Pers Sebagai Aktor Utama Dari Ekonomi Kreatif

Juniarti Soehardjo
Juniarti Soehardjo

Para jurnalis selama ini tidak terlalu menyadari bahwa profesinya sesungguhnya termasuk di dalam kategori sub-sektor ekonomi kreatif.


Keseluruhan kategori sub-sektor ekonomi kreatif adalah pengembang permainan (games), arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film, animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan dan aplikasi (applications).

Di lihat dari penggolongan di atas, walau pun secara selintas, penggolongan sub-sektor ekonomi kreatif tidak membicarakan tentang  jurnalistik secara khusus tetapi dengan dimasukkannya televisi dan radio ke dalam 17 sub-sektor tadi justru menunjukkan pembuat penggolongan tersebut menekankan kepada media yakni melalui televisi dan radio.

Menurut perhitungan berdasarkan diagram pentahelix, dengan majunya suatu media (dalam hal ini televisi mau pun radio, baik yang terestrial mau pun platform streaming) maka suatu daerah atau negara akan mengalami perkembangan pesat.

Pemahaman ini akan dibahas di bagian akhir dari tulisan ini karena ada kaitannya dengan diagram pentahelix yang menjadi pedoman pelaksanaan pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia.

Televisi dan radio mungkin tidak tercakup secara eksplisit di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Tetapi faktanya, selama muatannya atau kontennya adalah berita, baik dalam bentuk video mau pun gambar, maka televisi dan radio tersebut akan dapat dimasukkan ke dalam kategori pers atau jurnalistik.

Untuk memperjelas kaitan televisi dan radio dengan jurnalisme adalah media yang disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 40 Tentang Pers. Televisi dan radio termasuk kategori jurnalistik yang menggunakan media elektronik yang berperan sebagai pipa distribusi hasil karya jurnalistik.

Di dalam suatu hasil karya jurnalistik dipahami bahwa gambar/foto, baik berupa foto orang mau pun pemandangan, dan dimuat di dalam konteks peliputan dan pemberitaan maka media yang mengandung gambar/foto/video tersebut adalah bagian dari produk jurnalistik.

Dan para pencipta hasil karya jurnalistik tersebut adalah bagian dari pihak yang mendapatkan perlindungan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dari berbagai rujukan hasil karya jurnalistik yang terdapat di dalam berbagai naskah dan pengaturan yang diterbitkan oleh Dewan Pers, maka dapat disimpulkan bahwa hasil karya jurnalistik adalah karya yang dapat didistribusikan melalui media cetak, media elektronik serta media daring, serta berita dalam bentuk videografis mau pun infografi.

Televisi dan radio yang memiliki segmen berita memerlukan seorang pimpinan dan tim di bidang pemberitaan. Akibatnya mereka layak dan wajib tunduk kepada semua peraturan perundangan yang mengatur bidang pers, termasuk Kode Etik Jurnalistik dengan regulator Dewan Pers.

Selain itu para pencipta hasil karya jurnalistik sudah tentu wajib pula memiliki kompetensi sebagai jurnalis, sehingga pada akhirnya, televisi dan radio memiliki rangkaian jurnalisme lengkap dengan newsroom-nya.

Pengkategorian sub-sektor ekonomi kreatif yang menggolongkan bahwa animasi dan video, serta fotografi juga penerbitan menunjukkan luasnya kemungkinan sektor jurnalisme untuk berkembang di dalam sub-sektor ekonomi kreatif.

Sesungguhnya jurnalis, redaksi dan para penggiat di bidang jurnalistik ada di garda depan untuk menggunakan peluang ekonomi digital Indonesia. Setidaknya itu yang patut diendus oleh para pemilik saham, investor di perusahaan media, juga oleh instansi eksekutif dan para pengambil keputusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan.

Seharusnya bidang ekonomi kreatif ini diberikan fasilitasi yang baik oleh Pemerintah seperti pemberian insentif perpajakan, penyediaan infrastruktur serta fasilitasi hak kekayaan intelektual.

Beberapa data yang menarik untuk dipelajari adalah bahwa per akhir 2022, terdapat 370.1 juta perangkat ponsel dan 204.7 juta pengguna internet Indonesia. Dan data ini pasti sudah berkembang per tahun 2023 akhir.

Dengan pemahaman akan besarnya kekuatan internet terhadap hidup manusia Indonesia, sebetulnya jurnalis dan perusahaan media yang bergerak di bidang daring (online) boleh mendapatkan kue ekonomi yang cukup besar.

Disebutkan di dalam presentasi Deputi Ekonomi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif bahwa potensi kontribusi Ekonomi Kreatif di Indonesia dapat mencapai porsi 20% dari ekonomi kreatif global.

Dan untuk mencapai potensi tersebut, digitalisasi ekonomi kreatif menjadi hal penting dan terutama. Potensi nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 kelak akan mencapai Rp2.285 trilyun. Sumbernya didapatkan dari https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia.

Fakta ini mungkin dapat menjadi pelecut semangat penggiat di sektor jurnalisme, utamanya para pengambil keputusan di bidang pemerintahan, baik daerah mau pun pusat. Bagi pemilik perusahaan media daring atau siber, angka-angka ini seharusnya dipandang sebagai kesempatan besar dalam berusaha.

Diperlukan suatu inovasi yang akan menjadi terobosan besar dalam sektor jurnalisme, misalnya dalam memasarkan berita dan pengembangan usaha yang kelak akan membangun perusahaan dan memberikan dividen kepada investor, penggiat dan pekerja di bidang jurnalistik.

Yang perlu diingat juga di dalam rangkaian pentahelix yang terdapat di dalam pengembangan ekonomi kreatif adalah kolaborasi di antara para aktor yang membentuk sistem ekonomi kreatif.

Di dalam ekonomi kreatif, pemangku kepentingan disebut sebagai Aktor. Hal ini untuk mempermudah implementasi dan pembangunan konsep kerja sama A-B-C-G-M yakni aktor Academia, Business, Community, Government dan Media.

Di dalam ekonomi kreatif, tugas Aktor Media adalah untuk menyebarkan berita, memberikan informasi yang terkait dengan ekonomi kreatif. Selain itu Aktor Media dapat mengangkat isyu dan informasi terkini seputar kegiatan/event yang berlangsung, menyebarluaskan data dan informasi yang mampu diakses bagi para stakeholder seperti pebisnis dan pelaku ekonomi kreatif.

Aktor Media juga merupakan wadah interaksi dari semua kolaborasi tersebut. Di atas segalanya, Aktor Media juga seharusnya mampu menggunakan posisinya sebagai wadah promosi. 

Tulisan ini bermuara di dalam banyak pertanyaan. Bagaimana menjalin kerja sama yang mampu mendorong dan menarik perkembangan ekonomi di dalam suatu ekosistem pentahelix? Bagaimana memicu potensi ekonomi yang begitu luar biasa melalui ekonomi digital? Bagaimana menjalin rangkaian ekosistem ekonomi kreatif di antara sub-sektor tersebut? Itulah yang harus mampu dijawab oleh semua Aktor yang seharusnya mulai mempelajari dan memahami perannya masing-masing.