Romo Benny Berpesan Jangan Sampai Salah Pimpin Pemilih

Staf Khusus Badan Pembinaan Idiologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan yang digelar di resto Truntum Gama Semarang. RMOL Jateng
Staf Khusus Badan Pembinaan Idiologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan yang digelar di resto Truntum Gama Semarang. RMOL Jateng

Staf Khusus Badan Pembinaan Idiologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo atau akrab disapa Romo Benny mengingatkan kepada masyarakat agar jangan sampai salah dalam memilih pemimpin, pada Pemilu 2024.


Dia mengatakan, saat ini Indonesia menghadapi persoalan tentang hukum yang seolah diabaikan. Antara lain terbaru adalah soal pelanggaran etik terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Peristiwa hukum tersebut, dijadikan sebagai pembelajaran guna mewujudkan demokrasi Indonesia ke depan agar semakin lebih baik.

“Di satu sisi pembangunan infrastruktur luar biasa, tetapi di satu sisi kita melihat ada persoalan tentang hukum yang diabaikan. Salah satunya itu (pelanggaran etik oleh Ketua MK), gunung esnya itu. Maka, demokrasi ke depan itu ya harus menjaga keseimbangan negara, pasar, dan warga. Negara itu pemerintah, pasar itu pelaku ekonomi, dan warga itu adalah publik. Jadi membangun fungsi silang ini penting. Nah demokrasi itu membutuhkan itu,” kata Romo Benny saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan digelar di resto Truntum Gama Semarang, Jumat (10/11).

Belajar dari pengalaman tersebut, maka masyarakat harus turut serta dalam upaya mengembalikan kembali pada demokrasi Pancasila disinari oleh nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan dimaksud adalah menjiwai sila kemanusiaan, persatuan, kerayatan dan keadilan. Prinsip-prinsip tersebut tidak boleh diingkari.

“Jadi dalam demokrasi itu kita akhirnya mencari bukan hanya mencari pemimpin yang terbaik, tapi menjaga yang terburuk berkuasa,” kata budayawan ini.

Benny mengatakan, untuk bisa mengembalikan demokrasi Pancasila disinari nilai ketuhanan, dibutuhkan kesadaran dari seluruh masyarakat, dan harus dilakukan bersama-sama.

Maka, pemilu mendatang dapat menjadi sarana untuk mengoreksi segala sesuatu kurang, menyempurnakan yang kurang, dan hukum harus menjadi panglima.

Romo Benny menjelaskan, dalam memilih pemimpin dibutuhkan analisa sosial tentang bagaimana rekam jejak, prestasi, capaian, kematangan psikologi, dan emosional seorang pemimpin. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat menentukan pemimpin secara lebih rasional.

“Pemimpin terbaik itu adalah pemimpin yang mampu mengayomi 1719 suku etnis. Pemimpin yang rekam jejaknya jelas-jelas menjaga keragaman, kemajuan. Dia bisa membangun komunikasi dengan bermacam-macam etnis suku itu, yang bisa merangkul,” kata Romo Benny.

Oleh sebab itu, pemimpin terbaik bukan hanya sekadar memiliki prestasi, tetapi pemimpin mempunyai rekam jejak yang mampu merasakan penderitaan rakyat. Pemimpin memperhatikan mereka kecil dan lemah.

“Yang kebijakan-kebijakannya jelas sudah terukur, teruji,. Misalnya apa yang sudah dibuat dalam mengatasi gizi buruk, memberikan kelayakan sandang, pangan, dan papan. Itu kan contoh-contoh yang konkret kan. Jadi dia sudah punya role model tentang membangun satu daerah dengan memperhatikan aspek-aspek itu,” jelasnya.