Sembahyang Ching Bing, 'Sadranan' Warga Tionghoa di Thiong Ting Solo 

Tradisi sadranan atau berdoa di makam leluhur tidak hanya dilakukan umat muslim menjelang bulan Ramadhan. Namun tradisi tersebut juga dilakukan warga Tionghoa khususnya umat Konghucu, yang disebut Sembahyang Ching Bing.


Sembahyang Ching Bing juga digelar di Rumah Duka Tiong Ting Solo, yang digelar oleh MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Surakarta dengan fasilitas dari Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).

Dijelaskan JS. Dian Subagio, Ketua Panitia, Sembahyang Ching Bing sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu di Thiong Ting Jebres Solo, karena dahulu disitu banyak pemakaman tak terurus dan tempat abu jenazah dititipkan. 

"Meskipun saat ini Thiong Ting dipindah di Makam Delingan Karanganyar, upacara Ching Bing tetap dilaksanakan di Thiong Ting, juga karena di bagian belakang masih ada makam Tn / Ny Liem Djie Boo selaku pendiri dan pemilik Thiong Ting." Ungkap Dian Subagio, Minggu (10/4/2022).

Diketahui Ching Bing biasanya digelar bertepatan dengan tanggal 5 April yaitu dihitung 104 hari setelah Tangcik tanggal 22 Desember atau saat sembahyang musim dingin.

Namun untuk pelaksanaannya bisa 10 hari / setengah bulan sebelum sampai sesudah tanggal 5 April, karena itulah juga sering disebut masa / bulan Ching Bing. 

"Umat Khonghucu dan masyarakat Tionghoa pada umumnya selalu melaksanakan upacara sembahyang Ching Bing dengan berziarah ke makam leluhur masing masing, maka upacara sembahyang ini juga disebut sebagai Sembahyang Sadranan. Ching artinya 

cerah, terang, maka saat bulan April pada umumnya sudah memasuk musim panas, dimana cuaca yang cerah menjadikan acara ini nyaman untuk dilaksanakan." Imbuhnya.

Disampaikan, pada masa Orde Lama saat pemerintahan Presiden Soekarno, umat Khonghucu mendapatkan empat hari libur nasional, yaitu Tahun Baru Imlek, tanggal 5 April (Ching Bing), hari Kelahiran Nabi Khongcu (27 bulan 8 Imlek) dan hari Wafat Nabi Khongcu (18 bulan 2 Imlek).

Namun ketika masa masa pemerintahan Orde Baru semua hari libur nasional tersebut sudah tidak berlaku lagi, baru pada tahun 2003, berkat perjuangan MATAKIN / umat Khonghucu oleh Megawati selaku Presiden RI saat itu Tahun baru Imlek kembali dijadikan sebagai hari libur nasional hingga saat ini.

Lahan pemakaman jaman dahulu masih luas sehingga hampir semua orang Tionghoa selalu memakamkan leluhurnya yang meninggal maka Sembahyang Ching Bing selalu dilaksanakan di pemakaman. 

Hari itu semua berziarah ke makam sehingga juga menjadi ajang reuni karena ahli waris almarhum karena mungkin ada yang tinggal diluar kota, Nabi Khongcu mengajarkan umatnya untuk selalu menghormati dan bersembahyang kepada leluhurnya.

Upacara Ching Bing di Thiong Ting dimulai dengan bersembahyang ke altar Tian, Tuhan Y.M.E dilanjutkan ke Kelenteng yaitu altar Dewa Bumi (Hok Tek Cheng Sien), lalu ke altar sembahyang umum yang diatasnya tersaji banyak masakan, buah, kue, minuman dan lainnya, dibelakang altar terpasang nama para leluhur yang didoakan, selesai upacara kertas berisi nama tersebut akan dibakar/ disempurnakan berbarengan dengan Gin Coa (uang-uangan perak). 

Untuk Ching Bing yang dilaksanakan MAKIN Surakarta ada dua altar yaitu altar umum dan altar Vegetarian, karena sebagian leluhur masyarakat Tionghoa semasa hidupnya banyak yang berpantang makan daging.