Sekda Harap Warga Peduli Sejarah Tokoh di Semarang

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin memberikan pesan kepada masyarakat lebih peduli terhadap sejarah dan tokoh-tokoh setempat.


Iswar menjelaskan, dahulu Mbah Bustam adalah seorang tokoh masyarakat, agamawan, sekaligus pemimpin Semarang pada masa itu masih dalam lingkup admisnistratif Kabupaten Semarang. Dalam kepemimpinan pemerintahan tersebut, Mbah Bustam dikenal dengan gelar Adipati Surohadi Menggolo I. 

"Selama ini hanya dikenal "Gebyuran Bustaman," hanya tahu gule Bustaman. Masya Allah, hanya seperti itukah beliau, sehingga masyarakat lupa tentang perjuangan beliau. Saya mengajak untuk yuk kita bareng-bareng lagi, nguri-uri. Seorang tokoh di Semarang yang kita lupa," kata dia saat berziarah ke makam Sayyid Abdullah Bustam atau Mbah Bustam di TPU Bergota Kota Semarang, Minggu (6/8).

Iswar menyampaikan, kegelisahan atas banyaknya masyarakat saat ini minim pengetahuan tentang kesejarahan dan ketokohan di Semarang, termasuk Mbah Bustam. 

Ia menyebut, Mbah Bustam memiliki jasa besar dalam membangun dan menata kehidupan masyarakat Semarang. Selain itu, Mbah Bustam  juga seorang wali atau waliyullah juga berpengaruh besar dalam sejarah perkembangan Islam, terutama di Semarang. 

Dia melamjutkan, nguri-uri sejarah tentang perjuangan para tokoh seperti Mbah Bustaman usaha untuk meneruskan perjuangan mereka.

Kunjungan ini bagian dari kegiatan ziarah dan bersih-bersih makam Mbah Bustam bersama pemuda Kota Semarang dalam rangka menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-78. 

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Gerkan Pemuda (GP) Ansor Kota Semarang, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Semarang, Youth Solidarity of Semarang, Yayasan Keluarga Sayyid Kramat Depok, dan Santri Ndalan Nusantara (SANDAL). 

Ketua PC GP Ansor Kota Semarang, Abdurrahman atau Gus Dora mengatakan, tidak banyak masyarakat tahu keberadaan makam Mbah Bustam. Padahal menurut Gus Dora, peran Mbah Bustam dalam sejarah Semarang sangat besar. 

Ia pun menyebut saat munculnya perjanjian Giyanti yang membagi wilayah kekuasaan Pakubuwono Solo dan Kraton Hamengkubuwono Yogyakarta.

Menurut dia, perjanjian pembagian wilayah kesultanan tersebut tidak lepas dari peran dua tokoh, yakni Mbah Bustam dan Mbah Depok yang bergelar Raden Kertoboso.

"Sehingga karena beliau (Mbah Bustam) berhasil, dibelah tugas sebagai Adipati di Semarang dengan gelar Surohadi Menggolo," kata Gus Dora.