Sejumlah Pengusaha Properti Minta Lahan Sawah Dilindungi Dibatalkan

Sejumlah pengembang atau pengusaha properti di Soloraya resah dengan penetapan kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang diberlakukan dengan SK Menteri ATR no 1589 tahun 2021.


Pasalnya kebijakan tersebut dinilai arogan dan tidak memperhatikan banyak aspek. Selain itu, aturan tersebut cenderung dipaksanakan hingga menabrak Perda RTRW di beberapa daerah.

“Banyak pengembang yang lahannya sudah resmi ijin tapi karena aturan baru LSD ini jadi hijau, kami menolak kebijakan LSD,” kata Budiyono, ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (APERNAS) Solo Raya, Jumat (17/6).

Budiyono menilai, kebijakan tersebut tidak memenuhi keempat unsur partisipasi, role of law, transportasi dan berdasar mekanisme yang benar.

 Dia menerangkan, dalam penetapan LSD hanya menggunakan foto satelit. Akibatnya, banyak pengembang tidak bisa membangun perumahan di lahan yang telah dibelinya itu.

Bahkan, ada lahan yang semula kuning untuk permukiman, menurut RTRW, tiba tiba berubah jadi hijau untuk pertanian, padahal lahan itu sudah dibangun perumahan dan habis terjual.

“Hal ini sangat merugikan investor, kami minta LSD dibatalkan saja,” ungkap Budiyono.

Penolakan juga muncul dari Bambang Sr Paguyuban Pengembang Perumahan Solo Raya, yang mengatakan kebijkan LSD rawan praktek transaksional.

"Ini berpotensi menjadi sebuah transaksional dan menyalahi konsep kemudahan berusaha yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Jokowi," kata Bambang yang juga Wakil Ketua DPD REI Jateng.

Selain terkait masalah teknis, kata Bambang selanjutnya, secara regulasi, SK Kepala BPN Nomor 1589 Tahun 2021 yang dijadikan pijakan untuk membuat peta lahan sawah dilindungi (LSD) atau lahan sawah lestari itu juga menyalahi aturan.