Penegakan hukum di Indonesia dinilai masih lemah bahkan kurang responsif terhadap kasus-kasus hukum tidak mencuat ke permukaan atau tidak viral.
- Diparkir di Depan Rumah, Mobil Warga Purbalingga Digasak Pencuri
- IPW Minta Kapolri Pecat Anggota yang Terlibat Penganiayaan di Parkiran Holywings Yogyakarta
- Diancam Senjata Api, Perempuan Batang Jadi Korban Penculikan dan Penyekapan
Baca Juga
Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Sultan Agung (Unnisula) Semarang, Rahmat Bowo Suharto mengatakan, kasus-kasus hukum tidak banyak terekspose hingga viral di masyarakat melalui media seolah tidak ada penyelesaian hukum jelas.
“Jika bicara penegakan hukum adalah keadilan, kepastian dan konsisten dalam penegakan hukum. Jika penegakan hukum tidak konsisten maka akan dirugikan adalah orang-orang yang lemah yang tidak punya kuasa,” kata Rahmat, Selasa (8/8), diskusi hukum bertajuk “Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Indonesia”.
Dia mengatakan, berbeda dengan kasus hukum viral, aparat penegak hukum (APH) sesegera mungkin menuntaskan kasus tersebut.
Hal ini membuat penegakan hukum di Indonesia masih cukup lemah dan kurang responsif ketika kasus tersebut tidak terpampang di media.
Rahmat menyebut, seharusnya penegakan hukum ditagih hingga kasus hukum tersebut tuntas sesuai dengan fakta yang ada.
Dalam penegakan hukum, lanjutnya, yang memiliki peran sentral adalah yudikatif. Pasalnya, yudikatif adalah pembuat undang-undang. Sehingga, penegakan hukum tidak boleh diskriminatif dna tidak boleh tebang pilih.
Pakar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Umi Rozah mengatakan, hal ini terjadi karena hukum di Indoensia masih merupakan alat kekuasaan bahkan masih bisa diperjualbelikan.
“Aturan yang sudah ada misalnya UU ITE banyak disalahgunakan kita harus melihat hukum untuk mensejahterakan bukan untuk menindas suatu kepentingan,” ucap Umi.
Ia melihat dari segi aparat masih memegang terpenting adanya aturan dan bekerja hanya dengan logika saja.
Ia menilai, jika aparat penegak hukum harus dibekali hal spiritual karena perkara pidana juga masih terkait dengan nasib manusia.
“Dari segi masyarakat yang maunya terima beres dan hal ini membuat hukum menjadi lemah. Dari segala hal penegakan hukum harus kompak.Hukum itu harus berdasar logika dan nurani,” tandasnya.
- Pinjaman Fiktif, Karyawan Koperasi di Gombong Kebumen Gelapkan Ratusan Juta Rupiah
- Derita Berlapis Korban Penusukan Pacar, Luka Tikam Hingga Berhenti Bekerja
- Dugaan LO Kejati Untuk Tambang Ilegal Nikel di Sulteng, MAKI Lapor Jaksa Agung