Masih geger kasus arisan bodong lelang online bertajuk 'FLat Duos' dikelola RS, alias Maryuni Kemplink bandar utama yang hingga kini belum jelas keberadaannya, menguak sejumlah fakta menarik.
- Polres Karanganyar Diminta Usut Tuntas Laporan Terkait Dugaan Penipuan dan Penggelapan Jual Beli Kertas Senilai Rp 6,9 Miliar
- Janji Palsu Rumah Idaman, Puluhan Warga Karanganyar Diduga Tertipu Pengembang
- Kantar Indonesia Bantah Ada Kaitan dengan Aplikasi yang Beredar
Baca Juga
Salah satunya, RS atau Maryuni Kemplink diduga telah mempersiapkan diri dengan sejumlah kemungkinan tidak dapat dijerat hukum.
Dari hasil investigasi RMOLJateng serta keterangan sejumlah sumber terpercaya, salah satunya dari orang terdekat Maryuni Kemplink didapat fakta bahwa arisan 'FLat Duos' baru berjalan kurang lebih 6 bulan dikelola janda dua anak tersebut secara matang.
"Dia itu bukan orang asing dilingkungan Sarirejo sini. Bahkan hampir semua orang sini menjadi korban dia. Arisan itu baru dikelola sekitar lima dan enam bulan ini," ungkap seorang sumber berinisial V kepada Wartawan, Senin (23/8).
Cara kerja RS atau Maryuni Kemplink sengaja mencari orang-orang yang ia tempatkan sebagai koordinator/reseller. Tugas koordinator ini adalah mencari anggota sebanyak-banyaknya untuk bersedia menanamkan uang mereka.
Dalam perjalanan dua hingga tiga bulan arisan 'FLat Duos' berjalan, memang sudah ada koordinator serta anggota yang diberada di jenjang atas telah menikmati keuntungan sekitar Rp 3 juta dari uang yang 'ditanam' minimal Rp 1 juta.
"Awalnya yang menyerahkan uang dalam nominal kecil, lama-lama setelah melihat anggota yang ingin bergabung serta melihat ada koordinator yang telah menikmati hasilnya semakin banyak pula yang tergiur," papar V," 'wanti-wanti' agar identitasnya tidak dipublish.
Dengan jaringan langsung ke koordinator arisan online, para korban dengan predikat anggota tadi jelas akan menuntut ke reseller sebagai penampung uang arisan sebelum akhirnya ke bandar utama yakni RS alias Maryuni Kemplink.
Sehingga, para anggota tidak ada yang berhubungan langsung dengan RS alias Maryuni Kemplink saat penyetoran uang arisan.
"Sejauh ini belum ada anggota arisan online yang 'nyetor' ke RS langsung, sehingga kalau para anggota nuntut RS tidak bisa. Disinilah letak kecerdikan RS. Sementara, para koordinator yang dikejar-kejar anggota mereka mau nuntut RS nuntut bagaimana, seperti apa, 'wong' mereka juga ada yang sebagian menikmati hasilnya 'kok'," terangnya.
Secara matematika, lanjut dia, arisan dikelola RS alias Maryuni Kemplink dengan sistem gali lobang tutup lobang.
"Uang yang setor anggota untuk menalangi keuntungan anggota lainnya atau koordinator yang diatas. Sehingga, yang dibawa ini akan terus setor sampai jatah mereka dapat," imbuhnya.
Namun hal berbeda disampaikan Sekjen DPW APSI Jawa Tengah, Jamaludin, saat diminta tanggapannya menerangkan jika dikatakan bisa apakah tidak dalam kasus RS dijerat hukum, semua tergantung fakta peristiwa hukumnya.
"Artinya, saat penyidik melakukan penyelidikan akan mengungkap bukti kejahatan. Sehingga, proses hukum tetap bisa," tegas Jamaludin.
Jika ada kesepakatan antara owner/pengelola/bandar utama dengan anggota/koordinator, dimana persetujuan dibuat antara kedua belah pihak seperti tertera dalam Pasal 1338 KUH Perdata, dimana kesepakatan itu dibuat Undang-undang, sehingga bisa dijerat hukum Perdata.
"Secara Perdata selalu bisa, karena sifatnya adanya kesepakatan tadi," tandasnya.
Namun, jika akan menjerat secara hukum pidana bila ada satu unsur kejahatan didalamnya salah satunya pengelapan dan memperkaya diri sendiri.
"Jika ada kegiatan tindak pidana seperti penggelapan baik dilakukan owner maupun pihak lain dalam hal ini turut serta, maka muncul unsur-unsur pidananya," imbuhnya.
- Polres Karanganyar Diminta Usut Tuntas Laporan Terkait Dugaan Penipuan dan Penggelapan Jual Beli Kertas Senilai Rp 6,9 Miliar
- Janji Palsu Rumah Idaman, Puluhan Warga Karanganyar Diduga Tertipu Pengembang
- Kantar Indonesia Bantah Ada Kaitan dengan Aplikasi yang Beredar