Pro Kontra 'Naming Right' Stasiun Semarang Tawang, Pemerhati Sejarah: Harus Ada Payung Hukum yang Jelas

Penggantian nama (naming rights) pada Stasiun Semarang Tawang yang berubah menjadi Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng sejak 5 Mei 2023 menuai pro kontra dari berbagai pihak, baik kalangan masyarakat hingga pemerhati sejarah.


Salah satu Pemerhati Sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono mengakui jika hal tersebut pasti menuai pro kontra. Pasalnya, Stasiun Semarang Tawang sudah ada sejak jaman dulu bahkan bangunannya masuk dalam benda cagar budaya. Selain itu, nama Stasiun Semarang Tawang juga sudah melekat sejak dulu.

Johanes mengaku tidak bisa mempersalahkan maupun membenarkan hal tersebut karena memang selama ini tidak ada aturan yang jelas terkait dengan penggantian nama bangunan bersejarah. Ia menyebut jika saat ini hal semacam itu memang masih menjadi hak pengelola untuk mencari sponsor. 

“Boleh dan tidak boleh itu secara hukum tidak ada aturan yang mengatakan, bahkan lokasi tersebut dengan nama itu harus paten disini misalnya Tawang itu tidak ada aturannya,” kata Johanes saat dihubungi RMOL Jateng, Selasa (6/6).

Penambahan nama “Bank Jateng” pada “Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng”, lanjut Johanes, dilihatnya sebagai salah satu bentuk perjanjian kontrak karena melakukan kerjasama. Namun, ia menyayangkan mengapa harus menambahkan nama sponsor pada penamaan stasiun.

“Kalau Bank Jateng itu saya rasa semua orang sudah tahu. Kenapa harus di nama Stasiunnya, kan bisa misalnya di rangkaian gerbongnya itu ditulis besar-besar atau di objek lainnya tapi bukan pada nama Stasiun,” tuturnya.

Ia mengakui hal seperti ini memang akan terjadi pro kontra. Mungkin dari segi bisnis, naming right ini sah-sah saja. Tapi dari sisi pemerhati sejarah, lanjutnya, pihaknya mengaku keberatan karena terkesan memaksakan sehingga terlihat aneh dan lucu.

“Kalangan pemerhati sejarah tidak setuju tapi kan pihak pengelola pasti punya argumen yang kuat karena mereka merasa mempunyai hak. Bisa saja cari sponsor tapi tidak sampai merubah nama, kan bisa gerbongnya ditempel logo Bank Jateng atau obyek lain tapi bukan mengganti nama,” bebernya.

Meski naming right ini hanya berlaku hingga kontrak kerjasama selesai pada 16 April 2026, namun penggantian nama ini diakui Johanes sangat disayangkan.

“Misalnya Tugu Monas ada sponsor dari rokok lalu namanya diganti Tugu Monas apa dan di pencarian juga jadi berubah kan jadi lucu, ini sama saja kan dengan kasus ini. Tetapi kalau lokasi seperti stadion sepak bola itu lain lagi tapi kalau seperti stasiun yang bangunan bersejarah semestinya penamaannya tidak “sekasar” itu,” paparnya.

Johanes menyarankan kepada pemangku kebijakan agar sebaiknya ada payung hukum atau aturan yang jelas terkait dengan benda-benda cagar budaya dalam hal ini naming right.

“Mungkin para pemangku kebijakan atau yang berwenang bisa membuat aturan atau payung hukum jika ada kasus seperti ini sebaiknya bagaimana, jika memang boleh seharusnya bagaimana kalau tidak boleh lalu bagaimana,” pintanya.

Dihubungi terpisah, Manager Humas KAI Daop 4 Semarang, Ixfan Hendri Wintoko membeberkan alasan adanya naming right Stasiun Semarang Tawang. Ia menerangkan sesuai dengan Warta Dinas PT KAI (Persero) pada tanggal 4 Mei 2023 ada sejumlah ketentuan yang menerangkan bahwa sesuai perjanjian antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT Berlian Promosindo pada tanggal 11 april 2023, perihal penamaan (naming rights) Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng pada Stasiun kereta api Semarang Tawang.

Sehingga berdasarkan hal tersebut maka penamaan stasiun pada aplikasi ticketing dan semua aplikasi yang bersumber dari aplikasi ticketing dilakukan penyesuaian. Meski ada penyesuaian nama, kode stasiun SMT tidak berubah meski nama Stasiun berubah dari Stasiun Semarang Tawang menjadi Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng. Ketentuan ini berlaku mulai 5 Mei 2023 hingga 16 April 2026. 

“Naming rights ini sesuai dengan ketentuan kerjasama PT KAI (Persero) dengan PT Berlian Promosindo yang ditunjuk oleh Bank Jateng sebagai mitra kerjanya,” kata Ixfan.

Kerjasama ini dilakukan karena Staisun Tawang memang merupakan aset milik PT KAI (Persero). Sehingga memang hal tersebut menjadi hak dari PT KAI (Persero).

Terkait dengan aset PT KAI (Persero), selain area didalam Staisun, Ixfan menyebut, gerbang masuk Stasiun, area parkir didepan Polder Tawang hingga gerbang keluar Stasiun, masih menjadi aset PT KAI. 

Hal ini juga yang membuat, jalan didepan Stasiun dipergunakan untuk area parkir kendaraan pengunjung stasiun dan tidak lagi dibuka untuk umum.

“Dari gerbang masuk sampe gerbang keluar dan area Polder tawang ini aset KAI. Untuk parkir sendiri di kelola oleh anak perusahaan PT KAI yakni PT KAI Service. Termasuk ada halte BRT itu ada kolaborasi integrasi transportasi dan BRT yang masuk halte akan menggunakan kartu member,” jelasnya.