Pola kepemimpinan Ganjar Pranowo sejak awal memimpin Jawa Tengah termasuk kategori motivatif-partisipatif-demokratis, ditandai dengan kemampuan membangun komunikasi yang harmonis, selalu memotivasi dan mendampingi bupati/walikota dalam membangun daerahnya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan.
- Sewindu Ganjar Pranowo Pimpin Jawa Tengah : Jungkir Balik Melawan Covid-19, Jateng Masih Penyumbang Terbesar Nasional
- Bangkit Menata Kehidupan, Kembali Ke Masyarakat
- Sewindu Ganjar Pranowo Pimpin Jawa Tengah: Sikat Intoleran, Apresiasi Kesenian, Tapi Minim Anggaran
Baca Juga
Penilaian itu disampaikan pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Mohammad Yulianto, mengenai figur Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, yang bulan ini genap sewindu (delapan tahun) memimpin Jawa Tengah.
Direktur Lembaga Pengkajian dan Survei Indonesia (LPSI) Semarang itu juga menilai, Ganjar berhasil membangun komunikasi publik yang partisipatif untuk berbagai kalangan di masyarakat melalui akun media sosial yang dimanfaatkan selama ini, sebagai sarana menyosialisasikan sekaligus menerima masukan dan advise dari masyarakat, contoh soal komplain jalan provinsi yang banyak berlubang dan tak terawat diantara kabupaten/kota di wilayah Jateng.
Ganjar saat mengecek perbaikan jalan berlubang di ruas pantura Semarang, Demak, Kudus, dan Pati, Selasa (23/2/2021).
‘’Pola kepemimpinan demokratis ditunjukkan kebiasaan gubernur saat berdialog dengan warga ketika blusukan ke kabupaten/kota dengan berbagai elemen sosial, contohnya pertemuan dengan tani, nelayan dan buruh secara langsung, hal ini sebagai cara Ganjar membangun kebijakan dan langkah yang demokratis, termasuk kebiasaan membahas kebijakan dengan jajaran OPD di Pemprov Jateng,’’ papar staf pengajar Ilmu Komunikasi Fisip Undip itu, kepada RMOL Jateng.
Namun, Yulianto mengritisi kebijakan Ganjar dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
‘’Kebijakan pengentasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran sebagaimana harapan konstituen saat Pilgub 2018 lalu, tampak belum begitu terasa. Meski terdapat penurunan, tetapi belum signifikan, jika dibandingkan dengan jumlah warga miskin dan pengangguran yang masih terbilang tinggi di wilayah Jateng saat ini. Kebijakan mendorong investasi dan mendatangkan investor untuk industri padat karya bagi warga belum begitu terasa dan melegakan anggota masyarakat yang masuk kategori usia produktif,’’ tegasnya.
Pemerintahan Bersih
Dalam hal pemberantasan korupsi, kata dia, Ganjar relatif baik dan memberi harapan maupun kepercayaan publik terhadap pengelolaan pemerintahan yang bersih (clean government).
‘’Minimal dimulai dari pribadi Ganjar dan lingkungan Pemprov dalam 5 tahun terakhir tak terendus bahkan hampir tak terekspos fenomena korupsi di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Jateng,’’ ungkapnya.
Ganjar saat menempelkan stiker antikorupsi di mobil dinas milik Pemprov Jateng, dalam kegiatan car free day, Minggu (8/12/2019).
Komitmen pemberantasan korupsi itu juga ditunjukkannya dengan terus mendorong para bupati/walikota untuk menjaga integritas pribadi maupun pengelolaan keuangan daerah yang transparan, rasional dan akuntabel melalui dukungan penuh teknologi informasi saat ini.
Dia memaparkan, manajemen pemerintahan dibawah kepemimpinan Ganjar dikenal dengan e-government, tata kelola pemerintahan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, baik untuk menciptakan keterbukaan dalam kebijakan dan terutama pengelolaan anggaran Pemprov di berbagai OPD, juga pengelolaan kebijakan yang terbuka dengan saran dan kritik masyarakat melalui media sosial.
Kunci keberhasilan Ganjar, kata Yulianto, karena mampu menampilkan diri sebagai gubernur, sekaligus figur yang memiliki relasi harmonis dengan DPRD, kekuatan politik dan elemen sosial yang majemuk.
‘’Sikap demikian, sejatinya lebih menempatkan kepentingan Pemprov Jawa Tengah di atas partai dan golongannya, tentu dengan konsekuensi yang tak mudah di internal partai dominan tersebut,’’ tambahnya.
Namun, penerapan e-government dan komunikasi publik dari gubernur yang berbasis IT, menurut Yulianto, berdampak negatif bagi Ganjar. Hal itu terlihat dari munculnya sikap sinis dan sarkastik dari netizen yang merespon ketidaksiapan jajaran Pemprov saat menyusun kebijakan maupun pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan yang masih sering menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat.
Government Resources Management System (GRMS), e-government yang diterapkan Pemprov Jateng.
Ganjar Sentris
Pilihan kebijakan dalam mengelola manajemen Pemprov Jateng dengan berbasis IT, kata dia, juga berdampak munculnya "Ganjar sentris" dan memudahkan terjebak personal branding alias pencitraan pribadi.
‘’Dan inilah yang jadi sasaran tembak dari sesama elite PDIP, seperti dari Puan Maharani dan Bambang Pacul terkait Pilpres, beberapa waktu lalu. Apalagi ketika follow up dari kebijakan maupun kegiatan pemerintahan yang dinilai lambat, kurang responsif dan asal terlaksana saja, maka akan berefek buruk pada manajemen gubernur dalam memimpin Pemprov,’’ tandasnya.
Kritik untuk Ganjar Pranowo, kata Yulianto, adalah belum berani memunculkan pola progresif-substantif yang berhubungan dengan kebijakan dan langkah untuk memajukan Jawa Tengah, disamping merealisasikan janji terkait pembangunan infrastruktur yang makin berimbang di wilayah Jateng, dan substantif untuk mendorong mobilitas sosial ekonomi warga yang berjumlah lebih dari 30 juta ini.
Selain itu, kepemimpinan Ganjar juga dirasakan masih sangat kurang terkait proteksi dan dukungan penuh bagi kehidupan sektor pertanian, nelayan dan pekerja pabrik yang tersebar di wilayah Jateng.
‘’Contoh peran Ganjar yang masih lemah terkait kurangnya proteksi petani dari serbuan barang impor pertanian, nasib kapal cantrang nelayan, dan kebijakan UMP-UMK yang terus menjadi harapan kaum pekerja selama ini,’’ ujarnya.
‘’Padahal, keberhasilan riil yang dirasakan dari Ganjar dalam mengelola pemerintahan dan kemajuan pembangunan yang menyejahterakan di Jawa Tengah, akan memuluskan jalannya untuk masuk istana negara pada Pilpres 2024,’’ imbuhnya.
Namun, dia mengingatkan, Ganjar jangan sampai tampil dalam kompetisi Pilpres 2024 hanya "bermodalkan" media sosial dan popularitas semu, karena keberhasilan interaksi dengan masyarakat luas.
Jateng Gayeng, Daerah Belum
Pola kepempimpinan Ganjar yang merakyat dan komunikatif, juga dipuji Theresia Tarigan. Pengamat perkotaan, yang juga Ketua Koalisi Pejalan Kaki Kota Semarang (KPKS) ini mengakui, pola kepemimpinan itu, sangat bagus dan merakyat dalam arti mengetahui masalah dengan detail dan mengenal dan dikenal warganya.
‘’Ganjar dan jajarannya memroduksi banyak inovasi dan beberapa menjadi inovasi yang unggul diterapkan di daerah,’’ ungkap aktivis alumni ITB ini.
Tapi dalam pola kepemimpinan pembangunan, kata perempuan kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara ini, peran Ganjar dalam membangun orkestrasi pembangunan antarwilayah dan antarkota belum terlihat kuat. Padahal pengentasan kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah sangat membutuhkan kerjasama antarwilayah dan antarpemerintah daerah. Di mana keunggulan potensi daerah berbeda namun pekerja dan penyerapan pasar produk semakin erat keterkaitan antar daerah di Jateng.
‘’Bisa jadi, ini karena setiap daerah tingkat dua mempunyai otonomi mengelola anggaran pembangunan masing-masing, disamping masih belum ada kesadaran kerjasama antardaerah,’’ imbuhnya.
Dia mengakui, jika di era Ganjar, pelayanan publik di lingkungan Kantor Pemprov Jateng bebas dari beragam pungutan. Namun demikian, belum ada inovasi yang efektif untuk mencegah korupsi di pemerintahan tingkat dua di Jateng, karena kasus korupsi masih tetap ada dan relatif tinggi.
‘’Tata kelola di lingkungan Provinsi sudah bagus, tapi alangkah baiknya ada upaya Ganjar untuk merangkul walikota/bupati yang bisa mengadopsi tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas seperti yang sudah dilakukan di tingkat provinsi,’’ tegasnya.
Para bupati/walikota, kata ibu tiga anak laki-laki ini, terkesan berjalan sendiri-sendiri. ‘’Jateng gayeng masih kuat terasa hanya di lingkungan Pemprov Jateng, belum sampai menyentuh akarnya di daerah-daerah, ini yang harus jadi catatan Ganjar untuk dibenahi,’’ tegasnya.
Ganjar saat meluncurkan logo dan tagline Jateng Gayeng di halaman GOR Satria, Purwokerto, Minggu (23/8/2015).
Dibalik gayanya yang tampil kuat dan cerdas, Ganjar dikritiknya terkesan sosok pemimpin yang one man show.
‘’Ganjar perlu lebih menonjolkan tokoh-tokoh lain agar juga terlibat dalam pemerintahan. Sehingga, tidak terkesan mau tampil sendirian. Walau citra publik yang positif dan populer itu penting, namun upaya membangun jaringan yang baik antardaerah, itu jauh lebih penting dan lebih diperlukan untuk efektifitas pembangunan di Jawa Tengah,’’ pungkasnya.