dari para pekerja migran tersebut bos segera dikirimkan ke amat tujuan di berbagai daerah, sesuai alamat yang dituju oleh pengirim. 

"Alasannya, ini adalah kiriman dari PMI non prosedural. Karena kalau bicara prosedural dan non prosedural, ini berarti kegagalan negara mengapa mereka bisa bekerja keluar negeri. Sementara Bank Indonesia mengakui devisa dari PMI menyumbang urutan ke dua devisa terbesar," tandasnya. 

Bukan hanya merugikan para PMI, namun perusahaan jasa titipan juga dirugikan karena menumpuknya ribuan barang kiriman dari PMI yang memenuhi gudang, tanpa bisa dikirim ke alamat tujuan. Apalagi jika gudang tersebut adalah gudang sewa, maka akan memperbesar kerugian pihak perusahaan jasa titipan. 

Dari temuan ini, Benny mengatakan BP2MI akan menghadap ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk menyampaikan bahwa persoalan ini harus diselesaikan, barang milik PMI harus didistribusikan. 

"Presiden harus tahu. Supaya nanti dieksekusi minimal di tingkat Kementerian Koordinator," cetus Benny.