Pengamat: Manuver Mbak Ita Pembelajaran Kedewasaan dalam Berpolitik

Istimewa
Istimewa

Tensi politik jelang Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Semarang mulai memanas. Sejumlah bakal calon sudah gembar-gembor nyatakan psy war terhadap lawan politiknya.


Persaingan pun kian kentara setelah incumbent, Hevearita Gunaryanti Rahayu mulai bermanuver dengan kembali mengungkit soal mutasi jabatan di lingkup Pemkot Semarang.

Melihat 'gelagat' ini, Pengamat Politik Universitas Diponegoro Dr Teguh Yuwono menilai, sikap 'main terbuka' yang dilancarkan Mbak Ita, sapaan akran Hevearita Gunaryanti Rahayu sebagai langkah positif dalam sebuah demokrasi.

Menurutnya, sikap Mbak Ita, jika dilihat lebih spesifik, justru dapat menjadi suatu pembelajaran kedewasaan dalam berpolitik. 

"Mbak Ita jelas seorang politisi senior yang tahu kedewasaan dalam berpolitik. Tentu argumen disampaikan ke publik juga tidak sembarangan. Jika melihat situasi sekarang, tidak mungkin lah kalau memang beliau sengaja memancing agar situasi semakin panas," ujar Teguh. 

"Malah bisa dimaknai, tujuannya meredam ego masing-masing agar publik tidak salah melihat apa yang sebenarnya terjadi terutama soal mutasi dan rotasi jabatan di lingkungan Pemkot Semarang," tambah Dekan Fisip Undip itu, Jumat (21/6). 

Maksud dan tujuan bisa dipetik dari Mbak Ita yang terbuka soal mutasi itu, kata Teguh, bila dilihat lagi, dapat diartikan sebenarnya, agar masyarakat Kota Semarang tidak terbawa perkembangan politik pada waktu itu. 

Soalnya, sebut Teguh, masyarakat sampai sekarang melihat perseteruan diantara Ade dan Mbak Ita dibumbui "persaingan politik", istilahnya mulai memanas sejak awal sebelum waktunya. 

"Tensinya sebenarnya banyak yang sudah membaca termasuk masyarakat umum. Peta politik jelang pencalonan Pilwakot sudah terlihat, akhirnya kasus mutasi itu dilihat masyarakat seakan-akan demi dirinya, memilih "menjatuhkan lawan", padahal sebenarnya tidak ada apa-apa dan hanya mutasi jabatan lingkungan Pemkot Semarang biasa," sebutnya. 

"Dari bahasa komunikasinya seperti itu, makna terselip bisa dipahami, maksud statement untuk menunjukkan bahwa hubungan dua tokoh itu baik-baik saja. Supaya tidak disalah artikan masyarakat, berhubungan soal persaingan politik," jelas Teguh lebih spesifik.