Merasa Dicurangi Koperasi Syariah, Utang Warga Pekalongan ini Membengkak Rp3 Miliar

Warga Kabupaten Pekalongan, Ronipan (34) sebuah lembaga keuangan syariah di Kota Pekalongan melalui merasa dicurangi. Sudah mencicil hingga Rp1 Miliar, tapi angka kredit justru terus melonjak hingga Rp4,1 Miliar.


"Selama masa angsuran ini enggak pernah dikasih namanya kuitansi pembayaran atau kuitansi cicilan angsuran tidak pernah itu pun saya minta ke pihak sana enggak pernah dikasih," katanya saat ditemui, Kamis (1/6).

Kronologi jeratan utang lembaga koperasi syariah di Kota Pekalongan itu berawal pada 2017. Saat itu pihaknya meminjam Rp1,7 Miliar untuk usaha kavling dalam tempo enam bulan lalu diperpanjang dan seterusnya.

Ronipan menjaminkan sertifikat hak milik 28 bidang kapling miliknya sebagai agunan. Ia selalu mengangsur meski kadang agak terlambat.

"Angsuran itu saya mencicil dari nominal Rp100 juta terus Rp270 juta, terusan banyaklah, itu apa terhitung kurang lebih Rp1 miliar. Lebih malah," ucapnya.

Pelunasan itu dibuktikan dengan penarikan sertifikat hak milik yang diagunkan. Total ada delapan sertifikat yang sudah kembali dan masih tersisa 20 sertifikat.

Saat hendak akad kredit kedua, ia menanyakan sisa pinjaman yang harus dibayarnya. Ronipan kaget, karena pinjamannya tidak berkurang sama sekali.

"Cuma giliran pas waktu saya tanyakan mau di akad kedua ini kok hutang saya masih tetap di angka Rp1,7 miliar, makanya ini yang saya merasa tercurangi," jelasnya.

Ia berkali-kali menanyakan rincian kredit, tapi pimpinan lembaga keuangan syariah itu selalu menghindar. Beberapa kali ke kantor koperasi syariah, tapi pimpinan selalu beralasan keluar.

Karena sudah tidak kuat, kakak berinisiatif mengambil alih kreditnya. Ada dua penjamin saat proses pengambil alihan.

"Kok pas akad (pengambil alihan) nominal berubah lagi menjadi Rp2,3 Miliar. Padahal waktunya ini enggak terlalu jauh pas waktu saya ngecek. Dari Rp1,7 miliar menjadi Rp2,3 miliar itu hanya dua Minggu," jelasnya.

Proses pengambilalihan itu pun tidak disertai penjelasan terjadi selisih Rp600 juta. Seiring berjalannya waktu, kakaknya serta pihak keluarga juga ingin menutup utangnya. Bukannya ditemui di kantor, pimpinan lembaga keuangan syariah itu justru meminta bertemu di luar.

Hal yang membuat kaget dirinya adalah pelunasan senilai nominal Rp3,1 miliar. Itupun baru kavling ruko, belum yang lain.

"Kalau mau dilunasi semuanya harus menjadi Rp4,1 miliar. Tapi itu hanya lisan," ucap Ronipan.

Sulitnya mendapat informasi sebenarnya tentang jumlah utang, membuatnya meminta pendampingan hukum. Tujuannya hanya untuk mendapat kejelasan rincian utang yang dianggapnya tidak masuk akal.

Ia didampingi LBH Adhyaksa Putra yaitu Zainudin dan Didik Pramono. Keduanya mendampingi untuk menyelesaikan tanggungannya.

"Kami akan mendampingi semua proses dari klien kami. Intinya usaha kami hanya untuk mencari kejelasan rincian utang itu," kata Zainudin.