Puncak Bonus Demografi Indonesia Sudah Tercapai, Namun Persiapan Generasi Emas Belum Maksimal

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, Saat Menghadiri Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke-31 Di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Bersama Para Pejabat Nasional dan Regional Serta Wali Kota Semarang Hevearita Gunariyanti Rahayu, Sabtu, (29/06). Istimewa
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, Saat Menghadiri Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke-31 Di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Bersama Para Pejabat Nasional dan Regional Serta Wali Kota Semarang Hevearita Gunariyanti Rahayu, Sabtu, (29/06). Istimewa

SEMARANG - Pemerintah menyatakan bahwa puncak bonus demografi telah tercapai lebih awal dari prediksi semula yang diperkirakan terjadi pada tahun 2035.


Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, saat menghadiri puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang,  Sabtu, (29/06).

Menurut Muhadjir, puncak bonus demografi Indonesia telah tercapai lebih awal dari prediksi semula yang diperkirakan pada tahun 2035. 

"Meskipun demikian, upaya untuk mewujudkan generasi emas dinilai belum maksimal. Oleh karena itu, peningkatan kualitas keluarga menjadi salah satu langkah penting dalam menyiapkan generasi yang cerdas dan kuat," kata Muhadjir.

Dia menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu bangsa. Jika keluarga baik, maka negara juga akan baik. Sebaliknya, jika keluarga rusak, maka negara akan rusak. Ini menjadi inti dari pentingnya keluarga.

Terkait masalah stunting, Muhadjir menyebutkan bahwa pada Juni ini sedang dilakukan pengukuran, penimbangan, dan intervensi stunting secara serempak di seluruh Indonesia. 

"Saat ini, 92% balita sudah ditimbang dan diukur, dan status stunting mereka sudah diketahui. Ini akan menjadi patokan kita, selain hasil Sensus Kesehatan Indonesia (SKI). Ini akan menjadi titik tolak penanganan stunting," jelasnya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa strategi penurunan stunting yang tepat saat ini adalah mengikuti strategi nasional (Stranas) dengan mengintervensi faktor sensitif dan spesifik.

Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, menegaskan komitmen pemerintah dalam mewujudkan keluarga berkualitas, yang dianggap berperan penting dalam pembangunan bangsa dan negara.

Menurut Nana, pembangunan keluarga berkualitas berkaitan erat dengan keluarga yang tenteram, mandiri, dan bahagia. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus berupaya meminimalisir kemiskinan ekstrem dan mengendalikan laju inflasi, sambil menurunkan angka stunting hingga target 14% pada tahun 2024.

"Kami juga berusaha menekan perkawinan dini, mengurangi kasus perceraian dalam keluarga, dan mengupayakan kesehatan mental masyarakat," ujarnya.

Nana juga menekankan pentingnya penanganan kesehatan mental secara pentahelix, dengan melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, media massa, dan lembaga masyarakat termasuk kelompok anak, karena kesehatan mental terkait dengan banyak faktor, salah satunya adalah keluarga dan perundungan.

"Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan keterlibatan orang tua sangat penting untuk memberikan pengasuhan yang layak pada anak. Di sinilah peran penting keluarga," kata Nana.

Nana berharap momentum Harganas ini dapat dimanfaatkan sebagai pendorong dalam pencapaian program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting di Indonesia.