Menunggu Sikap Prabowo Pilih Cawapres Antara Demokrat Dan PKS

Pertemuan-pertemuan elite partai koalisi Prabowo Subianto intens dilakukan akhir-akhir ini, terlebih setelah Partai Demokrat menyatakan bergabung. Setelah pertemuan antar ketua umum, malam tadi para sekjen partai koalisi Prabowo menggelar pertemuan di Kemang, Jakarta Selatan.


Namun, masuknya Demokrat membuat PKS yang menjadi koalisi setia Partai Gerindra semakin ngotot kursi cawapres tidak diberikan kader parpol lain. Terlebih, jika Gerindra dan Demokrat hanya berdua saja berkoalisi tetap bisa mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2019.

"Saya kira, sudah cukup jelas bahwa Demokrat dan Gerindra berkoalisi, dan keduanya memiliki persyaratan kursi DPR yang cukup untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres. Tinggal apakah PKS dan PAN tetap bergabung atau tidak tergantung kesepakatan yang mereka bangun, terutama soal cawapres Prabowo dan peran masing-masing partai dalam koalisi," kata Djayadi Hanan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (2/8).

Partai Gerindra memiliki kursi di parlemen sebesar 11,81 persen, sedangkan Partai Demokrat memiliki kursi sebesar 10,19 persen. Sementara syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Direktur Ekselutif di Saiful Mujani Research & Cunsulting (SMRC) ini menambahkan, untuk menghindari perpecahan maka Demokrat bisa tidak memaksakan kader mudanya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dipasangkan dengan Prabowo.

"PKS mungkin mengambil sikap tak bergabung bila cawapres tidak dari PKS. Demokrat mungkin memainkan peran minimal bila AHY tidak dijadikan cawapres," ujar dia.

Walaupun, ia memandang cawapres yang tengah didorong baik dari PKS ataupun Demokrat untuk mendampingi Prabowo memiliki peluang yang sama.

"Prabowo-Salim (Salim Segaf Al-Jufri), Prabowo-AHY tampaknya masih sama kuat peluangnya," tandasnya.