Posisi Indonesia dalam lanskap industri petrokimia, ternyata masih sebatas pasar bagi produsen petrokimia asing dan berkontribusi bagi tingginya impor. Hal itu menjadikan industri ini menjadi pos yang terus membobol neraca perdagangan.
Kondisi itu membuat PT Pertamina (Persero) tak tinggal diam. Industri petrokimia menjadi industri strategis yang diincar Pertamina untuk mengembangkan bisnisnya di masa depan. Hal ini dilakukan karena besarnya peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia yang mencapai Rp40 triliun-Rp50 triliun.
Setelah mengakuisisi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) pada akhir tahun 2019, Pertamina melalui Subholding Refining & Petrokimia, PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) tancap gas menyiapkan pembangunan fasilitas produksi olefin dan aromatik di Kawasan TPPI, Kabupaten Tuban Jawa Timur. Kilang tersebut ditargetkan menjadi penghasil Petrokimia Terbesar di Asia Tenggara.
Sebagai pengolahan Petrokimia, Kilang TPPI berpotensi menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic. Namun, juga dapat menghasilkan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Premium, Pertamax, elpiji, solar, kerosene.
TPPI saat ini tengah memproses pembangunan fasilitas produksi Olefin dan Aromatik atau dikenal dengan Olefin Complex Development Project (OCDP) di kawasan kilang TPPI, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Di TPPI, terdapat dua proyek pengembangan dan pembangunan yang saat ini sedang dilaksanakan Pertamina.
Pertama, proyek Revamping Aromatic yang akan meningkatkan produksi petrokimia berupa Paraxylene dari 600 ribu ton menjadi 780 ribu ton per tahun yang ditargetkan selesai pada tahun 2022. Kedua, Proyek New Olefin yang mencakup pembangunan Naphtha Cracker, termasuk unit-unit downstream dengan produk Polyethylene (PE) sebesar 1 juta ton per tahun dan Polypropylene (PP) 600 ribu ton per tahun yang ditargetkan selesai pada tahun 2024.
Melalui Subholding Refinery & Petrochemical mengundang secara terbuka perusahaan kelas dunia yang berpengalaman dalam pembangunan Olefin dan Petrokimia untuk menjadi mitra strategis dalam mewujudkan fasilitas Produksi Olefin dan Aromatik di Tanah Air.
Awal September 2021, panitia telah mengumumkan hasil tender berdasarkan tahapan dan proses sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam dokumen Tender serta Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa yang berlaku di Pertamina. Ke depan, proses akan dilanjutkan hingga proyek pembangunan kilang Olefin TPPI dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan rencana terkini.
"Seluruh proses tender pengembangan kilang TPPI telah dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur pengadaan yang berlaku dan tidak ada intervensi dari pihak luar," ujar Ifki Sukarya, Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical, Senin (20/9/2021), yang dikutip dari laman Pertamina.com.
Untuk mengembangkan bisnis petrokimia, Pertamina memaksimalkan upaya pembangunan area kilang PT TPPI, sebagai salah satu pusat industri petrokimia yang terintegrasi dengan kilang nasional.
Presiden Joko Widodo menilai, pengelolaan kilang TPPI di bawah Pertamina akan berpotensi menciptakan penghematan devisa negara hingga 4,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp56 triliun. Karenanya, pengelolaan kawasan pabrik Petrokimia TPPI akan berkontribusi menciptakan ketahanan energi melalui substitusi produk petrokimia impor. Hal tersebut memiliki nilai penting dalam menghadapi tantangan negara Indonesia selama beberapa dekade terakhir.
Tren Bisnis Masa Depan
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pembangunan komplek industri Petrokimia ini akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis perseroan, karena sesuai dengan tren bisnis masa depan.
“Restrukturisasi Tuban Petro sebagai bagian dari kilang Pertamina mengutamakan aspek fleksibilitas (flexibility), di mana mode kilang bisa beralih baik mode petrokimia ataupun migas. Hal ini membuat produksi kilang dapat menyesuaikan dengan permintaan pada saat beroperasi,” ujar Nicke.
Dalam rencana strategis (renstra) Kementerian Perindustrian 2020-2024, salah satu prioritasnya ialah pengembangan daya saing industri petrokimia. Pemerintah kemudian mendukung kerja sama antara PT Pertamina (Persero), melalui anak perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, yang pada 25 Agustus 2021 lalu, menandatangani head of agreement (HoA), bersepakat kerja sama mengembangkan industri petrokimia di Indonesia.
Pilihan Pertamina pada Chandra Asri bukan tanpa sebab, pasalnya, PT Chandra Asri telah punya jejak rekam panjang, dan menjadi salah satu produsen petrokimia terbesar di Indonesia. Kerja sama itu diharapkan akan memperkuat bisnis hulu Pertamina di petrokimia yang kini telah memiliki Tuban Petro, dengan share hingga 80 persen.
Nicke Widyawati menyatakan, kedua perusahaan diharapkan dapat bekerja bersama menambal defisit kebutuhan petrokimia di dalam negeri. Selain itu, tambahnya, keduanya juga dapat mengambil peluang dalam bisnis hilir petrokimia dalam negeri. “Hal ini sesuai arahan Presiden guna mendorong pembangunan pabrik yang menghasilkan import substitution,” ujar Nicke.
Menurut catatan Kementerian Perindustrian, nilai impor petrokimia mencapai USD20 milliar atau Rp284 triliun pada 2019. Masalah ini oleh Presiden Jokowi sudah diingatkan berkali-kali, dan petrokimia pun disebut sebagai salah satu sektor yang melakukan impor bahan baku. Harapannya, Indonesia tidak lagi melakukan impor petrokimia dalam kurun waktu 4-5 tahun mendatang. Sejumlah kebijakan pun sudah diberikan termasuk insentif pajak, seperti tax allowance dan tax holiday.
“Impor kita di petrokimia masih besar. Kita harapkan investasi, penanaman modal yang terus-menerus di bidang ini harus kita berikan ruang. Bila terpenuhi, impor bahan petrokimia bisa berhenti, bahkan bisa ekspor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Akuisisi Pertamina hingga 96 persen terhadap TPPI juga diproyesikan mampu menggenjot produksi petrokimia dalam negeri hingga 80% dari kapasitas TPPI. Operasional kilangnya bisa memproses 100.000 barel per hari (bph) kondensat dan/atau nafta, sekaligus memproduksi 61.000 bph premium, 10.000 bph HOMC 92 (Pertamax), 11.500 bph solar, dan LPG 480 metrik ton per hari.
Produk Bitumen Pertamina
Dalam industri petrokimia, Pertamina menguasai pangsa pasar khusus untuk Bitumen atau aspal, yang diproduksi di Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Kilang ini merupakan salah satu dari 7 jajaran unit pengolahan di tanah air, yang memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 348.000 barrel per hari, dan terlengkap fasilitasnya.
Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34 persen kebutuhan BBM nasional atau 60 persen kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu, kilang ini merupakan satu-satunya kilang di tanah air saat ini yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di tanah air.
Produk petrokimia Pertamina, yakni Bitumen atau aspal yang diproduksi Refinery Unit (RU) IV Cilacap. / foto: PT Pertamina Patra Niaga JBT.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugraha mengatakan, Pertamina menguasai 60 persen pangsa pasar aspal nasional, di mana kebutuhan aspal di dalam negeri saat ini 1,3 juta metric ton (MT), namun akibat pandemi berada pada kisaran 800 ribu MT. Kapasitas produksi Bitumen Pertamina mencapai 600 ribu MT per tahun. Bitumen Pertamina disuplai dari RU IV Cilacap, Bitumen Plant Gresik, Terminal Aspal Curah Pangkalan Susu, dan Terminal Aspal Curah Dumai.
Untuk produk aromatic Olefin, kapasitas produksi Pertamina tercatat sekitar 1,5 juta MT per tahun, dan sekitar 60 ribu MT untuk ekspor. Produk Special Chemical sekitar 700 ribu MT, dan 300 ribu MT diekspor.
‘’Pertamina terus berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar yang ada di Indonesia dan harapannya ke depan dapat merebut volume produk yang dikuasai oleh kompetitor, sesuai dengan program Pertamina yaitu Go Petchem yang berkomitmen untuk meningkatkan penjualan produk Petrokimia,’’ ujar Brasto.
Langkah strategis Pertamina untuk mengakuisisi PT TPPI, diharapkan dapat membebaskan Indonesia dari serbuan produk petrokimia asing, namun juga sekaligus merebut pangsa pasar industri ini di Tanah Air, dan menjadikannya tuan di negeri sendiri.
- Dirut Pertamina Bakal Pimpin Langsung Pembenahan Tata Kelola Migas
- Pertamina Kenalkan Pertamax Green 95, Bensin Nabati Berkualitas Pertama di Indonesia