YLKI menolak rencana pemerintah yang ingin menghapus harga Domestic Market Obligation
(DMO) batu bara dan menggantinya dengan harga internasional.
Penghapusan ini ditakutkan akan mengerek tarif listrik karena beban PLN
akan bertambah. Rakyat kena getahnya.
- Nekat Trabas Jalur Bandung-Banyuwangi Demi Hemat Biaya
- KPK Kembali Periksa Zumi Zola Dalam Kasus Gratifikasi
- Pilpres 2019, AHY Cawapres Terfavorit
Baca Juga
Selama ini DMO batu bara digunakan untuk memasok pemÂbangkit PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebagai gantiÂnya, pemerintah akan meminta industri batu bara untuk iuran dengan jumlah tertentu. Dana iuran tersebut nantinya akan dikelola oleh sebuah lembaga Badan Layanan Umum (BLU) seperti dana sawit di bawah Kementerian Keuangan (KeÂmenkeu).
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, rencana penghapusan harga DMO jika dilihat dari sisi kebijakan publik merupakan sebuah kemunduran. Selama ini harga DMO batu bara ditetapkan pemerintah, sebesar 70 dolar AS per metrik ton. Bukan berdasarÂkan harga internasional.
Jika wacana ini diterapkan, maka artinya pemerintah lebih pro kepada kepentingan segelinÂtir pengusaha batu bara daripada kepentingan masyarakat luas, yakni konsumen listrik. "Dengan wacana tersebut nantinya keuntungan eksportir batu bara akan melambung tinggi," kata Tulus dalam keterangan, di JaÂkarta, akhir pekan lalu.
Dia menilai, formulasi yang digagas Menko Maritim Luhut Panjaitan yang menganalogiÂkan sama dengan industri sawit adalah formulasi yang tidak elegan. Bahkan merendahkan PLN sebagai BUMN dengan aset terbesar di negeri ini. Bagaimana tidak merendahkan PLN, jika eksistensi dan cash flow PLN harus bergantung dari dana iuran industri batu bara.
"Formulasi macam apa ini? Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kerakusan kepentingan pasar," paparnya.
Karena itu, YLKI mendesak Menko Luhut membatalkan waÂcana tersebut, demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat pengguna lisÂtrik di Indonesia. Jangan sampai formulasi ini akhrnya malah memberatkan finansial PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PLN kepada konsumenmya.
"Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario seÂcara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen. Oleh karena itu, YLKI minta aturan ini ditolak," tukasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinada meÂnyambut baik rencana pemerintah tersebut. "Pemerintah menyadari rupiah lagi tertekan karena defisit di neraca perdaÂgangan kita. Salah satu jalanÂnya ya menggenjot ekspor," ujarnya.
Hendra mengatakan, momenÂtum tersebut tepat mengingat tren harga batu bara sedang menanjak. Hingga akhir tahun, harga batu bara diprediksi menÂcapai 100 dolar AS per ton.
Terkait dengan rencana adanya pungutan ekspor sebagai ganti dihapuskan harga DMO batu bara, Hendra mengklaim, penguÂsaha mendukungnya. Pungutan bisa diatur proporsional, berganÂtung pada besaran kalorinya.
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya mengaÂtakan, pemerintah berencana menghapus kebijakan DMO batu bara untuk mengerek kinerja ekspor Indonesia.
"Intinya kita mau cabut DMO itu seluruhnya. Jadi nanti akan diberikan apakah 2-3 dolar AS per ton, seperti sawit. Akan ada dana cadangan energi untuk meÂnyubsidi PLN," katanya, Jumat, pekan lalu.
Penghapusan DMO tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memaksimalkan ekspor batu bara supaya dapat berÂdampak positif terhadap current account defisit (CAD) IndoÂnesia.
Untuk
diketahui, pemerintah sendiri telah menetapkan kebiÂjakan DMO yang
meliputi kuota DMO 25 persen dan harga batu bara DMO untuk Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM
No. 1395 K/30/MEM/2018.
- Nekat Trabas Jalur Bandung-Banyuwangi Demi Hemat Biaya
- KPK Kembali Periksa Zumi Zola Dalam Kasus Gratifikasi
- Pilpres 2019, AHY Cawapres Terfavorit