Cerminan 'keindahan' alam dibalut Kebhinekaan, perayaan Waisak di pinggang Gunung Merbabu, Desa Thekelan, Kacamatan Getasan, Kabupaten Semarang menjadi simbol kerukunan umat beragama.
- 9.000 Warga Salatiga Masih Kategori Miskin, PR untuk Yuliyanto-Haris
- Dewan Masjid Indonesia Se-Jawa Bali Minta Mukmatamar Digelar Juli
- Truk Dalmas Polres Sukoharjo Bantu Distribusi Tabung Oksigen
Baca Juga
Puncak perayaan Hari Raya Waisak 2566 BE yang jatuh tanggal 16 Mei 2022 ini, terasa hangat dan menyejukkan hati.
Bagaimana tidak. Selepas menjalankan serangkai ibadah Waisak sejak pagi buta, ratusan warga beragama lain Non Buddhis yakni Islam, Kristiani dan Katolik telah menanti untuk mengucapkan Selamat Waisak.
Menempati jalan desa sepanjang setengah kilometer, tepat di bahu kanan kiri jalan menanti umat Budha yang menanti uluran tangan umat beragama lainnya.
Ucapan Selamat Merayakan Waisak, sejuk terdengar di telinga. Diwarnai isak tangis dan peluk haru, pemandangan ini melunturkan keegoan, keangkuhan dari agama tertentu. Karena samua agama di mata Tuhan sama.
"Inilah wajah Desa kami. Keragaman beragama menjadi pemersatu warga di sini. Meski mayoritas warga Desa Thekelan bergama Budha, mendapatkan support dari warga non Buddhis dalam bentuk ucapan selamat," kata Mandar Toko agama Budha kepada wartawan saat ditemui di sela-sela halal bihalal warga.
Mandar menyebut, saling bersalaman dan mengucapkan selamat diakuinya sebagai makna sesungguhnya silahturahmi.
"Tradisi ini kami sudah pertahankan sejak 8 tahun terakhir. Bersalaman ini wujud kebersamaan sekaligus menangkal radikalisme, menghilangkan mengagung-agungkan agama tertentu,"tandasnya.
Hal senada disampaikan Stefanus Rusmin Tokoh Agama Kristen. Ia mengungkapkan, di Desa Thekelan berjarak sekitar 18 km dari pusat Kota Salatiga dan 69 km dari Kota Semarang itu salah satu jalur pendakian Merbabu yang menyimpan potensi wisata alam budaya dan tingkat toleransi yang sangat tinggi antar warganya.
Dusun terletak pada ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara berkisar antara 11°- 25°C sehingga udara tergolong sejuk itu, semakin membuat adem saat warganya pantang untuk membicarakan perihal perbedaan agama.
"Kegiatan saling mengucapkan selamat ini awal mulanya diawali kegiatan Gereja oleh Karang Taruna, memiliki ide mengucapkan Natal sekitar tahun 2012," ucap Stefanus.
Berjalannya waktu, agenda dikemas bersamaan dengan Paskah dengan Natal yang saling mengucapkan selamat.
"Dan alhamdulillah di dusun kami mengambil inisiatif, bersalaman dan mengucapkan selamat dilanjutkan dengan perayaan umat agama lain.
Akhirnya budaya ini berlanjut sampai saatnya ini," terang dia.
Ditambahkan Kadus Thekelan Supriyo, dengan kepala keluarga (KK) sebanyak 300 KK, dimana 65 persen diantaranya adalah 300 jiwa beragama Buddha.
Di tengah perayaan Waisak, momen saling mengucapkan selamat diharapkan dapat terus bertahan dan tidak luntur di tengah terjangan ekonomi global dengan perkembangan moderenisasi.
"Kami berharap, tradisi di desa kami dapat menjadi contoh bagi daerah lain," imbuhnya.
- Walikota : Semarang Kota Toleran
- Dinas PUPR Grobogan, Lakukan Pembangunan Darurat Jembatan Nambuhan
- Polres Sukoharjo Sudah Amankan 4.584 Motor Knalpot Brong Sepanjang 2023