- Pertemuan Tanpa Orgasme (Antiklimaks) Mega-Prabowo (!)
- Assalamu’alaikum Kang Dedi Mulyadi
- Mengapa Anda Jahat Pada Rakyat?
Baca Juga
Anak yatim, siswa berprestasi. Dia juga anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), yang sedang menuntut ilmu di SMKN 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO - maaf kami tulis nama lengkapnya dan bukan inisial namanya).
Sang ibunda telah meninggal, dia ngenger ikut neneknya di Semarang, persisnya di Candi Penataran, kawasan Semarang Barat. Di sekolah, Gamma, adalah teladan, bukan saja soal akademis, tapi budi pekertinya baik. Seperti pepatah, Harimau Mati Meninggalkan Belang, Gajah Mati Meninggalkan Gading, GRO berpulang karena ditembak polisi sehingga meninggalkan nama.
Andai dia (Gamma) bukan anak baik, sekolah tidak akan membelanya. Tapi simak, ketika Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 4 Semarang, Agus Riswantini memberi keterangan. Mimik dukanya tergambar jelas, menahan pedih, air matanya nyaris tumpah, lantaran terantuk hati siswa terbaiknya pergi untuk selamanya. Gamma mati di ujung peluru yang ditembakkan polisi gara-gara serempetan di jalan.
Keterangan di atas ini melansir dari pernyataan Propam Polda Jawa Tengah. Kombes Aris Supriyono dikutip YouTube DPR-RI saat menyampaikan keterangan di depan Komisi III DPR-RI. Tidak ada tawuran terjadi terkait penembakan itu. Namun, aksi itu dipicu lantaran pelaku dan korban sempat berpepetan motor. Saat perjalanan, pelaku mendapati satu kendaraan menyenggol atau mepet karena memakan jalannya. Emosi, sempat cekcok pelaku menunggu tiga orang ini putar balik, sehingga terjadilah penembakan.
Kombes Aris Supriyono membenarkan jika Aipda Robig Zaenudin melakukan tembakan sebanyak empat kali pada 24 November 2024 pukul 00.22 WIB. Atas perbuatannya Aipda Robig telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 1 Tahun 2029 Tentang Penggunaan Senjata Api, Serta Pasal 13 Ayat 1 PPRI Nomor 1 Tahun 2023, Dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 77 Tahun 2022 tentang Kode Etik Kepolisian. Kepada pelanggar, dia tinggal menunggu sidang Kode Etik yang akan dilakukan segera.
Keterangan Polda Jateng itu menjadi atensi masyarakat luas. Tak pelak Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, akhirnya meminta maaf terkait kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy. Ungkapan orang Nomor Satu di jajaran Polrestabes Semarang, disampaikan dalam rapat bersama Komisi III DPR-RI di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (03/12).
Sang komandan mengakui juga jika anak buahnya, yakni Aipda Robig telah melakukan excessive action, atau tindakan berlebihan.
Keluarga Diintervensi
Heboh insiden ini mendidih dan berkomplikasi karena mencuat skenario pengaburan atas fakta. Paman korban menuturkan pihaknya didatangi Kapolrestabes dan anak buah juga didampingi Wartawan untuk membuat surat pernyataan dan rekaman video pada Senin (25/11) malam. Si wartawan disebut mengintervensi keluarga untuk membuat pernyataan yang tak semestinya karena tidak muncul dari nurani mereka sendiri.
Keluarga menolak tegas karena permintaan itu berbeda dari kejadian sebenarnya. Apalagi alasan Polisi adalah agar kasus selesai dan tidak berkembang ke mana-mana. Keluarga tegas menolak diambil pernyataan dalam bentuk video. Permintaan itu dimaknai sebagai intervensi, maka keluarga korban GRO kemudian melaporkan kasus pembunuhan dan penganiayaan ini ke Polda Jateng pada Selasa (26/11) sore.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dibuat geram oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar. Musababnya, Irwan Anwar, sulit diajak komunikasi dan tak mau mengangkat telepon dari Habiburokhman. Habiburokhman menghubungi Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar itu tidak lain untuk mencari tahu duduk persoalan polisi tembak mati siswa SMKN 4 bernama Gamma. Habiburokhman menduga, ada sesuatu yang ditutupi dan ketidaktransparanan dari Kapolrestabes Semarang, berkait peristiwa yang menjadi sorotan nasional ini. Habiburokhman secara terbuka tak percaya cerita versi polisi tentang pelajar SMK yang ditembak mati.
Petinggi Partai Gerindra, dan Ketua Komisi III itu, yang membidangi Kepolisian menilai ada penjelasan yang tak tuntas, dan ditutup-tutupi. Untuk itu dia merasa perlu menanyakan untuk pertanggungjawaban atas kinerja dia kepada publik. Hal yang sama untuk kinerja Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, jika tidak dapat membuat persoalan menjadi terang-benderan Kapolri juga harus dievaluasi.
Peristiwa polisi tembak mati siswa SMKN 4 Semarang ini tak berselang lama dengan peristiwa menggemparkan di Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar). Di sana perwira polisi tembak mati sejawatnya, yang tak lain seorang Kasatreskim, demi melindungi tambang ilegal. Habiburokhman menegaskan, selain peristiwa Semarang, Komisi III DPR RI juga akan memanggil pejabat terkait untuk mendalami kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan,Sumbar.
Rekayasa Atas Fakta
Di balik tindakan sadis dan tragis yang dilakukan oknum polisi anggota Polrestabes Semarang, adalah munculnya penjelasan yang berbeda atas fakta. Polisi syarat dugaan merekayasa penjelasan dan kini terbukti itu hanya karangan. Yakni di lokasi tersebut tengah terjadi tawuran antara Geng Tanggul Pojok melawan Geng Seroja. Polisi menyebut korban Gamma disebut termasuk ke dalam Geng Tanggul Pojok. Robig Zaenudin yang saat itu tengah dalam perjalanan pulang ke rumah melihat ada tawuran akhirnya berusaha melerai.
Terbukti semua itu (keterangan Polrestabes Semarang) tidak mendasarkan fakta. Rekayasa kasus ini bisa menjadi tragedi pilu ala Ferdy Sambo.
Karenanya kasus ini menjadi pelajaran khusus bagi aparat kepolisisn. Wajar masyarakat kecewa, dan mencuat adanya usul Polri dikembalikan lagi di bawah TNI. Meski usulan ini konyol karena secara konstitusi dan substantif bertolak belakang, namun evaluasi secara menyeluruh atas Polri harus dilakukan. Kritik dan koreksi keras PDI Perjuangan, seperti yang disampaikan lantang Hasto Kristianto adalah bentuk kekecewaan atas kinerja Polri.
Apalagi ketika kemudian beririsan dengan politik isu Partai Coklat berseliweran dikaitkan isu-isu yang lain. Fakta di lapangan Polri sekarang ini sedemikian full power-nya (bukan sekedar keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan penegakan hukum (Gakkum) saja, melainkan ada banyak ekses menyimpang dari pelaksanaan tugas yang tidak mampu dikontrol oleh para pimpinannya.
Contoh adalah kejadian polisi tembak polisi di Solok, kemudian SMKN 4 Semarang, dan sebelumnya ada kasus Sambo. Pejabat di atas bersikap seolah-olah tidak tau menahu dan tidak bertanggung jawab. Padahal Kapolri berpesan bahwa ikan busuk dari kepalanya. Hal itu muncul karena prinsip check and balances tidak terjadi di lnstitusi Polri. Kapolri full power dalam pelaksanaan kebijakannya, dia yang tentukan kebijakan dia juga yang melaksanakan kebijakan itu, sebagai regulator sekaligus operator. Secara konsep ini tidak benar. inilah yang membuka celah-celah adanya penyimpangan tadi.
Untuk mencegah ini semua terjadi, Polri harus sama dengan TNI. Mendesak dibentuknya Kementerian Kepolisian Nasional. Dimana hal yang terkait dengan operasional kepolisian, langsung dibawahi oleh Kapolri seperti Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) yang membawahi Polairud, Sabhara, Bareskrim, Baintelkam, Korbrimob, Korlantas, serta Polda.
Selebihnya hal yang terkait penentuan kebijakan dan dukungan operasional seperti Logistik, SDM, Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan (Lemdiklat) Dan Lembaga Pendidikan (Lemdik), Keuangan, Divisi Teknologi Informasi, Laboratorium Forensik, dengan segala kebijakan operasional kepolsian dan seterusnya itu semua harus dibawah Kementerian.
Jadi jelas ada pemisahan regulator dan operator, bukan di satu tangan Kapolri saja. Kecemburuan banyak pihak kepada Polri juga disebabkan Polri dengan seenaknya saja bisa mengembangkan jabatan dan kepangkatan semau-maunya saja yang juga menyebabkan bengkaknya biaya-beaya operasional, Secara konseptual, hal di atas adalah ikhtiar membangun wajah Polri yang adil
Dikawal Bersama
Kembali ke kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang, semua pihak perlu mengawal proses lanjut kasus ini. Personel polisi yang terlibat perlu ada mekanisme professional, adil dan transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Adanya keterlibatan oknum wartawan, ekosistem pers nasional juga tidak boleh diam. Langkah dan menjadi komitmen yang bagus kebijakan yang dilakukan oleh CNN, tempat oknum wartawan bekerja.
Aksi yang dilakukan AJI Semarang dengan demo adalah seruan moral sebagai bentuk komitmen institusi atas kemerdekaan pers dan profesionalisme wartawan. Sekarang wartawan telah tercabik-cabik oleh tarik-menarik kepentingan pragmatis yang melunturkan idealisme dan jatdiri pers itu sendiri.
Tim Independen harus benar-benar diwujudkan untuk mengembalikan khitah Pers Indonesia yang sudah tercerabut dari spirit awal semaian para pendahulunya. Pers Indonesia adalah Pers Perjuangan sejak awal negeri ini berdiri. Namun, filosofi itu makin jauh api dari panggang.
Selain Tim Independen dari stakeholder media, dalam hal ini Dewan Pers bersama konstituennya, langkah Komnas HAM turut tangan patut disambut gembira. Akhirnya kita tunggu, dan mari kita semua mendoakan arwah sang anggota Paskibra yang meninggal dapat menjadi insight melahirkan spirit bersama membangun Indonesia, membangun kepolisian yang lebih melayani rakyat, sesuai dengan tagline Polri itu sendiri.
Jayanto Arus Adi, Wartawan Senior, Ahli Pers Dewan Pers. Aktif di Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI, yang juga Konstituen Dewan Pers, duduk sebagai Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Litbang. Penggiat Satu Pena, organisasi yang didirikan Denny JA, dan juga Ketua Umum Mobile Jurnalis Indonesia (wadah bagi penggiat jurnalis berbasis android). Selain menulis juga aktif mengajar Jurnalistik di beberapa perguruan tinggi. Mengelola Media Online, yakni Political Online Media, RMOL Jateng sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi.
- Tak Pernah Selesai, Tugas Kepolisian Menjaga Kamtibmas Di Wilayah Hukumnya
- Gubernur Jateng Lepas 2.006 Peserta Balik Rantau Gratis Di Asrama Haji Donohudan
- Demi Kamtibmas Kondusif, Polsek Mojosongo Canvassing Dengan Sambangi Pelaku Usaha Dan Obyek Vital