Sering Terjadi Kecelakaan Bus Pariwisata, Perusahaan Harus Punya Manajemen Keselamatan Operasional 

Pemilik PO Bus Pesona Mas Wahid Membagikan Pengalamannya Dalam Mengelola Manajemen Keselamatan Operasional. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah
Pemilik PO Bus Pesona Mas Wahid Membagikan Pengalamannya Dalam Mengelola Manajemen Keselamatan Operasional. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah

Kecelakaan bus pariwisata rombongan karya wisata terjadi berulang kali, tidak hanya baru terjadi seperti yang kejadian di Ciater, Subang. Namun, dari beberapa kasus, ternyata penyebab kecelakaan rata-rata mirip. Diduga adanya kerusakan teknis kendaraan armada bus. 


Bus mengalami rem blong juga tercatat jadi salah satu penyebab kasus kecelakaan moda transportasi umum dalam tingkat tinggi sekali.

Apalagi pula, di Indonesia tradisi karya wisata atau study tour seolah wajib bagi murid sekolah dimana setiap angkatan pasti mengadakan. 

Akhirnya, aturan study tour diperketat pemerintah, Dinas Pendidikan langsung mengeluarkan arahan seluruh sekolah semua jenjang SD-SMA tidak boleh adakan kegiatan semacam itu. 

Padahal, jika melihat beberapa kasus bahkan termasuk seperti terngiang di ingatan dan sejarah, seperti halnya Tragedi Kecelakaan Paiton. Kecelakaan bus terjadi akibat pemilik bus lalai, dimana kendaraan yang mereka sewakan mengalami kerusakan dan tidak layak pakai. 

Tentu saja semuanya dikembalikan lagi ke perusahaan pemilik perusahaan otobus (PO) bus sendiri. Lantas bagaimana sebenarnya pengelolaan operasional bus-bus pariwisata? 

Pemilik PO Pesona yakni Mas Wahid yang juga seorang Youtuber otomotif asal Semarang sedikit bercerita. Kecelakaan sudah jadi risiko dalam perusahaan transportasi. Untuk menghindari kecelakaan, perusahaan dituntut untuk memiliki manajemen operasional yang baik dan bertanggung jawab dalam pengelolaan operasional keselamatan, selain pengawasan pengemudi. 

"Tanggung jawab perusahaan transportasi seberat itu untuk mencegah risiko. Jadi, untuk menajemen itu menyeluruh sampai dengan pengawasan dan risiko di perjalanan harus siap dalam menjalankan bisnis," kata Mas Wahid, Sabtu (18/05). 

Tetapi melihat banyaknya kecelakaan bus pariwisata, Mas Wahid mengatakan lagi walau pun terdengar agak kasar, "Kalau usaha transportasi jangan nakal. (Hanya-red) mikir untungnya saja gede."

Rasa kesalnya itu menyoroti permainan soal armada, sebab ternyata ada saja perusahaan beli bus bekas dan bodinya disulap baru, meski hanya karoserinya saja. 

"Usaha bus pariwisata itu saya katakan nggak sebanding sebenarnya antara modal dan risikonya, walau sewanya semahal apa pun. Akhirnya dari situlah, banyak yang main nakal, lha karena kembali lagi, konsumen minta sewa bus bagus tapi harganya murah," sebut Mas Wahid lagi. 

Belum lagi aspek tentang pengelolaan armada dan operasional. Menurut Mas Wahid, pengemudi juga harusnya telaten. Maksudnya pengemudi mesti tahu dan cakap bila terjadi masalah pada kendaraannya. Jika kendaraan rusak, perbaikan harus cepat. Sebab bila ditunda akhirnya perusahaan juga rugi sendiri, dimana biaya perbaikan tambah mahal dan risikonya tidak terhitung. 

"Operasionalnya juga harus tegas, dapat carteran ibaratnya ke Jawa Timur lah. Di perjalanan, kendaraan bermasalah. Standarnya (standard operating procedure atau SOP) sopir harus lapor segera. Nah, itu tugas pengemudi dituntut tanggap dalam kondisi darurat. Kalau tidak memungkinkan jalan, oper. Kirim kendaraan ganti ke sana. Kembali lagi, karena kita tidak ingin terlalu berisiko daripada ada apa-apa malah ngorot (rugi sendiri-red)," tutur dia sambil bercanda.