Pemilu 2024, Konspiratif Massif dan Langgar Etika

Diskusi publik Visi Nusantara Maju, Sabtu (30/12). Foto : Fauzan
Diskusi publik Visi Nusantara Maju, Sabtu (30/12). Foto : Fauzan

Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dinilai menjadi yang paling bobrok dalam sejarah pesta demokrasi Indonesia.


Banyaknya kejanggalan dan intrik politik dalam tahapan pelaksanaannya, menjadi alasan mengapa pencoblosan yang kerap mengusung asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil) kali ini, menjadi proses demokrasi yang paling jeblok karena dinilai terlalu banyak melanggar etika politik sehingga memunculkan stigma konspiratif yang massif.

"Kita semua tahu, by data. Ada banyak  intrik kepentingan politik dalam Pemilu kali ini, mulai dari politik dinasti, temua dana asing hingga soal pelanggaran-pelanggaran kampanye, dimana hingga saat ini, ada 1.200 laporan yang belum ditindak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," kata founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi dalam diskusi publik akhir tahun bertema 'Pemilu Merosot, Demokrasi Jeblok' di Bogor, Sabtu (30/12).

Lebih lanjut, Yus, sapaan akrabnya menilai, kendati secara subtansi formal, legitimasi penyelenggaraan Pemilu tidak melanggar aturan perundang-undangan, namun secara legitimasi etik, segala intrik-intrik tersebut sangat mencederai asas demokrasi itu sendiri.

"Tentunya, kami menyayangkan hal ini terjadi. Namun apa daya, segala upaya sudah dilakukan, baik oleh kami maupun teman-teman aktivis yang lain, tapi tetap tidak digubris para pemilik kewenangan," paparnya.

Karena itu diakui Yus, satu-satu jalan yang bisa ditempuh adalah memberikan edukasi politik kepada masyarakat untuk bisa memilah dan memilih sesuai dengan pilihannya bukan atas dasar intervensi atau paksaan.

"Kami coba berikan pemikiran yang mengarah pada kewarasan berfikir kepada masyarakat. Agar kualitas Pemilu bisa benar-benar sesuai keinginan masyarakat bukan kepentingan, apalagi kepentingan yang diboncengi asing," paparnya.

Diakui Yus, keterlibatan asing dalam politik Indonesia memang tidak bisa lepas. Terlebih, secara geografis, Indonesia berada pada zona yang 'menggoda' bagi negara-negara superpower macam China dan Amerika.

"Saya bicara sesuai dengan riset yang dikeluarkan Asia Democracy Network, dimana hampir sebagian besar negara di Asia sudab dikuasai China. Dan, bukan tidak mungkin Indonesia juga masuk dalam intaian," imbuhnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Lima Indonesia, Ray Rangkuti menilai, pengawasan terhadap instrumen penyelenggaran Pemilu harus terus dilakukan untuk meminimalisir kecurangan dalam Pemilu nanti.

"Ada banyak hal yang harus menjadi perhatian kita semua. Mulai KPU yang sekarang disibukan soal surat suara rusak di Taipei hingga Bawaslu yang juga dibuat repot soal pelanggaran kampanye. Ini harus disikapi dengan baik agar proses pemilu berjalan dengan baik," singkatnya.