Pengusaha Truk Tekor

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengeluhkan mahalnya tarif tol Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu, banyaknya preman yang kerap melakukan tindak kriminal pemerasan membuat pengusaha truk tekor alias rugi.


Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan, selama ini operator truk tidak be­rani melewati tol Tanjung Priok. Justru, truk lebih memilih jalan arteri untuk kegiatan distribusi kargo ke pelabuhan tersebut.

"Lihat itu Pak Menteri, coba tengok saja di atas tol itu sepi nggak ada yang melintas sementara di bawahnya jalan biasa padat kan," keluhnya kepada Menteri Per­hubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi saat peresmian Gedung Graha Aptrindo di Tanjung Priok, kemarin.

Tak cukup sampai di situ, Tarigan bahkan mengajak Men­hub melihat dan membanding­kan kondisi ruas jalan. Kepada­tan itu ditengarai tarif tol yang mencapai Rp 45 ribu per truk.

"Itu karena truk nggak mau masuk tol lantaran tarif tolnya mahal banget. Padahal jaraknya dekat. Tolonglah pak Menteri bisa mencarikan solusi keluhan para operator truk ini," tegas Tarigan.

Aptrindo meminta, Menhub segera mengatasi permasalahan itu sebab tingginya biaya tol bisa membuat pengusaha truk rugi karena otomatis mengerek ongkos produksi. "Harapannya agar tarif tol akses Pelabuhan Tanjung Priok bisa diturunkan secepatnya untuk menggairah­kan iklim bisnis logistik dan menekan kemacetan Priok," tuturnya.

Wakil Ketua Aptrindo bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman bahkan membeberkan tindak premanisme di tol akses Priok. Menurutnya, kontraktor telah membuat kesalahan dengan membangun jalan baru dan bi­ayanya dilimpahkan ke pengguna sebesar Rp 3 ribu per km.

"Nggak lama setelah itu, mun­cul orang mintain duit, mecahin kaca, atau ngerobek ban. Preman itu nggak akan bisa melenggang di sana kalau nggak ada yang nge-backup," ujar Kyat.

Menanggapi hal tersebut, Men­hub berjanji akan mengutarakan keluh kesah pengusaha truk dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab urusan tarif tol, berada di bawah kepemimpinan Basuki Hadimuljono.

"Saya sudah dengar kelu­hannya dan secepatnya saya akan bicarakan dengan instansi terkait. Itu (tarif tol) wewenang­nya Kementerian PUPR," kata pria yang akrab disapa BKS.

Budi mengaku, sejumlah per­masalahan memang kerap dia­lami pengusaha yang bergerak di bidang pengangkutan dan logistik. "Untuk mengangkut ba­rang yang cukup jauh, seringkali ditemukan kendala seperti macet dan kecelakaan," katanya.

Menurut Budi, harus ada solu­si yang tepat untuk mengatasi persoalan itu. "Maka Aptrindo mari kita pikirkan kegiatan strategis yang menguntungkan anggota," kata Budi.

Budi memberi contoh penggu­naan kapal Ro-ro untuk mengangkut truk. "Dengan itu membuat efisiensi pergerakan barang dari satu tempat ke tempat lain. Terkait safety-nya juga diperoleh," kata dia.

Budi mengatakan, selama ini Kemenhub berkoordinasi dengan Aptrindo sebagai bentuk hubungan baik antara pemerin­tah dan swasta. Budi berharap, Aptrindo mampu menaungi ang­gotanya dengan baik sehingga bisa tetap eksis dengan segala hambatan tersebut.

"Saya dengar saat ini sedang berkembang. Kalau berkembang pesat, maka logistik akan ber­manfaat,"  kata Budi.

Sementara soal dibukanya kantor baru Aptrindo, Budi menganggap hal itu merupakan kemajuan bagi suatu asosiasi. Menurut dia, asosiasi yang baik harus memiliki kemampuan manajerial internal yang baik.

"Kalau baik mengelola in­ternal manajerial, maka bisa melakukan kegiatan yang profe­sional. Maka apa yang dilakukan untuk kemaslahatan anggota bisa dilakukan dengan baik," ujar Budi.