Memahami Politik Dan Ekonomi Kirgizstan

T Hari Prihatono. Istimewa
T Hari Prihatono. Istimewa

Kirgizstan (Kyrgyzstan) adalah sebuah negara di Asia Tengah dengan luas sekitar 199.951 Km2 yang terkurung daratan dan pegunungan. Hanya ada sekitar 3,6% wilayah Kirgizstan berupa perairan. Kirgizstan berbatasan dengan Kazakhstan di sebelah utara, Tiongkok di timur, Uzbekistan di barat, dan Tajikistan di barat daya. Adapun ibu kota Kirgizstan adalah Bishkek dengan populasi saat ini sekitar 7 jutaan.

Istilah Kyrgyz diyakini berasal dari kata Turki yang berarti empat puluh. Hal ini mengacu pada 40 klan dari Manas, pahlawan legendaris yang pada abad ke-9 bersatu dengan 40 klan Uyghur yang mendominasi sebagian dari Asia Tengah (termasuk Kirgizstan), Mongolia, Rusia, dan Tiongkok.

Kirgizstan mencatat sejarah sangat panjang. Suku Kyrgyz mencapai ekspansi terbesar setelah mengalahkan Uyghur Khaganate pada 840 M. Namun dari abad ke-10 suku Kyrgyz bermigrasi sejauh kisaran Pegunungan Tian Shan, di sebelah utara Gurun Taklamakan di perbatasan Kirgizstan, Kazakhstan, dan Tiongkok. Suku Kyrgyz mempertahankan dominasinya atas wilayah ini hingga sekitar 200 tahun sebelum pada akhirnya bermigrasi ke selatan, ke daerah Altai dan Pegunungan Sayan akibat dari ekspansi Kekaisaran Mongol pada abad ke-12.

Suku Kyrgyz tercatat beberapa kali mengalami peperangan dahsyat untuk mempertahankan dominasinya di wilayah Altai dan Pegunungan Sayan dari Kekaisaran Mongol Oirats (Oird/Eleuth) pada abad ke-17. Kemudian pada abad ke-18 kembali suku Kyrgyz diserbu oleh Dinasti Qing. Dan terakhir pada abad ke-19 diserbu oleh Uzbek Khanate Kokand. Pada akhir abad ke-19 akhirnya wilayah dominasi suku Kyrgyz, yang kemudian dikenal sebagai Kirgizstan, diambilalih Kekaisaran Rusia. Dan pada tahun 1876 secara resmi Kirgizstan dimasukkan dalam wilayah Kekaisaran Rusia. Kemudian sejak  tahun 1919 sejarah kekuasaan Uni Soviet atas Kirgizstan dimulai dengan didirikannya Kara-Kirghiz Autonomous Oblast pada tahun 1924.

Semasa Uni Soviet berada dalam kepemimpinan Josef Stalin tahun 1920-1953, literasi sangat meningkat di Kirgizstan. Bahasa sastra standar diperkenalkan dengan memberlakukan bahasa Rusia pada masyarakat Kirgizstan, walau beberapa aspek budaya Kirgiz tetap dipertahankan. Karena secara historis Kirgizstan berada di persimpangan beberapa peradaban besar, yakni sebagai bagian dari Jalur Sutra serta rute komersial dan budaya dunia.

Dinamika Politik dan Keamanan Kirgizstan

Pada Oktober 1990 Pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, mengangkat Askar Akayev yang berasal dari keluarga buruh tani kolektif di Kirgizstan utara sebagai Presiden Kirgizstan untuk meredan kerusuhan di Osh Oblast, daerah selatan Kirgizstan. Secara bersamaan, di tahun itu gerakan demokratik Kirgizstan (KDM, Kirgizstan Democratic Movement) telah berkembang menjadi kekuatan politik yang signifikan dan mendapatkan dukungan dari mayoritas anggota parlemen. Sehingga pada bulan Desember di tahun yang sama Gorbachev menginisiasi terbentuknya Republik Kirgizstan. Kemudian pada bulan Februari 1991 nama ibu kota Kirgizstan diubah dari Frunze menjadi Bishkek.

Dalam referendum pelestarian Uni Soviet pada Maret 1991, mayoritas pemilih menyetujui usulan untuk mempertahankan Uni Soviet sebagai federasi baru dengan suara sebesar 88,7%. Hasil ini mendapatkan penolakan dari kelompok separatis yang mendorong kemerdekaan Kirgizstan pada awal bulan Agustus tahun yang sama.

Bersamaan saat Komite Darurat Negara (Gang of Eight, kelompok delapan) menguasai Moskow pada 19 Agustus 1991 ada upaya untuk menggulingkan Akayev di Kirgizstan. Upaya ini gagal dan berujung Akayev mengumunkan pengunduran dirinya dari Partai Komunis Uni Soviet yang kemudian diikuti oleh seluruh biro dan sekretariatnya. Langkah Akayev ini mendapatkan dukungan dari Supreme Soviet yang kemudian menginisiasinya mendeklarasikan kemerdekaan Kirgizstan dari Uni Soviet pada 31 Agustus 1991.

Langkah progresif Akayev ini juga mendapatkan dukungan dari komunitas bisnis dan ekonomi serta mayoritas rakyat Kirgizstan. Hal ini terbukti saat dilakukan pemilihan suara langsung pada Oktober 1991, Akayev terpilih sebagai Presiden Republik Independen Kirgizstan dengan perolehan suara lebih dari 95%. Dan pasca terpilihnya Akayev sebagai presiden, Kirgizstan bersama tujuh negara lain yang juga baru memerdekakan diri dari Uni Soviet mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi Baru.

Setelah kemerdekaannya, Kirgizstan resmi menjadi negara yang berdaulat serta telah memiliki pemerintahan definitif. Namun, konflik etnis terus terjadi. Negeri ini juga sering dilanda gejolak ekonomi akibat konflik partai politik, terjadinya pemberontakan di dalam negeri, hingga seringnya pemerintahan transisi.

Tercatat pada tahun 2005 terjadi pemberontakan rakyat yang dikenal sebagai Revolusi Tulip, yang terjadi pasca pemilihan anggota parlemen pada Maret 2005. Gerakan ini memaksa Akayev mengundurkan diri pada 4 April 2005. Kemudian kelompok oposisi membentuk koalisi dan pemerintahan baru di bawah Presiden Kurmanbek Bakiyev dan Perdana Menteri Felix Kulov.

Pasca tergulingnya Akayev, situasi politik Kirgizstan semakin tidak stabil. Berbagai kelompok dan faksi-faksi yang diduga terkait dengan kejahatan terorganisir (organized crime) mulai beraksi berebut kekuasaaan. Pada periode Maret hingga Mei 2005 seluruh anggota parlemen yang terpilih melalui Pemilu pada Maret 2005, dibunuh.

Presiden Bakiyev sempat mampu mengendalikan situasi politik dan keamaanan dalam negeri Kirgizstan sepanjang periode 2005 hingga 2010 sebelum terjadi demontrasi besar-besaran yang berujung kerusuhan massa pada 6 April 2010 di Kota Talas. Demontrasi dan kerusuhan ini kemudian menyebar hingga ke Bishkek sebagai gerakan anti korupsi dan menolak peningkatan biaya hidup. Dalam demontrasi ini, massa menyerang kantor-kantor pemerintah, tak terkecuali kantor Presiden Bakiyev, stasiun radio dan televisi milik pemerintah.

Dalam situasi chaos tersebut, Presiden Bakiyev memberlakukan keadaan darurat pada 7 April 2010 serta memerintahkan polisi dan aparat keamanan lainnya melakukan penangkapan terhadap para pemimpin demonstrasi dan kaum oposisi. Namun, keputusan Bakiyev ini justru menyebabkan situasi makin tidak terkendali. Tercatat sejumlah orang tewas dan luka-luka dalam peristiwa ini. Akibat peristiwa itu, pada tanggal 13 April 2010 Presiden Bakiyev menyatakan mengundurkan diri.

Pasca mundurnya Presiden Bakiyev, muncul pemerintahan transisi baru yang dipimpin oleh mantan Menteri Luar Negeri Roza Otunbayeva. Namun belum lagi Otunbayeva mampu sepenuhnya mengendalikan situasi politik, pada tanggal 11 Juni 2010 terjadi perselisihan etnik antara etnis Uzbek dan Kirgiz di Osh, kota terbesar kedua di Kirgizstan selatan. Hanya dalam waktu singkat bentrokan ini menyebar hampir ke seluruh kota dan menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengalami luka. Akibat situasi yang semakin tidak terkendali dan kerusuhan yang semakin menyebar ke beberapa wilayah lain, pemerintah akhirnya memberlakukan keadaan darurat di seluruh wilayah selatan Kirgizstan.

Pada tanggal 14 Juni 2010 situasi mulai dapat terkendali dan Osh sudah relatif tenang, walau di beberapa tempat secara sporadik masih terjadi bentrokan-bentrokan kecil. Selanjutnya pemerintahan Otunbayeva membentuk komisi khusus untuk menyelidiki penyebab kerusuhan ini. Bahkan Presiden Otunbayeva juga menyetujui dibentuknya komisi internasional untuk menyelidiki peristiwa ini secara obyektif.

Pasca kerusuhan di Osh itu pemerintah Kirgizstan mulai berbenah diri. Militer Kirgizstan mulai membangun kerja sama dengan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, bersamaan dengan itu juga mulai mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan Angkatan Bersenjata Rusia. Bahkan kerja sama dengan Rusia ini juga mencakup rencana modernisasi persenjataan dan latihan militer bersama Rusia-Kirgizstan. Kerja sama di bidang intelijen dan keamanan juga dikembangkan, termasuk operasi penjaga perbatasan secara bersama.

Perekonomian Kirgizstan

Terlepas dari dinamika politik di dalam negeri, pasca deklarasi kemerdekaanya, Kirgizstan tercatat aktif sebagai anggota dari CIS (organisasi persemakmuran negara-negara merdeka), EEU (Eurasian Economic Union), CSTO (organisasi perjanjian keamanan kolektif), SCO (organisasi kerja sama Shanghai), WTO (organisasi perdagangan dunia), Dewan Turki, Komunitas TURKSOY (organisasi internasional kebudayaan Turki), PBB (perserikitan bangsa-bangsa), serta OSCE (organisasi untuk keamanan dan kerja sama di Eropa).

Dengan kemerdekaannya, Kirgizstan juga aktif melakukan diplomasi politik dan ekonomi guna mendapatkan dukungan keuangan internasional. Namun, walau kemudian mendapatkan dukungan pinjaman keuangan dari Barat, termasuk dari Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Bank Dunia (WB), nampaknya Kirgizstan mengalami kesuitan serius di bidang keuangan pasca kemerdekaannya. Hal ini akibat dari pecahnya blok perdagangan Uni Soviet yang selama ini menopangnya.

Untuk mengatasi kondisi ini, pemerintah Kirgizstan melakukan pengurangan pengeluaran dan memperkenalkan pajak pertambahan nilai dalam rangka melakukan stabilisasi ekonomi. Melalui stabilisasi ekonomi dan reformasi, pemerintah berusaha untuk membangun pola pertumbuhan yang konsisten untuk jangka panjang.

Upaya pemerintah Kirgizstan yang progresif dalam melaksanakan reformasi pasar ini membuahkan hasil. Negara kecil dan bergunung yang mengandalkan ekonominya dari sektor pertanian ini akhirnya berhasil keluar dari ancaman keruntuhan ekonominya. Inflasi yang pada tahun 1994 berkisar 88% dapat ditekan hingga 15% pada tahun 1997 seiring meningkatnya produksi pertanian dan pertenakan utama mereka, seperti gandum, kentang, gula bit, kapas, wol, tembangkau, buah-buahan, daging sapi dan daging domba. Kirgizstan juga berhasil mengekspor kapas, wol, daging, emas, merkuri, dan uranium.

Perekonomian Kirgizstan ditopang oleh kekayaan alam yang cukup melimpah, seperti mineral, hasil hutan, padang rumput yang luas, serta lahan pertanian yang subur. Sektor pertanian dan peternakan menjadi tulang punggung perekonomian Kirgizstan dengan produk utama berupa kapas, tembakau, wol, dan daging. Produk penting lainnya adalah gandum, susu, jerami, pakan ternak, jagung, kacang kedelai, aprikot, kentang, biji-bijian, sayuran, bawang merah, wortel, kubis, jelai, tomat, mentimun, semangka, apel, dan bit gula. Adapun produk dari hutan adalah kenari.

Pesan Dari Kirgizstan

Dalam kondisi politik dan ekonomi Indonesia, yang kadangkala juga mengalami kontraksi, secara keseluruhan kondisi Indonesia jauh lebih baik daripada Kirgizstan. Namun, dari Kirgizstan ini kita juga bisa belajar untuk bagaimana senantiasa berusaha bangkit dan tumbuh menjadi bangsa besar dan maju yang pantang menyerah dalam kondisi bagaimana pun.

Saat ini pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan kebijakan otonomi daerah yang telah diundangkan sejak tahun 1999 secara optimal. Kebijakan otonomi daerah ini pada dasarnya merupakan transfer prinsip-prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan maupun budaya politik yang diharapkan mampu menjadi stimulus perubahan bagi percepatan pembanguan yang merata dan berkeadilan.

Melalui prinsip demokrasi, penyelenggaraan pemerintahan di daerah diharapkan akan lebih akuntabel dan profesional karena melibatkan peran serta masyarakat secara luas baik dalam menentukan pemimpin melalui pemilihan kepala daerah maupun pelaksanaan program pemerintah di daerah. Dengan otonomi daerah masyarakat juga dapat mengambil peran aktif turut merumuskan kebijakan yang akan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan dan masa depan mereka bersama.

Hari Prihatono, Peneliti Senior PARA Syndicate, Jakarta. Direktur Eksekutif PROPATRIA Institute 1999-2014