Salat Tarawih di Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga, Masjid Dibangun Abdi Dalem Surakarta

Bangunan kuno Madjid Kuaman Salatiga masih terjaga keasliannya.
Bangunan kuno Madjid Kuaman Salatiga masih terjaga keasliannya.

Ratusan muslim Salatiga dan berbagai daerah tetangga memadati masjid tertua di Salatiga, Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga, menunaikan ibadah salat Tarawih, Senin (4/4).


Masjid yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Kauman itu, selalu memberikan inspirasi baru, untuk mengulang datang kembali ke rumah Tuhan tersebut.

Selain untuk berburu pahala secara berjamaah, sebagian besar muslim yang datang mengaku ingin merasakan sejuknya Masjid pusat kota Salatiga itu.

Masjid Kauman menjadi tujuan masyarakat Kota Salatiga, menunaikan sholat-sholat dengan momen besar. Tak terkecuali saat bulan suci Ramadan.

Masjid yang memiliki dua pendopo dan berlantai dua tersebut, terkenal unik.

Masjid berdiri pada tahun 1247 H/ 1832 M (tertulis dalam mihrab tempat imam memimpin shalat atau bertepatan pada setelah perang Diponegoro yakni tahun 1825 M) itu, dibangun oleh Kyai Rono Sentiko/ Ki Rono Sentiko yang merupakan Abdi Ndalem Kraton Surakarta.

Sebagian besar mereka yang datang sengaja lebih memilih salat di pendopo utama, yakni dibangian depan ketimbang pendopo luar, yang merupakan bangunan baru.

"Di pendopo utama, yang sholat merasa lebih sejuk, tenang dan khusus, namun tidak berarti di pendopo kedua kita tidak mendapatkan ketenangan," kata Muh. Yunus (45), salah seorang jamaah, warga Tingkir-Salatiga.

Yang dikatakan Muh Yunus, diamini oleh puluhan jamah lainnya. Apa yang dikatakan Muh Yunus, memang benar. Di bagian pendopo yang beratapkan persegi lima atau limas itu terlihat jelas berbagai ornamen bangunan lama masjid, sengaja tetap dipertahakan. Meski terkesan lebih rendah, namun unsur islaminya lebih kental.

Menurut sebagian warga asli Salatiga yang berhasil di himpun, pendopo depan merupakan bangunan utama masjid. Bahkan, berdasarkan sejarah dahulunya, masjid itu kecil.
"Tidak sebesar dan semegah sekarang ini," ujar Nasir, Warga Sidorejo, Salatiga.

Mesjid Kauman memiliki keunikan karena di sanggah empat tiang utama berukuran besar, keasliannya masih tampak. Ukiran yang berada di bawah tiang, menunjukkan sebuah filosofi agama yang kuat.

Ketika waktunya kultum atau ceramah, jemaah salat seakan dituntun untuk selalu memperhatikan dua ruang kecil, tempat imam memimpin. Ya, ruang pertama sebagai imam memimpin sholat dan ruang kedua, persis di samping kanan ruang pertama (arah kiblat), merupakan ruang saat imam memberikan kultumnya. Unsur kejawen pun terlihat kental dari ke dua ruangan ini.

Ukiran-ukiran ala kerajaan Jawa kuno, masih menempel di bagian atap ruangan. Bahkan, kursi kultum pun, masih dibiarkan bernuasa dulu, lengkap penopangnya, layaknya seorang raja ketika memberi wejangan ke rakyatnya.

Setiap kali menggelar sholat berjamaah selalu penuh sesak, untuk itu pula, Masjid Kuaman yang berada di Jalan KH Wahid Hasyim 2 Salatiga ini, sengaja ditambah bangunan baru.

Jadilah pendopo kedua, yang lebih terkesan modern. Hingga ke bagian depan masjid. Meski tidak mirip, banguan baru ini tetap berkiblat pada pendopo utama. Ini terlihat dari empat tiang yang berada di empat titik yang sama, seperti halnya pendopo utama.

Keunikan lain dari masjid ini, yakni di bagian lantai duanya, sengaja jarang digunakan untuk sholat keseharian. Jika penuh saja, lantai dua barulah digunakan.

Tak jarang, di lantai dua juga digunakan untuk pesantren kilat anak-anak.