Saber Pungli Wonogiri Gencar Lakukan Sosialisasi

Para Pegawai Puskesmas Di Kabupaten Wonogiri Serius Mengikuti Sosialisasi Program Pencegahan Korupsi, Pengendalian Gratifikasi, Dan Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Dokumentasi/Dinas Kominfo Wonogiri
Para Pegawai Puskesmas Di Kabupaten Wonogiri Serius Mengikuti Sosialisasi Program Pencegahan Korupsi, Pengendalian Gratifikasi, Dan Penanganan Benturan Kepentingan Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Dokumentasi/Dinas Kominfo Wonogiri

Dua hari berturut-turut Unit Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kabupaten Wonogiri menggelar Sosialisasi Program Pencegahan Korupsi, Pengendalian Gratifikasi, dan Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Selasa dan Rabu (28-29/05). Acara digelar di Ruang Girimanik, Komplek Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri.


Hari pertama dihadiri oleh jajaran Puskesmas di Kabupaten Wonogiri dan empat desa yang terpilih sebagai pilot project desa antikorupsi. Sedangkan hari kedua dihadiri organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Wonogiri.

Inspektur Kabupaten Wonogiri, Mardiyanto, dalam  sambutannya menyampaikan pungli sendiri, di tataran pemerintahan, diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau pegawai negeri atau pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Pungli juga dapat dimaknai sebagai kegiatan penarikan uang yang dilakukan secara tidak sah dan melanggar hukum, yang dilakukan oleh dan untuk pribadi ataupun oknum petugas.

Menurutnya, pungli rentan terjadi di instansi atau lembaga yang menyelenggarakan pelayanan publik.

“Karena pungli rentan terjadi di kalangan penyelenggara pelayanan publik, maka pada hari ini, kami menghadirkan rekan-rekan dari jajaran puskesmas di seluruh wilayah kabupaten Wonogiri untuk dilakukan sosialisasi terkait program pencegahan korupsi, gratifikasi dan pungli,” tutur Mardiyanto.

 Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pungli. Menurut Mardiyanto, praktik pungli tidak semata-mata dilakukan oleh ASN yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan, tetapi juga bisa muncul dari masyarakat sendiri.

“Faktor mental, karakter dan kelakuan dari masyarakat yang tidak mau repot, yang menghendaki percepatan proses pelayanan sehingga memunculkan oknum-oknum yang menawarkan jaminan pelayanan secara cepat dengan ganti uang atau pembayaran di luar ketentuan yang berlaku. Ini yang biasa disebut calo,” ungkapnya.

Selain itu, diakui Mardiyanto, bahwa mekanismu pelayanan yang rumit dan berbelit-belit juga menyebabkan masyarakat enggan untuk berproses. Selain itu, faktor kultural atau budaya yang terbentuk dan dilakukan secara turun-temurun dalam instansi tersebut, keterbatasan sumber daya manusia dalam bidang pelayanan, dan lemahnya kontrol atau pengawasan atas kinerja instansi tersebut.

 “Oleh karena itu, penyederhanaan sistem dan penggunaan teknologi menjadi sangat penting dalam upaya mencegah praktik pungli ini,” imbuhnya.

Korupsi, gratifikasi, dan pungli yang kerap terjadi di kalangan masyarakat memiliki dampak negatif bagi bangsa dan negara, di antaranya menghambat pembangunan, merugikan masyarakat, kondisi ekonomi tidak stabil, serta mencemarkan nama baik pribadi maupun instansi pemerintahan terkait.

Mardiyanto berharap, dengan dilaksanakannya sosialisasi ini dapat menjadi pengingat sekaligus memutus mata rantai praktik korupsi, gratifikasi, dan pungli yang ada di masyarakat, khususnya yang mungkin dilakukan di bidang pelayanan kesehatan masyarakat.