Mbah Soleh, 43 Tahun Setia Berjualan Jajanan Arum Manis

Mbah  Soleh saat melayani penggemar arum manis yang sedang nonton pentas seni di depan Lapangan drh Soepardi Kota Mungkid. RMOL Jateng
Mbah Soleh saat melayani penggemar arum manis yang sedang nonton pentas seni di depan Lapangan drh Soepardi Kota Mungkid. RMOL Jateng

Usia boleh lanjut, tetapi semangat mencari nafkah tetap muda. Itulah sedikit gambaran sosok Imam Soleh (74), warga Dusun Sucen, Desa Lesanpuro, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.


Meski sudah renta, laki-laki bertubuh ramping itu dikenal sebagai penjual jajanan tradisional, Arum Manis. Tiap hari dia mengonthel sepeda tua kesayangannya berkeliling ke berbagai penjuru. 

Bukan hanya di wilayah Magelang, tetapi juga pernah sampai Kepil (Wonosobo), Purworejo, bahkan Alun-alun Kidul dan Malioboro Yogyakarta.

Mbah Soleh (sapaan akrabnya) tengah asyik melayani pada pembeli yang lagi nonton pentas kesenian tradisional di depan Pendopo Lapangan drh Soepardi Kota Mungkid, ibukota Kabupaten Magelang, Sabtu (25/11).

Mbah Soleh mengaku berjualan arum manis sejak tahun 1980 atau 43 tahun silam. Dia mengenal usaha arum manis saat merantau di Jakarta. Membeli alat pembuat arum manis kala itu harganya Rp500.000.

Semula, ayah lima anak itu berdagang minyak tanah eceran. Juga pernah menggeluti usaha gas elpiji 12 kg. Tapi usaha itu dia hentikan sejak harganya melambung semakin tinggi.

Laki-laki kelahiran tahun 1949 ini sadar, penghasilan dari berjualan arum manis tidak seberapa. Di saat lagi ramai bisa memperoleh Rp50.000. Ada kalanya, tidak mendapatkan apa-apa alias tidak laku.

Menurut Mbah Soleh, bekerja adalah sebagai tuntutan tanggungjawab untuk menafkahi keluarga. Anak sulung ada di Banten dan anak bungsu baru lulus dari SMP Margosari, Salaman.

"Kula tasih doyan mangan. Mula kudu kerja (Saya masih doyan maka. Maka harus bekerja," kata dia.

Mbah Soleh tidak setiap hari pulang ke rumah karena usia dan menempuh perjalanan terkadanh jauh. Di saat pulang itulah uang hasil berjualan diserahkan ke isterinya, untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Di rumah, sang isteri pun tidak tinggal diam yakni membuat keranjang tempat ikan pindang. Keranjang tersebut disetor ke pengepul.