Masalah Pupuk, Masih Jadi Polemik Utama di Grobogan

Fokus Group Discussion, IKA PMII Grobogan soroti peliknya permasalahan pupuk di Kabupaten Grobogan, Minggu (16/6) sore. Rubadi/RMOLJateng
Fokus Group Discussion, IKA PMII Grobogan soroti peliknya permasalahan pupuk di Kabupaten Grobogan, Minggu (16/6) sore. Rubadi/RMOLJateng

Masalah pupuk masih menjadi polemik para petani di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Hal itu karena pupuk bersubsidi di kelompok tani terbatas, sementara di Kios Pupuk Lengkap (KPL) banyak terdapat pupuk bersubsidi.


Dari hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), kendala pertanian termasuk permasalahan pupuk di Grobogan menempati urutan pertama, angkanya menyentuh 40,1 persen. Hal itu karena problematika pupuk belum ada solusi konkrit. 

Menurut Kepala Bidang Benih Pertanian Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan Surono mengatakan, pengalokasian pupuk diambil dari hasil Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), sehingga jumlah pupuk yang beredar tak bisa melebihi kuota pengajuan. 

"Dari jumlah pengajuan RDKK terkadang tidak di ACC sepenuhnya, adanya pengurangan tersebut menyebabkan para petani merasa kurang," terangnya, Minggu (16/6) sore, saat menyampaikan materi di Focus Grup Discusion IKA PMII Grobogan di Gugel Park Jatiharjo Grobogan. 

Alokasi yang dikurangi dari sebelumnya menyebabkan para petani kebingungan untuk pemenuhan pupuk. Padahal dari dinas pertanian pun sudah menyampaikan kepada masyarakat melalui kelompok tani terkait adanya pengurangan kuota pupuk. 

Akhirnya, lanjutnya, para petani membeli pupuk non subsidi dengan harga tinggi, hingga menyebabkan hasil panen habis untuk pengembalikan modal. 

"Salah satu solusinya adalah memanfaatkan pupuk organik, terlebih mampu memproduksi sendiri, agar dapat menekan modal tanam," ujarnya. 

Sementara itu, nara sumber lainya, Nur Hisyam Tasliman menjelaskan, pembuatan pupuk organik saat ini cukup mudah. Bahkan, dengan teknologi terbaru pembuatan pupuk organik dapat dibuat dalam waktu singkat. 

"Cukup empat hari saja, pupuk organik dapat diproduksi. Jadi sudah tidak perlu menunggu berbulan-bulan untuk menyiapkan pupuk. Bagi petani yang ingin belajar, kita siap mengajari," jelasnya. 

Untuk meningkatkan hasil pertanian, katanya,  petani harus mampu meminimalisir pengeluaran, yakni dengan melakukan pembuatan pupuk serta pembibitan secara mandiri. 

"Terkait turunya harga saat panen tiba adalah hukum pasar, dimana banyak barang harganya akan semakin turun. Berbeda halnya, ketika masyarakat mampu menamam secara full organik," ucapnya. 

Ia kemudian mencontohkan harga melon biasa saat ini Rp 4 ribu per kilogram, sementara untuk melon organik harga mencapai Rp 25 ribu per kilogramnya.