Menkomdigi Bisa Pelajari Solusi Praktis Sri Lanka Dalam Pelindungan Anak-Anak Sambil Menunggu Produk Legislatif

Ilustrasi Giat Monitoring Kegiatan Di Jagad Maya. Dokumentasi
Ilustrasi Giat Monitoring Kegiatan Di Jagad Maya. Dokumentasi

Jakarta - Saat menyusun peraturan pelindungan bagi anak-anak dari kejahatan di dunia maya, Indonesia memiliki ahli-ahli hukum yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Tetapi tidak ada salahnya untuk mempelajari apa yang telah disusun dan dipraktekkan di negara sahabat.


Salah satu negara yang memiliki pengaturan pelindungan terhadap anak-anak adalah Sri Lanka.

Sri Lanka, negeri yang dikenal sebagai Negeri Alengka Dirja tempat Raja Rahwana bertahta dalam dunia pewayangan di Indonesia, adalah suatu negara yang memiliki pengaturan perlindungan anak-anak yang ketat.

Penulisan tentang patok batas pelindungan di dunia maya kasus Australia dapat dibaca pada tautan berikut:

Menkomdigi Meutya Hafid Perlu Pelajari Kasus Australia Tentang Pengaturan Usia Perusahaan Media Sosial 

Dalam hierarki pengaturan, Sri Lanka memiliki Undang-undang Keamanan Daring (Online Safety Act atau sering disingkat OAS). Undang-undang ini disahkan pada 2 Februari 2024 dan dimaksudkan unuk mengendalikan kejahatan siber termasuk pelecehan anak-anak dan pencurian data.

Redaktur RMOLJawaTengah berhasil mendapatkan pendapat seorang dosen dan peneliti Universitas Colombo dari Sri Lanka dalam menulis fitur liputan pada Kamis (27/02) ini.

Pakar TIK Channuka Wattegama mengatakan bahwa meski diperlukan pengaturan ketat untuk melindungi kaum yang rentan di negara itu, berbagai pertimbangan perlu diangkat dalam mengatur perkara pelindungan dengan kebebasan berpendapat dan berpekspresi. Ia menekankan pada pentingnya penyusunan undang-undang dengan cara terbuka (transparan) dengan metoda pembuatan kebijakan dan peraturan yang menjamin keamanan sekaligus kemerdekaan berpendapat.

Wattegama seorang Direktur dari Information and Communication Technology Agency (ICTA) Sri Lanka mengkritik soal penyusunan, dan selanjutnya pengesahan, dari (Rancangan) Undang-undang Keamanan Daring (Online Safety Act - OAS) yang tidak mengundang partisipasi publik secara terbuka dan lengkap dengan berbagai pengambil keputusan di bidang keamanan dan pengamanan internet.  

Tujuan OAS adalah untuk melindungan warganegara Sri Lanka dari komunikasi di dalam jaringan (online), memastikan integritas dunia kehakiman, mencegah penyalahgunaan akun media sosial dan bot, serta menghentikan platform media sosial yang sering menyiarkan pernyataan yang terlarang.

Namun, dengan suatu plot twist, secara tak terduga ternyata banyak pihak yang menolak OAS karena menganggap Undang-undang ini hanya cara pemerintah untuk menekan kebebasan berekspresi dan kritik terhadap pemerintah. Permintaan agar undang-undang ini direvisi atau dibatalkan sudah semakin santer disuarakan dengan dasar alasan Hak Asasi Manusia.

Tetapi di sisi lain, pelajaran yang dapat diambil dari benchmarking (patok batas) di Sri Lanka adalah fakta Sri Lanka dapat memulai pelindungan terhadap anak-anak dengan program yang digelar pada 1 Oktober 2024 lalu. Sri Lanka telah melakukan terobosan melalui fitur jasa yang disematkan di dalam jasa kepada pelanggannya, Dialog Suraksha Tag.

Tag atau gelang bernama Dialog Suraksha Tag ini disediakan oleh operator telekomunikasi terbesar di Sri Lanka. Dialog memiliki pelanggan sebanyak 16.680.385 per Juni 2024. Dari sekian banyak pelanggannya, 15.192.245 di antaranya adalah pelanggan prabayar, dan 1.488.140 adalah pascabayar. Total populasi Sri Lanka adalah 21.9 juta dengan penduduk terpadat berdiam di ibu kotanya Colombo yang memiliki populasi 2.46 juta pada tahun 2023. 

Dialog Suraksha Tag ini dirancang untuk membantu orang tua dan wali anak-anak dalam memonitor dan melindungi kegiatan anak-anak di bawah umur baik dalam kegiatan di dunia maya mau pun dunia fisik.

Fitur penting dari Gelang Dialog Suraksha ini adalah perlengkapan bagi orang tua yang mampu memblokir laman-laman yang dianggap tidak aman serta membatasi waktu berselancar di dunia maya. Berikutnya adalah kemampuan memonitor secara langsung (real-time location tracking) yang memungkinkan para orang tua untuk mengetahui keberadaan anak mereka saat itu juga secara aktual. Tag ini adalah suatu gawai yang bisa dipergunakan oleh anak-anak dan karenanya orang tua dapat melacak keberadaan anak-anak dengan teknologi 4G dan GPS. Fitur ini mencakup juga tombol SOS (permintaan tolong dalam kondisi mendesak), notifikasi pengantaran dan penjemputan serta rekaman sejarah yang bisa diputar ulang.

Gelang Dialog Suraksha dibanderol pada harga LKR19,990 (sekitar USD70) per tahunnya atau sekitar LKR2,253.80 (kurang lebih USD8) per bulannya. Orang tua dapat mengaktivasi jasa tersebut melalui akun mereka di Dialog mau pun melalui aplikasi seluler TeDi Fleet.

Faktanya adalah bahwa secara umum pelindungan anak-anak melalui peralatan yang disematkan pada jasa seluler itu tidak terlalu terkenal bahkan tidak disukai.

Survei yang diadakan oleh Centre for Policy Alternatives pada November 2023 menunjukkan ada dua tren di Sri Lanka yakni terbatasnya pemahaman publik tentang kejahatan di dunia maya, dan meningkatnya ancaman yang dialami di dunia dalam jaringan (online).

Dari responden yang menjawab, diketahui hanya 28.4% dari warga Sri Lanka yang mengetahui bahwa ada Rancangan Undang-Undang Keselamatan Dalam Jaringan (Online Safety Bill). Dari angka sekecil itu pun, sekitar 71.1% menganggap bahwa keberadaan pengaturan pelindungan warga itu hanya memperbesar kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak pemerintah.

Tingkat pelaporan menunjukkan tren meningkat yang mencemaskan. Pada tahun 2023 keluhan dan laporan kepada pihak yang berwenang menunjukkan ada sekitar 8.000 keluhan yang berkaitan dengan kejahatan di internet telah dilaporkan kepada penegak hukum. Sementara lebih dari 100.000 citra tak senonoh perempuan dan anak-anak bebas beredar di dunia media sosial yang ada.

Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Meutya Hafid dapat mempelajari kemungkinan penggunaan teknologi dari Sri Lanka yang penduduknya memiliki karakteristik mirip dengan Indonesia.

Sambil menunggu perkembangan penyusunan peraturan perundangan untuk melindungan anak-anak di dunia maya mungkin Indonesia perlu pertimbangkan penggunaan teknologi dalam memonitor kegiatan anak-anak di jagad maya. Baik peraturan menteri mau pun peraturan pemerintah apalagi undang-undang akan memakan waktu yang cukup lama dan mengharuskan pemerintah mengundang semua stakeholders dalam pembahasan dan penyusunannya.

Rencana Menkomdigi Indonesia pembatasan kegiatan internet dapat dibaca pada tautan berikut:

Meutya Hafid Rencanakan Pembatasan Akun Media Bagi Anak Di Bawah Umur

Apabila melihat patok batas yang dilakukan di Australia, maka dapat dikatakan setiap platform utama media sosial memiliki batas-batas umur yang berbeda-beda, dan karenanya membuat pengendalian dan monitoring kegiatan anak-anak di bawah umur, lebih rumit.