Ekonom Institute for Development of Economics and FiÂnance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara melihat, keputusan Bappebti bisa dipandang dari dua sisi. Di satu sisi, langkah tersebut dinilai positif lantaran akan menambah jumlah investor luar negeri dan domestik yang masuk.
- Tebus Murah Cabai dan Bawang Merah Seribu Rupiah dengan QRIS
- Perubahan Nomenklatur, BPR Perluas Ruang Gerak Bank Bapas 69 Magelang
- Harga Anjlok, Petani Cabai di Demak Merugi
Baca Juga
"Hal ini bisa menjadi langkah awal perkembangan cryptocurÂrency atau mata uang virtual di Indonesia," kata Bhima kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Bhima, langkah ini meniru pasar future trading Chicago, Amerika Serikat dan di Jepang. Dengan begitu, IndoÂnesia termasuk salah satu negara yang memfasilitasi perdagangan crypto.
Namun, lanjut Bhima, ada hal negatif yang harus diwaspaÂdai. Crypto sebagai komoditas cenderung fluktuatif harganya dan sulit diprediksi. Bursa berjangka dengan underlying assetnya crypto, dikhawatirkan bisa sangat bergejolak.
"Sehingga ada risiko ke sistem keuangan nantinya. Yang keÂmudian dikhawatirkan adalah apakah kemudian berdampak pada keuangan dan ekonomi dalam negeri," ujarnya.
Bhima menilai, jika keputusan Bappebti tersebut bisa dilakÂsanakan dengan baik, maka akan banyak perusahaan crypto local, seperti bitcoin, yang melakukan ICO (initial coin offering).
Bahkan, bukan tidak mungkin nantinya crypto akan digunaÂkan lebih jauh sebagai instruÂmen transaksi keuangan seperti dalam e-commerce, sistem pembayaran, maupun pinjam meminjam.
Namun Bhima mengingatkan pentingnya peran Bank IndoÂnesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal pengawasan dan regulasi.
"Jangan sampai ada crypto ilegal atau penipuan investasi atas nama cryptocurrency. Juga harus dipastikan agar transaksi crypto tidak mengandung unsur money laundry, tax evasion atau transaksi kriminal lainnya," tuturnya.
Terpisah, Direktur Riset CenÂter of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter AbÂdullah Redjalam berpendapat, dari sisi komoditas, memang Bappebti bisa saja memberikan izinnya. Namun aturannya harus jelas, legalisasi cryptocurrrency seperti bitcoin hanya terbatas pada komoditas perdagangan, bukan sebagai alat pembayaran atau transaksi.
"Nantinya orang boleh memÂperjualbelikan bitcoin, khususÂnya di bursa komoditas. Dalam konteks ini, saya kira tidak ada dampak signifikan, terhadap mata uang nilai tukar rupiah dan juga sistem pembayaran," tutur Piter kepada Rakyat Merdeka.
Terlebih hingga kini, samÂbung Piter, sikap dan imbauan BI sebagai regulator sistem pembayaran, sudah jelas di mana bitcoin dan sejenisnya bukan alat pembayaran yang diakui di Tanah Air.
"Dan masyarakat tidak boleh menggunakannya di Indonesia. Kita wajib menggunakan ruÂpiah," katanya.
Dalam kaitannya dengan leÂgalitas Crypto sebagai komodiÂtas perdagangan, Piter bilang, hal itu perlu sekali disosialisasiÂkan kepada masyarakat risiko memperjualbelikannya.
"Cari informasi sebanyak-banyaknya sebelum melakukan jual beli. Tujuannya agar tidak mengalami kerugian nantinya. Sebab nanti siapa yang akan bertanggung jawab? Juga mengantisipasi, jangan sampai penjualan Crypto melenceng menjadi alat pembayaran," saran Piter. ***
- Emak-Emak Serbu Bazar Ramadan, Hitungan Menit, Baju Murah Ludes!
- Disdag Semarang Sebut Bawang Juga Ikut Melonjak
- Operasi Pasar Minyak Goreng Digelar Serentak di Tujuh Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah