Pencatatan akte kelahiran, pencatatan pernikahan dan dokumen lainnya bagi penghuni Panti Asuhan, termasuk administrasi pembiayaan yang muncul dalam pengurusan tersebut. menjadi isu krusial yang hingga saat ini belum bisa dipecahkan.
- 290 Pengungsi Banjir di Kota Pekalongan Masih Bertahan di Posko Pengungsian
- Penjabat Bupati Kudus Bawa Kabar Gembira, Segera Kukuhkan Masa Jabatan Kades 8 Tahun
- Tujuh Proyek Infrastruktur Batang Masuk Daftar Lelang Dini 2025, Ini Daftar Nilai HPS-nya
Baca Juga
Isu ini pula yang menjadi dasar bahasan utama dalam Forum Group Diskusi (FGD) yang digelar Yayasan Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) dengan Program Studi Demografi dan Pencatatan Sipil Sekolah Vokasi UNS, di UNS Inn Solo, Rabu (31/1).
Dalam pemaparannya, Ketua Yayasan Panti Asuhan Karuna Putra dan Putri, Sumartono Hadinoto mengaku mengalami sendiri bagaimana sulitnya mengurus surat kependudukan untuk anak-anak panti asuhan.
“Kita merasakan seperti di panti asuhan dan di PMI (Griya Lansia Bahagia dan Griya PMI Peduli-red) kalau mereka tidak punya identitas untuk mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) inikan sulit sekali. Kalau biaya hidup mungkin masih banyak orang membantu. Tapi kalau biaya medis kan susah dan tidak bisa di prediksi jumlahnya. Belum lagi kalau anak sekolah bisa dapat bantuan-bantuan Kartu Indonesia Pintar kalau tidak punya identitas kan sulit mendapat itu,” kata Sumartono.
Sumartono kembali mengatakan setiap kota atau kabupaten tidak sama prosedurnya, juga alokasi dana untuk biaya yang muncul. Untuk itu ia berharap ada solusi dari pemerintah mengenai masalah yang menurutnya sangat krusial, karena menyangkut masa depan anak bangsa.
"Inilah kendala-kendala yang harus kita cari solusinya ke depan agar sinkron antara Pemerintah Pusat dengan Kota dan Kabupaten agar lebih mudah mengeluarkan kartu identitas anak-anak di Panti Asuhan,” tegas Martono.
Sementara itu, Ketua Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) Saifullah Ma'shum menambahkan, saat ini banyak sekali keluhan yang masuk mengenai permasalahan-permasalahan di atas.
Saifullah mengaku problematika ini sebelumnya sudah cukup sering dibahas. Namun belum ada standar untuk kerapian dokumen.
“Saya ingin ini jadi pola, standar, SOP nasional. Sehingga di manapun orang ngurus kependudukan ya sama. Dalam satu negara ya satu saja SOP nya," ungkapnya.
Menyikapi keluhan ini, Kaprodi Studi D4 sarjana terapan Demografi dan Pencatatan Sipil Vokasi UNS, DR. Sri Wahyuningsih Yulianti SH. MH mengatakan FGD ini digelar dalam rangka menggali informasi terkait kepuasaan masyarakat terhadap pelayanan publik, terutama pengurus Panti Asuhan perihal masalah-masalah yang dihadapi.
"Termasuk juga biaya pernikahan dan standar pelayanan pengurusan surat-surat kewarganegaraan untuk anak-anak panti asuhan serta difabel. Kami gali informasi dari berbagai pihak dalam empat topik ini, nantinya hasilnya akan kami rekomendasikan pada pemerintah,” beber Sri Wahyuni.
Selain dinas terkait, akademisi dan mahasiswa, pada FGD ini juga hadir organisasi sosial kemasyarakatan PMS, pengelola panti asuhan di Solo Raya. Seperti Panti Asuhan Karuna Putra dan Putri, Panti Asuhan Anak Seribu Pulau, Panti Asuhan Brayat Pinuji dan Susteran di Ungaran.
- Komisi B Dorong Peningkatan Produksi Budidaya Ikan
- BKD Batang Sebut Enam Formasi PPPK Nakes Bisa Diisi Orang Luar
- Sampah Menumpuk di TPA Tanjungrejo, DPRD Kudus Pusing