- Dampak Parah Sedimentasi Waduk Mrica Banjarnegara: Kegiatan PLTA Mrica Terancam Cepat Berakhir
- Gugatan Intervensi ASMAKI Atas Gugatan PT Rimba Raya Conservation Dimulai Hari Ini
- Rayakan HUT Perhutani Ke-64, KPH Pekalongan Barat Mengajak Peningkatkan Kinerja Sehingga Sesuai Target
Baca Juga
Sejumlah pengguna jalan yang melintasi ruas jalan Desa Karangrejo menuju Pasar Wonosalam mengeluhkan adanya aroma menyengat saat melintas didepan PT SGI. Mereka menuturkan bahwa tiap kali melintas di lokasi tersebut harus menutup hidung beberapa saat agar tidak menghirup aroma tersebut.
Seorang pengguna jalan yang mengaku bernama Wawan menuturkan bahwa dirinya merasa sangat terganggu tiap kali melintas di jalan itu akibat bau menyengat yang menyesakkan dada. "Tetangga saya ada yang hampir pingsan saat sampai di rumah setelah menghirup udara di sekitar PT SGI," ujarnya.
Pria yang tinggal di Desa Ploso ini menceritakan, pada awalnya memang tersiksa dengan bau menyengat itu namun kini dia sudah merasa biasa karena jalur itu adalah rute terdekat menuju tempat kerjanya di Buyaran.
"Dari Karangsambung ke Buyaran paling pas lewat Karangrejo lebih dekat. Saya sudah bertahun-tahun lewat rute ini. Awalnya memang terganggu bau itu, tapi lama-lama terbiasa," jelasnya.
Meski demikian, dirinya masih sering menderita sesak napas dan pusing di kepala. "Gak ngerti Saya itu bau apa, tapi sepertinya aroma cat atau thiner," ujarnya.
Salah seorang warga Tegalrejo yang keberatan disebut namanya menuturkan, bahwa pabrik itu adalah pabrik tabung gas elpiji yang mulai produksi sejak awal konversi minyak tanah ke elpiji.
"Saya pernah kerja disitu tapi sudah lama dirumahkan karena usia yang sudah tidak produktif. PT SGI bikin tabung gas untuk pertamina. Diproses produksinya memang ada pengecatan. Itu yang bikin aroma menyengat karena tidak ada pengelolaan limbah gasnya. Coba bayangkan ribuan tabung gas butuh berapa banyak cat dan thinner. Bisa njenengan pirsani, atap yang tadinya berwarna putih itu kini jadi merah karena partikel cat yang menempel. Kalau dihirup tiap hari dan masuk paru-paru pastilah nempel disana," ujarnya.
Lelaki berusia 60 tahun ini menuturkan, saat berstatus karyawan di PT SGI, dirinya sering menyampaikan kepada manajemen pabrik perihal keluhan warga sekitar terhadap dampak aktivitas produksi pabrik namun tidak pernah dihiraukan. Menurut dia pihak pabrik merasa jumawa karena banyak warga yang bekerja disana.
"Bukan cuma itu, prosedur pengelolaan limbah berbahaya B3 juga tidak dilakukan sebagaimana mestiknya. Cuma ditumpuk saja dan dibuang dengan truk sampah ke tempat yang tidak jelas,” tukasnya.
Patut diduga pengelolaan limbah B3 di PT SGI tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Hingga saat ini belum ada konfirmasi yang diberikan oleh perusahaan. Sebagaimana diketahui, berdasarkan regulasi yang ada, penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupkan bagian dari pengelolaan limbah B3 yang berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan.