Kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) kembali menjadi sorotan setelah rangkaian serangan teror terjadi dalam sepekan ini.
- Kunjungi Pengungsi Banjir Pantura, Ketua PMI: Mari Lalui Cobaan Ramadhan Yang Berat Ini Bersama
- Sopir Ngantuk, Pickap Terperosok Jurang Rembang
- Kapolda Jateng Dan Pangdam IV Diponegoro Gagas Refleksi Kemerdekaan Lewat Renungan Suci Di TMP Giri Tunggal
Baca Juga
Terakhir, pagi tadi terjadi serangan di Mapolda Riau, Pekanbaru yang menewaskan satu orang anggota kepolisian. Praktis hujatan demi hujatan kepada institusi yang dibentuk oleh Zulkifli Lubis itu mencuat di tengah masyarakat. Bahkan tuntutan untuk mengganti Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan juga mengalir deras.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik internasional Arya Sandhiyudha mengatakan bahwa kurang tepat untuk menyalahkan BIN dalam situasi ini.
"Keterbatasan peran intelijen dalam kontra-terorisme perlu hati-hati dipahami," ungkap Arya dalam pesan elektroniknya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (16/5).
Menurut lulusan Istanbul University ini, pada umumnya negara maju di dunia memiliki kebijakan kontra-terorisme internasional yang hanya fokus pada empat hal.
Yakni, pencegahan, pengejaran, perlindungan dan kesiapsiagaan. "Umumnya intelijen fokus berperan di pencegahan dan pengejaran, tapi di Indonesia pada dua fokus itupun kewenangannya belum penuh," bebernya.
Arya menilai sejak 2011, pengawasan orang asing di Tanah Air sangat lemah, sejak fungsi tersebut tidak lagi dikelola oleh lembaga dengan kapasitas intelijen memadai karena dilimpahkan ke lembaga yang hanya bersifat administratif.
Soal pengejaran, aktor keamanan nasional, termasuk intelijen diberikan kewenangan secara efektif untuk menangkap para teroris. "Kewenangan itu tidak didapatkan di Indonesia," tandasnya.
Untuk perlindungan, sambung dia kapasitas militer untuk terlibat menangani ancaman di objek vital nasional perlu dibicarakan antara TNI dan Polri.
Sedangkan untuk kesiapsiagaan memastikan bahwa negara memiliki orang-orang, lembaga dan sumber daya dengan kapasitas yang sesuai sehingga secara efektif menangkal konsekuensi serangan teroris.
"Jadi menyalahkan intelijen dalam beberapa kejadian terorisme terkini kurang tepat," tandasnya.
Masih kata Arya, intelijen paling maksimal jelas memiliki tanggung jawab peran kunci di dalam pengejaran dan pencegahan. Sementara lainnya tidak. Di dua peran itupun tidak bisa sendirian dan dalam beberapa hal secara regulasi masih terbatas.
"Jadi menyalahkan BIN sebagai koordinator intelijen nasional memang kurang tepat, karena di sisi lain banyak juga keberhasilan yang di permukaan diperankan lembaga atau aktor keamanan nasional yang lain," pungkas penerima Certificate in Terrorism Studies dari International Center for Political Violence and Terrorism Research (ICPVTR) Singapura tersebut.
- Tumpukan Palet Depan Gudang Semen Blora Terbakar, Warga Panik
- Sambut Ramadan, Lampion Ketupat dan Replika Masjid Semarakkan Kota Solo
- Mahasiswa Meninggal Dunia di Taman di Banyumanik Semarang