Hari lepas hari kesadaran gaya hidup nol sampah menjadi trend di tengah masyarakat perkotaan. Pilah sampah dimulai dari rumah diyakini mampu merawat masa depan.
- Sambut Tahun Baru, PPI Batang Bagikan Sembako
- DPU Kota Semarang Mulai Bangun Taman Bubakan
- Munas PPMKI, Gibran Ikut Konvoi Kendaraan Kuno
Baca Juga
“Saya melakukan ini (memilah sampah dan edukasi ke masyarakat) tidak semata-mata uang karena harganya tidak tinggi. Tapi kami ikhlas mengerjakan sesuai ajaran agama serta turut menjaga lingkungan,” ujar Sekretaris II Pengurus TPS 3R Kampung Pilah Sampah Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, Nur Indarti kepada RMOL Jateng terkait alasan terjun mengelola sampah, Minggu (12/2).
TPS 3R merupakan kepanjangan dari Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle terletak di Kampung Pilah Sampah. Didirikan sejak 19 September 2021 didukung oleh Pemerintah Kota Semarang.
Pemkot mendorong kampung tematik ini dengan pengadaan bangunan serta sarana prasarana mengangkut sampah. Sedangkan, untuk pengambilan sampah kering dilakukan tiap hari Minggu. Adapun, pengambilan sampah basah dilaksanakan setiap hari.
Salah anggota pengelola TPS 3R Kampung Pilah Sampah di Kelurahan Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Minggu (12/2), sedang mengangkut sampah plastik ke dalam gerobak motor yang bersumber dari sampah warga sekitar. RMOL Jateng
Akhir pekan kemarin, Nur dan enam pengurus lain sedang menyortir sampah kering dari warga. Sebagai penyortir tetap adalah Unwah, Mardiyah dan Rubiah. Warga lain yakni Agus Prayitno pengangkut sampah dari rumah warga ke TPS 3 R. Mereka adalah warga setempat dari berbagai RT (rukun tetangga) kampung tersebut.
Ada yang mengumpulkan tutup botol, melepaskan label hingga memilah jenis botol. Masing-masing barang bekas ini memiliki nilai rupiah tidak sebanding usahanya.
Harga tertinggi untuk kaleng alumunium seperti minuman kemasan dengan harga Rp12.000/ kg. Tutup botol dibandrol Rp3.300/ kg dan botol kemasan plastik Rp3.300/ kg. Mereka bisa membutuhkan waktu hingga sore hari saat memilah jika volume sampah banyak.
“Edukasi ke warga terus menerus kami lakukan dan sedikit demi sedikit mulai terasa dampaknya yaitu warga tidak lagi membuang sampah ke sungai atau pantai,” kata dia.
Kelurahan tersebut bersinggungan dengan Pantai Mangunharjo Kota Semarang. Lambat laun sampah-sampah akan berujung ke laut. Warga memiliki kebiasaan memilih membuang sampah ke pantai dengan alasan praktis.
“Harus ekstra sabar menghadapi warga. Mereka berpikir daripada buang-buang tenaga masukin sampah ke karung lebih cepat ‘dilempar’ ke bantaran sungai. Padahal kebiasaan ini akan menyusahkan nelayan,” terang Sekretaris Pengurus TPS 3R Kampung Mangkang I Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, Agus Solahudin.
Dia dan pengurus lainnya sadar jalan yang ditempuh ‘sunyi’ sekaligus perjuangan sosial. Tak dipingkuri, tak banyak warga mau meluangkan waktu berjibaku dengan sampah rumah tangga. Meski begitu, mereka tak lelah menggugah kesadaran warga untuk memilah sampah.
“Kami pernah menerima (sampah) tusuk sate yang malah melukai tangan pengurus, ada juga yang membuang pampers dewasa,” ujarnya terbahak.
Berlatar pengalaman tersebut, para pengurus semakin aktif dalam mengkategorikan jenis-jenis sampah masuk kategori kering. Pengurus terus mengajak warga mau memasukkan sampah ke karung sesuai jenisnya.
“Tanpa kita sadari tindakan ini akan menjadi kebiasaan. Seperti saya kalau ada acara di kantor membawa kardus bekas makanan, botol kemasan kosong. Di jalan juga begitu, misalnya ada botol kosong juga risih,” terang Agus.
Kehadiran TPS 3R menjadi langkah konkrit untuk memilah dan menangani sampah perkotaan sejak dari sumber. Dia pun berharap fasilitas di TPS 3R semakin lengkap. Meliputi memiliki tambahan kontainer, bangunan layak untuk memilah dan ruang kantor untuk administrasi serta sarana kebersihan lebih layak. Dalam hal ini, pihak lain terketuk turut berpartisipasi dalam bentuk corporate social responsibility (CSR).
“Segala urusan administrasi di rumah saya karena keterbatasan tempat. Kami ingin memanfaatkan lahan yang masih tersisa dengan maksimal,” sahut Bendahara Pengurus TPS 3R Kampung Mangkang Kulon Kecamatan Tugu Kota Semarang, Mulyono.
Mulyono berharap langkah kecil bersama rekan dapat memberikan sumbangsih terhadap bumi.
"Lebih mencintai lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis tinggi,” kata dia.
Di sisi lain, kesadaran warga terus meningkat setiap hari. Menanamkan sikap mencintai lingkungan dapat menular ke lingkup keluarga, kerja maupun di tempat lain.
“Pemangku wilayah turut berperan menggugah kesadaran masyarakat tentang pilah sampah dari rumah sehingga dampaknya makin besar untuk diwariskan ke generasi mendatang," ujarnya penuh harap.
Bangun Kesadaran Lewat Semarang Wegah Nyampah
Upaya Pemerintah Kota Semarang menjaga kelestarian bumi ditempuh melalui program “Semarang Wegah Nyampah”. Gerakan ini memiliki aksi nyata mencakup mengurangi, memilah dan mengolah sampah.
Ajakan ini mengundang semua pihak turut serta mulai dari ASN, swasta, sekolah, retail, perkantoran, pasar dan masyarakat umum.
“Salah satu kegiatan komunikasi mendorong dan mengedukasi masyarat lebih peduli serta melakukan pengurangan sampah,” ungkap Founder Semarang Wegah Nyampah, Siswo Purnomo, S.S, belum lama ini.
Meningkatnya produksi sampah dari 1.200 ton per hari menjadi 1.400 ton per hari juga menjadi salah satu pendorong lahirnya program ini. Perkembangan zaman berdampak pula pada gaya hidup mengakibatkan masyarakat menjadi lebih praktis.
Perubahan gaya hidup dimaksud di antaranya menggunakan aplikasi pesan antar makanan, belanja menghasilkan banyak sampah dari kantong plastik, sedotan, sterofoam, sendok plastik.
Melalui program Semarang Wagah Nyampah diharapkan mampu mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai di supermarket, swalayan, retail di Kota Semarang. Tak hanya itu, diharapkan setiap pihak dapat menolak penggunaan plastik sekali pakai agar terwujud Semarang nol sampah.
Di lain sisi, masyarakat masih minim pengetahuan tentang pengelolaan sampah. Di samping itu, belum terangkutnya seluruh sampah berdampak pada penumpukan memicu pencemaran lingkungan dan membawa penyakit bagi masyarakat disekitarnya.
“Masih adanya swalayan dan supermarket yang memberikan kantong plastik padahal telah terbit Peraturan Wali Kota No. 27 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Penggunaan Plastik,” kata dia.
Gerakan ini mendukung sekaligus menyosialisasikan Perwal No. 27 tahun 2019 tentang Pengendalian Penggunaan Sampah Plastik perlu tersampaikan dan didukung baik oleh seluruh stakeholder.
Adapun tujuan lain Semarang Wegah Nyampah adalah menginformasikan fakta-fakta mengenai sampah serta kondisi eksisting di kota ini.
“Membangun kesadaran masyarakat tentang upaya pengendalian sampah serta mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan plastik dan barang-barang sekali pakai,” harap dia.
Ajakan berulang juga bertujuan untuk membangun mindset, kepedulian, kebiasaan dan partisipasi aktif seluruh pihak untuk melakukan upaya pengurangan dan pengelolaan sampah aktivitas sehari-hari.
Berbagai jenis sosialisasi yang dilakukan dalam program Semarang Wegah Nyampah meliputi kampanye di media sosial, peluncuran, edukasi dan kampanye di kantor pemerintah, swalayan dan pasar tradisional.
“Saat itu kami membagikan tumbler dan totebag. Kami juga melakukan sosialisasi di radio, media online dan perguruan tinggi,” kata dia.
Berbagai pelatihan sudah digelar meliputi workshop pengelolaan sisa jelangah menjadi sabun dan lilin.
- Puluhan Ribu Warga Batang Laksanakan Salat Idul Adha
- Tasyakuran Peresmian Kantor Baru IWO Kota Tegal, Ketua IWO: Jaga Marwah Organisasi
- Imbas Jembatan Jurug B Ditutup Kemacetan Mulai Mengular