Mengukir Asa Di Selembar Kulit Kerbau

Dukuh Butuh Desa Sidowarno Klaten resmi dikukuhkan PT Astra Internasional sebagai Kampung Berseri Astra (KBA). Dukuh yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Grogol, Sukoharjo ini, mampu mengalahkan desa sentra pembuat gamelan berskala Nasionaldan Internasional, yaitu Wirun, Mojolaban, Sukoharjo.


Pengukuhan dilakukan langsung oleh Team Leader Environmental & Social Responsibility, PT Astra International, Agah Gumelar. Menurut Agah Gumelar ada empat konsep mengapa suatu daerah dinyatakan layak masuk Kampung Berseri Astra. Keempat konsep itu harus mengusung empat konsep pengembangan yang mengintegrasikan empat pilar, yaitu Pendidikan, Kewirausahaan, Lingkungan dan Kesehatan.

Harapannya, melalui KBA, masyarakat dan perusahaan dapat berkolaborasi mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas dan produktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah KBA. Dan hasil survai Astra menunjukkan Dukuh Butuh memenuhi  keempat konsep yang ditetapkan PT Astra Internasional.

"Kita ingin mengangkat di sisi budayanya. Sehingga menjadi destinasi wisata yang didatangi para turis. Sehingga melalui KBA ini, usaha masyarakat bisa lebih maju lagi," papar Agum saat pengukuhan Kampung Berseri Astra belum lama ini.

Untuk melihat keberhasilan program KBA, ungkap Agah, akan dilakukan evaluasi rutin tiap tahun. Pihaknya menargetkan, potensi yang ada dapat berkembang dalam 2 - 3 tahun ke depan sehingga masyarakat dapat ikut merasakan manfaatnya.

"Kita berharap, dalam 3 tahun Dukuh Butuh sudah maju, menjadi percontohan dan kebanggaan," ujarnya.

Rasa penasaran pun menghinggapi

Potensi besar apa yang dimiliki Dukuh Butuh hingga masuk kedalam Kampung Berseri Astra. Bahkan mampu menyingkirkan Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo yang telah sudah terkenal pembuatan gamelannya.

Saat tiba di Desa Sidowarno, suasana begitu sepi. Tak ada satupun warga yang melintas. Meski tak ada satupun warga yang saat itu Rmoljateng jumpai, namun tak begitu sulit untuk menuju ke Dukuh Butuh. Sepanjang jalan menuju ke Dukuh Butuh, banyak plang penunjuk jalan yang terpasang rapi di pinggir jalan desa. Hingga akhirnya RMOLJateng tiba di Dukuh yang dituju, yaitu dukuh Butuh.

Setibanya di gapura masuk Dukuh Butuh, sama seperti dijalan masuk desa, di gapura Dukuh Butuh inipun terpasang bagan dusun. Dimana di bagan yang terpasang itu, begitu jelas zona-zona home industri. Ada zona home industri, pembuatan kaligrafi, pembuatan wayang kulit, juga industri manik-manik dan bordir.  Lokasi pembuatan wayang kulit inilah yang dituju

Setelah memahami denah bagan zona home industri, Rmoljateng pun kembali melanjutkan perjalanan. Begitu masuk ke pemukiman warga, di teras rumah terlihat warga tengah sibuk dengan aktifitasnya

"Siang ibu maaf mengganggu sedikit. Lagi bikin apa bu, hiasan wayang kulit," tanya RMOLJateng pada seorang perempuan yang tengah sibuk memasang manik di atas lembaran kain.

"Bukan mbak, ini lagi buat hiasan manik. Mbaknya mau ketempat wayang, biar saya antarkan," jelas perempuan yang ternyata bernama Warsinih.

Akhirnya RMOLJateng diantarkan ke rumah Pendi pengrajin wayang kulit. Saat tiba di rumah Fendi, diteras rumah ada seorang perempuan yang ternyata orang tua Pendi dan keponakan Pendi.

"Perkenalkan saya Pendi, lengkapnya Pendi Istakanudin. Maaf, saya tadi ketiduran didalam, mari silahkan duduk," ujar Pendi mengawali pembicaraan.

Pendi menjelaskan bila di dusunnya ini ada sekitar 70 pengrajin wayang kulit. Sisannya ada yang membuat hiasan manik, kaligrafi dan juga bordir. Diakui oleh Pendi, home industri wayang kulit di Dusun Butuh ini pun terancam tidak berkembang. Dari tahun ketahun, jumlah pengrajin pembuatan wayang kulit pun tidak bertambah namun justru berkurang.

Menurut Pendi, tak bertambahnya pengrajin pembuatan wayang di desannya ini bukan disebabkan sepinnya pembeli. Tetapi karena

faktor dari masyarakatnya sendiri yang enggan menekuni kerajinan pembuatan wayang.  Mereka lebih memilih bekerja di pabrik yang banyak berdiri di seputaran desa Butuh.   

"Tadi itu, banyak yang merantau ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Pokoknya keluar dari desa. Tapi sejak banyak pabrik berdiri yang merantau sedikit. Kebanyakan kerja di pabrik sekitar sini," jelas Pendi sambil tangannya menunjuk beberapa pabrik  yang terlihat jelas dari tempat tinggalnya.  

Awalnya, Pendi pun sama mengaku sama dengan pemuda dusunnya. Meskipun, orang tuannya tak mengharuskan dirinya merantau, namun

Pendi tak mau membantu usaha orang tuannya yang pengrajin wayang kulit. Pendi lebih memilih bekerja di pabrik bila lulus sekolah. Empat tahun lamannya Pendi bekerja di pabrik hingga akhirnya hatinya tergerak melanjutkan usaha orang tuanya menjadi pengrajin wayang kulit.

Meskipun keputusannya itu awalnya cukup berat. Pasalnya, banyak godaan dari teman-temannya untuk tetap di pabrik dibandingkan menjadi pengrajin pembuatan wayang kulit.

"Ayah saya itu generasi kedua dari keluarga saya membuat wayang. Kalau di dusun ini, pembuatan wayang kulit pertama kali pada tahun tahun 1965. Tadinya hanya beberapa orang saja yang membuat wayang. Kemudian terus berkembang dan sampai sekarang banyak warga yang tak kerja di luar desa menjadikan wayang sebagai mata pencariannya," terangnya.

Saat sudah terjun menjadi pengrajin pembuatan wayang kulit inilah, Pendi menjadi paham, mengapa orang di dusunnya ini tak mau menjadi pengrajin pembuatan wayang kulit. Selain banyak yang kesulitan mencari bahan bakunya berupa kulit kerbau, proses pengerjaannya juga memakan waktu lama. Sedangkan penjualannya wayang itu sendiri juga membutuhkan waktu.

"Perlu ketrampilan, kesabaran dan ketekunan dan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan karya wayang," tandasnya.

Disamping itu bagian lain yang juga sulit adalah bagaimana memunculkan rasa seni saat membuat wayang. Percuma kalau rasa seni itu tak muncul, soalnya nanti hasilnya kurang memuaskan.

Atas dasar itulah, Pendi selalu membuat wayang-wayang kulit miliknya ini dengan rasa cinta terhadap wayang. Hingga saat ini, belum ada satupun yang membeli wayang kulit ditempatnya yang komplain karena wayang buatannya jelek hasilnya.

Pendi mengaku dirinya memiliki impian besar untuk bisa melestarikan pembuatan kerajinan wayang yang semakin tergerus jaman. Budaya menonton pertunjukan wayang sidah mulai memudar. Digantikan dengan pertunjukan modern. Jika pertunjukan wayang semakin sulit berkembang secara otomatis industri kerajinan pembuatan wayang juga semakin hilang. 

"Karena pesanan terbesar dan terbanyak adalah dari para dalang. Setidaknya mereka membutuhkan banyak cadangan tokoh pewayangan untuk pertunjukannya," tutur Pendi.

Kendala terbesar di dunia kerajinan wayang kulit  bukan masalah modal ataupun pemasaran. Meski menurutnya dua hal tersebut juga sangat berpengaruh. Namun yang paling utama adalah mencari regenerasi pengrajin wayang kulit.  Hal itu sangat susah dilakukan.  Dan salah satu upaya yang dilakukan saat ini dirinya mencoba memberikan pelatihan sejak usia dini bagi anak-anak di sekitar lingkungannya.  

Mereka diajarkan untuk menatah kulit kerbau, untuk awalnya diajarkan menatah yang paling gampang dan ukuran besar. Sayang kebanyakan dari anak-anak tersebut sering merasa bosan berkutat dengan rutinitas menatah wayang.  

Sadar akan kondisi tersebut, Pendi mencari cara bagaimana agar warga didusunnya ini tertarik akan dunia pembuatan wayang. Hingga akhirnya berdasarkan informasi dari teman sekampungnya yang bekerja di Astra, Pendi pun mencoba mendapatkan CSR dari Astra agar bisa masuk didalam Kampung Berseri Astra (KBA).

Mulailah Pendi berusaha keras agar dusunnya ini bisa masuk kedalam program tersebut. Apalagi Pendi sadar saingan dusunnya agar bisa lolos dalam program tersebut. Menyadari lawan beratnya adalah Desa pembuat Gamelan berskala Internasional, Pendi tetap bermimpi  untuk bisa menang.  Dirinya juga bersyukur ada pihak-pihak yang peduli dengan dunia pewayangan, yang memiliki visi ingin membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Bersama Kelompok Usaha Bersama (Kube) pengrajin wayang kulit, akhirnya Bandi berhasil meyakinkan bila dusunya itu layak menjadi Kampung Berseri Astra. Hingga akhirnya setelah empat kali di survai, akhirnya dusun kami masuk kedalam Kampung Berseri Astra.

"Alhamdulillah, sejak itulah, pelan tapi pasti, banyak pemuda didusun ini yang mulai belajar membuat wayang. Tapi baru belajar loh, belum berani untuk menjadi pengrajin. Tapi itu sudah baiklah, dari pada tidak," ungkapnya.

Diakui oleh Pendi, sejak terpilih masuk kedalam Kampung berseri Astra, bantuan pembinaan dari Astra pun didapatkannya. Pelan namun pasti, industri pembuatan wayang di Dukuh butuh ini mulai bergairah. Banyak pesanan wayang kulit yang berdatangan.

Diakui Pendi, butuh perjuangan untuk bisa memasarkan wayang kulit. Sebab, pemesan wayang kulit itupun jumlahnya masih sedikit. Menurutnya meski di tempatnya juga banyak pengrajin pembuatan wayang kulit, namun tak ada sedikitpun rasa persaingan sesama pengrajin.

Justru sebaliknya, saling membantu diantara pengrajin akan timbul saat salah satu pengrajin memenangkan suatu tender pembuatan wayang.

Selain batas waktu pengerjaan sangat singkat, hanya tiga bulan harus selesai. Jumlah wayang kulitnya itu sendiri mencapai 150 - 250 buah wayang untuk satu kotak. Jadi semisal saya ikut tender dan pengrajin lainnya pun juga ikut tender pembuatan wayang.

"Soal siapapun yang menang, pasti yang lainnya juga akan kebagian. Karena untuk mengerjakan satu kotak berisi penuh wayang itu harus banyak orang.

Saya kebagian bikin tokoh wayang siapa, dan pengrajin lainnya juga gitu," ungkapnya.    

Sementara itu Kepala Desa Sidowarno, Suwarno menyambut positif program KBA dari Astra Grup. Pihaknya berharap, program ini bisa meningkatkan kesejahteraan dan mendorong potensi masyarakat.

"Melalui program ini, kami berharap agar industri wayang yang merupakan salah satu mata pencarian pokok warga kami bisa maju pesat," pungkasnya.