Selepas waktu dhuhur, jalanan Dusun Drojogan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, tampak lengang. Dusun Drojogan ini ternyata lebih populer sebagai "Kampoeng Kaos".
- Gerakan Pangan Murah, Wujud Dukungan Bagi Petani
- Pj Bupati Banjarnegara Soroti Potensi Durian di Desa Gembongan Sigaluh
- BUMD Grobogan Bakal Dapatkan Kucuran Dana Rp 4,95 Miliar
Baca Juga
Sebutan 'Kampoeng Kaos" itu tidak lepas dari kiprah sosok Muchamad Sodik (38). Bermula dari perjuangan dia merintis usaha sablon setelah lulus SMA Negeri 1 Salaman pada 2002.
Sodik mengawali usaha percetakannya dengan produk berupa kartu nama dan undangan. Lalu merambah membuat spanduk, hingga kaos dengan sistem sablon.
Berbekal kartu nama atas namanya sendiri, Sodik menawarkan jasa sablon secara door to door di lingkungan kantor dan sekolah. Termasuk promosi melalui telepon genggam.
"Di awal mengerjakan pesanan tidak ada keuntungan. Balik modal saja sudah cukup," ujarnya, ditemui di ruang tamu rumah tinggalnya, Rabu (11/10).
Pengalaman itu justru memotivasi Sodik untuk terus mengasah ketrampilannya. Kesempatan mengikuti kursus nyablon di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Salaman, pertengahan September 2002, tidak dia sia-siakan.
Seiring perjalanan waktu, pesanan kian deras mengalir hingga Sodik kewalahan. Kemudian dia berinisiatif mengajak para pemuda tetangganya yang menganggur untuk terlibat dalam usahanya.
Bahkan, Sodik juga mengajak kakaknya, Suhadak. Ajakan itu disambut baik. Sang kakak memproduksi kaos dan Sodik tetap sebagai penyablon.
Usaha makin berkembang dan pemuda Drojogan turut menggeluti bidang usaha kaos dan sablon bertambah pula. Saat ini ada 30 keluarga menjadi pengusaha kaos, dengan omzet kisaran puluhan juta per bulan.
Sebagian menjalankan usaha dengan memberdayakan anggota keluarganya seperti suami, istri atau adik. Namun ada juga yang merekrut tenaga kerja sebagai tukang sablon, potong kain atau penjahit dalam usaha rumahan itu.
"Alhasil, Drojogan menjadi lebih dikenal sebagai "Kampoeng Kaos", jelas lelaki pemilik usaha sablon "FaRa KamKa" ini.
Meski masing-masing sudah mandiri, namun tidak ada persaingan dalam menjalankan usaha. Di Kampoeng Kaos, semua bekerja secara sinergi dalam memenuhi pesanan dan mengembangkan usaha.
Misal, ada mendapat order dalam jumlah banyak dan tak mampu ditangani sendiri, maka pesanan akan dibagikan ke pengusaha lain. Manajemen tata niaga seperti itu telah mampu menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
"Bila ada yang kekurangan bahan dalam proses produksi, bisa dicukupi yang lain. Atau kalau ada mau belanja bahan, yang lain boleh nitip. Jadi, saling suport," kata Sodik.
Mengenai harga produk di dusun itu sudah ada standard baku, maka calon konsumen tak perlu khawatir. Sebagai contoh, harga kaos hyget Rp20.000, kaos seragam sekolah mulai Rp50.000 per stel, kaos katun berkisar Rp70.000, kaos polo Rp85.000, kaos printing Rp150.000.
- Dinnakerind Demak: Semoga Ke Depan Bisa Buka Semua Kejuruan
- Pertamax Naik, Tapi Belum Capai Harga Keekonomian. Ini Kata Pengamat
- Walikota Semarang Minta Warga Tak Menumpuk Sembako