Mandiri dan senang kerja, begitulah citra yang melekat pada Mbah Suliyem (70) warga Dusun Worawari Desa Genting Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.
- JMPPK Soroti Pencaplokan Saham Semen Grobogan oleh Indocement, Gunretno: Kami Kecolongan
- Tata Ruang: Perlukah Mengajak Milenial Jadi Petani?
- Forkopimda Cek Surat Suara Demi Sukseskan Pilkada Temanggung 2024
Baca Juga
Terhitung sejak umur 13 tahun sampai 60 tahun, hidup Suliyem penuh dengan bekerja keras.
"Awal kerja dulu umur 13 tahun jadi pembantu di Magelang bayaran Rp2 ribu uang gambar Jendral Soedirman," kata Suliyem mengawali cerita.
Pekerjaan awal di Magelang ini hanya dia lakoni selama satu tahun. Selanjutnya Suliyem muda pindah kerja ke Jakarta di tempat usaha katering.
Setelah itu dia terus mencari pengalaman baru dengan pindah kerja ke kota-kota besar lainnya, seperti Surabaya, Bandung dan Samarinda.
Suliyem melakoni pekerjaan sebagai asisten rumah tangga ini cukup panjang. Berganti-ganti majikan dari umur 13 tahun, baru berhenti kerja rumah tangga pada umur 60 tahun.
"Sudah tua saja masih dicari agen, ditawari kerja lagi. Tapi saya tolak," ungkap fans berat Sharuk Khan ini percaya diri.
Usai pensiun dari pekerjaannya, Suliyem yang menjanda sejak umur 20 tahun dan tidak menikah lagi ini, memilih kembali ke desa.
Membawa hasil kerja untuk membeli sedikit lahan dan membuat kamar mandi. Juga digunakan sedikit 'nombok' pembangunan rumahnya yang dapat bantuan bedah rumah pemerintah.
Sepanjang lima tahun hidup sendiri, kebutuhan terus berjalan membuat Suliyem terpaksa menjual lahan kecil hasil kerja kerasnya itu.
"Laku Rp25 juta, uang buat makan dan hidup," tambahnya.
Ketika uang hasil jual lahan ini habis, Suliyem lantas menjual aset yang lainnya. Rumah sepetak hasil bedah rumah akhirnya dijual sebesar Rp 17 juta dibeli keponakannya sendiri.
"Saya minta ponakan mencicil tiap bulan Rp 500 ribu buat makan dan beli lauk pauk bulanan saya," jelasnya.
Selain itu, agar Suliyem masih punya tempat berteduh, yang ia jual hanya rumah bagian depan. Dia sisakan dapur dan kamar mandi.
"Dapur inilah yang sekarang jadi harta saya satu-satunya di dunia ini," ujar Suliyem.
Sementara pembeli rumah belum pulang ke desa Suliyem diijinkan tidur dan beraktifitas di rumah bagian depan yang bukan miliknya lagi itu.
Kalau nanti sudah diambil pemiliknya, Suliyem siap membuat kamar kecil di dapurnya yang sudah kecil itu.
Ini semua dia lakoni karena memang tidak ada sumber penghidupan lagi. Satu-satunya tabungan hidup uang Rp 17 juta hasil jual rumah depan itu.
Suliyem Bahagia Mendapat Bantuan
Kehidupan Suliyem yang memprihatinkan itu menarik perhatian sebuah perusahaan telekomunikasi seluler ternama di Indonesia dan komunitas wartawan untuk datang memberikan bantuan.
"Tidak seberapa tapi sekedar ingin membuat Mbah Suliyem bahagia di usia senjanya," ujar Hariyanto donatur dari kalangan media.
"Bukan bantuan besar tapi setidaknya memancing kepedulian sesama untuk membantu Mbah Suliyem," jelas Wildan Adi Nugraga salah satu donatur muda yang hari ini hadir di rumah Suliyem.
- Ikhtiar Mengikis Paham Radikalisme
- Quo Vadis Program Deradikalisasi?
- Tata Ruang: Perlukah Mengajak Milenial Jadi Petani?