Sektor pariwisata bisa dibilang paling merasakan dampak pahitnya PPKM Darurat Jawa Bali yang sudah dimulai sejak 3 Juli. Salah satu tempat wisata milik Pemerintah Kota Semarang, Semarang Zoo harus menelan pil pahit karena penutupan sementara tempat wisata yang berlokasi di perbatasan Kota Semarang tersebut.
Direktur Semarang Zoo, Khoirul Awaludin mengatakan, manajemen harus memutar otak agar operasional bisa tetap terpenuhi, meski pelayanan wisata harus ditutup. Terlebih, Semarang Zoo memiliki ratusan hewan yang harus tetap diberi makan setiap hari.
Pihaknya kemudian membuat inovasi dengan membuka program piknik virtual dan Hewan Asuh. Program ini adalah program donasi dimana para donatur bisa piknik virtual sembari memberi makan secara virtual. Nantinya pemberian makan hewan disiarkan secara live di media sosial Semarang Zoo. Sehingga para donatur bisa menyaksikan.
"Ada yang bantu transfer, kami sajikan biar live ngasih makan hewan bisa dilihat langsung oleh donatur. Itu yang bisa kami lakukan saat ini. Mau melakukan hal-hal lain susah, ditutup total, mau mendatangkan ke sini juga susah," jelas Awaludin, Kamis (15/7).
Tidak dipungkiri, biaya operasional untuk memberi makan hewan yang ada di kebun binatang cukup tinggi hingga mencapai Rp 200 juta per bulannya.
Selama PPKM, diakui Awaludin manajemen mengandalkan dana penghasilan sebelum PPKM darurat. Selain itu juga ada pengeluaran untuk gaji karyawan. Selama PPKM, sistem kerja karyawan hanya setengah hari sehingga gaji pun menyesuaikan.
"Kalau bisa cukup sampai tanggal 20 Juli saja. Mari bersama ikut aturan pemerintah biar cepat selesai," tuturnya.
Industri Rekaman
Tidak hanya sektor pariwisata yang lesu, pelaku industri seni di Kota Semarang juga turut merasakan imbas PPKM Darurat.
Adalah Antok, seorang pemilik studio rekaman yang mengaku terpuruk saat PPKM berlangsung. Bahkan dirinya mengatakan sudah banyak rekan sejawatnya yang harus menjual alat-alat rekaman demi bisa menyambung hidup.
"Sudah banyak yang jual alat. Kami menurun drastis. Saya harap pekerja seni terap diberi ruang untuk berkarya. Kalau tidak, bisa mati perlahan," beber Antok.
Bahkan adanya isu perpanjangan PPKM darurat juga membuatnya sedikit kecewa. Antok berharap, pemerintah bisa memberikan kelonggaran bagi pekerja seni seperti dirinya.
Apalagi, sambungnya, pelaku seni saat ini juga sudah mengantongi serifikat CHSE yang disarankan oleh pemerintah.
"Kemarin sebelum PPKM darurat, kita sudah terapkan CHSE, tetep sesuai prokes. Imbauan-imbauan sudah kami pasang dan tempel di studio," jelasnya.
Jika pekerja seni masih belum diberi ruang untuk kembali berkreasi, lanjut dia, akan banyak dampak yang akan muncul. Misalnya saja dia selaku pemilik studio rekaman. Selama ini, dia harus tetap merogoh kocek untuk membayar karyawan dan perawatan alat-alat. Di sisi lain, tidak ada pemasukan sama sekali.
"Artis mungkin masih dapat royalti dari digital platform, tapi kru atau studio rekaman seperti saya tidak ada penghasilan kalau artis atau band-band tidak ada job," tandasnya.