Perobohan tembok Keraton Kartosuro menimbulkan banyak keprihatinan. Bangunan tersebut menjadi saksi perjalanan sejarah Keraton Kartosura hingga Keraton Surakarta.
- Meriahnya Karnaval HUT RI Kabupaten Batang, Marching Pring hingga Tari Babalu Hibur Ribuan Warga
- Proyek Ducting Banyak Dikeluhkan Warga, Ini Kata Kontraktor
- Pemprov Jawa Tengah Siap Antisipasi Kedatangan Pemudik
Baca Juga
Diketahui tembok tersebut adalah Cepuri, yakni rumah tinggal raja kawasan dalam keraton. Terlihat dari kedekatan dengan tembok utama.
Ketua DPPSBI (Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia) Kusumo Putro menilai, pemerintah kurang peduli dengan benda cagar budaya yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa.
"Dengan kejadian ini saya menilai Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, serta dinas terkait seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sukoharjo abai. Kemana mereka semua selama ini," tegas Kusumo kepada RMOLJateng, Minggu (24/4).
Sejak didaftarkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo, pada tanggal 27 Mei 2015, ternyata sampai detik ini belum ada SK penetapan dengan bukti nomer register sebagai cagar budaya.
"Untuk itu kita mendorong keseriusan Pemkab Sukoharjo untuk menindaklanjuti. Jangan menunggu hingga tujuh tahun. Mendesak Kementrian agar segara mengeluarkan SK dan penetapan juga memberikan nomer register kepada situs Keraton Kartosura," tandas Kusumo yang juga Ketua Forum Budaya Mataram (FBM).
Kusumo kembali tegaskan pemerintah jangan sekalipun perhitungan untuk mengeluarkan biaya demi melestarikan situs cagar budaya peninggalan nenek moyang yang menjadi identitas dan jati diri bangsa.
"Jika itu terjadi artinya maka bangsa ini telah mengalami kehancuran budaya dan menghancurkan cagar budaya itu sendiri," tegas Kusumo.
Sebelumnya Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo, Siti Laila mengatakan, Pemkab Sukoharjo memastikan sudah mendaftarkan tembok bekas Keraton Kartasura agar memiliki status cagar budaya. Dengan demikian, tembok tersebut harus tetap ditangani selayaknya benda cagar budaya (BCB).
"Ini statusnya BCB, walaupun masih dalam kajian TACB (Tim Ahli Cagar Budaya), ini penanganannya sama dengan cagar budaya," pungkas Laila.
Untuk diketahui perusakan BCB ini tersebut melanggar Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Sesuai UU Cagar Budaya, ada jeratan hukum pidana yang bisa dikenakan.
Sesuai Pasal 105, Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp5 M.
- CLA Group Rangkul Empat Pelaku Usaha Kecil di Semarang
- Bulan Dana PMI Banyumas Targetkan Rp 1,5 Miliar
- Catatkan Rekor Fantastis Tahun Ini, Muhammadiyah Kudus Sembelih Ratusan Hewan Qurban