- Saatnya Reformasi Penegakan Hukum Maritim!
- Fenomena Banjir Di Indonesia: Penyebab Dan Solusi Penanganannya
- Bedah Peraturan: Melanggar HAM Atau Kewenangan?
Baca Juga
Dalam berbagai organisasi dan program, baik Organisasi Publik atau Korporasi serta program-program organisasi Non-Pemerintah (NGO), istilah agent of change atau agen perubahan, local champion, dan pemimpin lokal sering digunakan untuk menggambarkan individu yang memegang peran penting dalam mendorong perubahan dalam suatu komunitas.
Istilah ini umumnya dipergunakan dalam berbagai program maupun proyek yang bertujuan untuk mengidentifikasi sebagai model penciptaan kepemimpinan yang dapat mendorong perubahan dan memengaruhi hasil program. Namun, meskipun konsep local champion ini bisa tampak efektif pada awalnya, terdapat tantangan besar yang sering muncul di baliknya seperti kooptasi pengetahuan, sentralistik kepemimpinan di masyarakat dan fenomena elit capture. Tulisan ini akan membahas mengapa model agent of change kerap kali memiliki keterbatasan dan mengapa konsep aktan menjadi lebih penting dalam konteks pengembangan kepemimpinan lokal di tingkat komunitas.
Keterbatasan Model Local champion
Istilah local champion atau agen perubahan di dalam komunitas sering kali melibatkan individu yang dianggap memiliki kekuatan, kemampuan, dan karakteristik untuk mendorong perubahan dalam lingkungannya. Local champion ini biasanya dipilih berdasarkan kemampuan kepemimpinan mereka yang dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti langkah-langkah perubahan.
Dalam banyak situasi, local champion ini dapat menjadi tokoh yang diandalkan untuk membawa perubahan yang signifikan dalam komunitas mereka, baik dalam hal perilaku, pemahaman, atau kebijakan. Keberadaan local champion dianggap sangat penting, karena mereka adalah jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan berbagai kebijakan, program, atau inisiatif yang lebih luas. Seringkali, berbagai penghargaan pun diberikan bagi para local champion ini.
Namun, seiring berjalannya waktu dalam berbagai kasus, local champion ini justru dapat memperkuat struktur ketidakadilan dan ketimpangan yang ada, terutama jika mereka terjebak dalam fenomena yang dikenal sebagai elit capture.
Elit capture merujuk pada suatu kondisi di mana kelompok-kelompok elit, baik itu individu dengan kekuasaan politik, ekonomi, atau sosial mengambil alih atau memanipulasi program atau kebijakan yang seharusnya memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Dalam konteks ini, elit tidak hanya mengendalikan sumber daya dan proses pengambilan keputusan, tetapi mereka juga dapat menghalangi distribusi yang adil atau mengarahkan kebijakan tersebut untuk kepentingan mereka sendiri. Elit capture menciptakan kesenjangan yang lebih besar antara yang berkuasa dan yang tidak berkuasa, sehingga menghambat akses dalam masyarakat.
Fenomena elite capture seringkali terjadi pada local champion yang awalnya mungkin memiliki niat baik untuk memajukan komunitas mereka. Mereka adalah individu yang diharapkan mampu mendorong perubahan positif, menyuarakan kebutuhan masyarakat, dan berperan dalam mengimplementasikan program-program yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Namun, dalam prakteknya, tidak jarang seorang local champion justru menjadi bagian dari elit yang mengendalikan sumber daya atau kebijakan untuk kepentingan kelompok kecil atau pribadi, bukannya untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa seorang local champion bisa saja terjebak dalam sistem yang lebih besar, yang tidak memberi ruang bagi terjadinya perubahan sosial. Ketika local champion ini mulai mendapatkan kekuasaan atau pengaruh, mereka bisa teralihkan dari tujuan awal mereka, yaitu untuk memberdayakan masyarakat, menjadi lebih fokus pada keuntungan pribadi atau kelompok elit yang mereka wakili. Ketika ini terjadi, akses ke sumber daya dan informasi yang seharusnya tersedia untuk seluruh komunitas, hanya akan terbatas pada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kedekatan atau pengaruh terhadap local champion tersebut.
Local champion yang terjebak dalam elit capture bisa menjadi penghalang bagi perubahan yang lebih besar. Alih-alih membuka ruang untuk dialog yang inklusif dan kebijakan yang bermanfaat untuk semua, mereka lebih cenderung memperkuat status quo yang sudah ada, sehingga hanya segelintir orang yang mendapatkan manfaat. Ini mengarah pada ketimpangan yang lebih besar dalam masyarakat, di mana kelompok yang sudah memiliki kekuasaan menjadi lebih kuat, sementara kelompok yang terpinggirkan tetap tidak mendapatkan akses atau bantuan yang seharusnya.
Namun, tidak hanya local champion yang terjebak dalam elit capture yang menjadi masalah. Dalam beberapa situasi, elit atau kelompok berkuasa bisa memanfaatkan seorang local champion sebagai alat untuk mempertahankan kontrol mereka atas sumber daya dan kebijakan yang ada. Dalam hal ini, seorang local champion yang tampaknya menjadi pemimpin yang membela kepentingan masyarakat, bisa saja sebenarnya berperan sebagai perantara antara elit dan komunitas. Dengan kata lain, elite capture ini menggunakan local champion untuk mempertahankan kontrol mereka, meskipun itu berarti bahwa perubahan yang diinginkan tidak terjadi dengan cara yang lebih inklusif.
Selain itu, keberlanjutan perubahan juga menjadi masalah signifikan dalam model local champion. Perubahan yang didorong oleh local champion sering kali berfokus pada tokoh tersebut dan karenanya lebih rentan terhadap ketergantungan pada individu. Jika local champion ini meninggalkan posisi mereka, pindah tugas, atau mengalami kelelahan, maka perubahan yang telah mereka inisiasi bisa terhenti atau bahkan kembali ke titik awal. Keberlanjutan perubahan dalam hal ini lebih mengarah pada keberlanjutan individu tersebut, bukan pada struktur atau sistem yang dapat bertahan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, meskipun seorang local champion bisa menjadi katalisator perubahan dalam jangka pendek, model ini memiliki keterbatasan dalam menciptakan perubahan yang lebih luas dan berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan perspektif lain yang dapat mengantisipasi kecenderungan berlebihan dalam penciptaan local champion ini. Di titik inilah konsep aktan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Aktan: De-Sentralisasi Dan Re-Distribusi Kekuatan
Konsep aktan, yang dipopulerkan oleh filsuf, sosiolog dan antropolog Bruno Latuor yang bersama-sama dengan Michel Callon dan John Law berkontribusi besar pada pembentukan teori aktor-jaringan (ANT), memberikan pendekatan yang lebih holistik dan dinamis terhadap pemahaman perubahan dalam komunitas. Menurut teori aktor-jaringan, setiap entitas dalam suatu jaringan, baik manusia maupun non-manusia (misalnya teknologi) dapat disebut sebagai aktan.
Salah satu kritik yang diajukan oleh teori aktor-jaringan adalah sentralisasi peran yang terlalu fokus pada individu tertentu atau dalam hal ini manusia. Aktan mengkritisi fokus yang terlalu besar pada aktor manusia (seperti local champion) dan mengabaikan kontribusi aktan lain. Penghargaan yang diberikan pada local champion yang terwujud dalam diri individu sering kali memperkuat pandangan bahwa perubahan atau pencapaian tertentu hanya dapat dicapai oleh individu dengan karakteristik tertentu, yang dapat menciptakan ketergantungan pada sosok tertentu.
Hal ini bisa menutup potensi peran aktan lain dalam jaringan, yang mungkin berperan penting tetapi tidak terlihat atau tidak mendapatkan pengakuan. Misalnya, dalam program pembangunan yang sukses, selain local champion, bisa saja ada teknologi yang memungkinkan akses informasi lebih mudah, lembaga atau organisasi lain yang turut mendorong terjadinya perubahan sosial, atau kebijakan pemerintah yang menciptakan lingkungan yang mendukung. Semua aktan ini saling melengkapi dan berkontribusi terhadap hasil yang dicapai. Pada titik ini, harus diakui bahwa setiap entitas beroleh posisi yang setara, yakni sebagai aktor yang tidak hanya membentuk, tetapi juga dibentuk oleh entitas lain serta oleh keseluruhan jaringan tempat mereka berada. (Furqon, 2023)
Oleh karena itu, berbeda dengan model local champion yang lebih menekankan pada individu sebagai pusat perubahan, aktan memperluas pandangan kita dengan menganggap bahwa perubahan adalah hasil dari interaksi antara berbagai entitas, baik manusia maupun non-manusia, yang membentuk suatu jaringan. Dalam konsep Aktan, local champion dianggap hanya sebagai salah satu aktan yang memiliki peran penting dalam memimpin perubahan atau memobilisasi aksi di tingkat lokal.
Melalui aktan, kita akan melihat bahwa tidak ada satu aktor tunggal yang dapat dianggap sebagai pusat atau pembawa kekuatan mutlak dalam sebuah jaringan. Sebaliknya, jaringan terdiri dari banyak aktor yang saling berinteraksi. Aktan akan mengkritik pandangan yang melihat individu sebagai satu-satunya penggerak perubahan atau kekuatan. Sebaliknya, peran local champion akan dipahami sebagai salah satu aktor dalam jaringan yang lebih besar, yang memerlukan peran serta dari berbagai aktor lain untuk mendukung atau menghambat proses yang sedang berlangsung.
Dalam konteks aktor-jaringan, terjadinya perubahan bukanlah hasil dari usaha individu semata, melainkan bagian dari jaringan yang lebih besar, yang mencakup berbagai aktan lain yang berinteraksi dan membentuk proses tersebut. Dalam perspektif aktan, agen perubahan tidak hanya terbatas pada satu individu yang memiliki pengaruh besar, tetapi juga mencakup berbagai aktor lain.
Local champion bisa saja menjadi wajah atau tokoh yang dikenal karena tindakannya, tetapi sebenarnya dia beroperasi dalam jaringan yang melibatkan banyak aktan lainnya, seperti kebijakan, teknologi, maupun infrastruktur yang telah tersedia. Perspektif ini menekankan bahwa perubahan sosial terjadi tidak hanya melalui satu agen perubahan yang dominan, tetapi melalui jaringan interaksi yang dinamis antara aktor yang saling mempengaruhi.
Dengan demikian, aktan memandang perubahan sebagai suatu proses yang lebih terdistribusi dan kompleks, di mana peran aktor bisa bergeser atau berubah seiring waktu. Dalam konteks local champion, ini berarti peran individu tersebut tidak statis atau tetap, melainkan tergantung pada interaksi dengan aktor lainnya dalam jaringan dan akan selalu berada dalam proses pembentukan kembali jaringan (re-building networking), yang berarti mereka dapat digantikan atau didukung oleh aktor lain dalam jaringan tersebut yang memiliki peran setara dalam mencapai tujuan yang sama.
Contohnya, seorang local champion dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat mungkin dianggap sebagai pemimpin yang berhasil menggerakkan komunitas untuk melakukan perubahan. Namun, keberhasilan ini bisa jadi juga dipengaruhi oleh aktan lain seperti kebijakan pemerintah yang mendukung, sumber daya yang tersedia, atau teknologi yang mempermudah koordinasi dan pelaksanaan program.
Local champion bisa saja menjadi wajah atau tokoh yang dikenal karena tindakannya, tetapi sebenarnya dia beroperasi dalam jaringan yang melibatkan banyak aktan lainnya. Oleh karena itu, kebiasan untuk memberikan penghargaan pada local champion seharusnya dilihat sebagai penghargaan atas kontribusi mereka dalam mengkoordinasi, menghubungkan, dan menggerakkan aktan-aktan lain untuk mencapai tujuan bersama, bukan hanya hasil dari upaya individu semata.
Penting untuk diingat bahwa perubahan yang berkelanjutan dalam masyarakat juga tidak hanya terjadi karena tindakan satu individu, tetapi karena sistem yang dapat mempertahankan dan mengembangkan perubahan tersebut. Aktan memberikan kerangka kerja yang lebih baik dalam memfasilitasi perubahan yang lebih inklusif dan berkelanjutan karena ia memperhitungkan banyak aktor dan hubungan antar mereka, baik manusia maupun non-manusia.
Melalui pemahaman akan aktan kita akan menyadari pentingnya melakukan de-sentralisasi kekuatan dan re-distribusi kekuatan, di mana kekuatan dan pengaruh tidak hanya terfokus pada individu tertentu, tetapi tersebar di antara berbagai aktor dalam jaringan. Local champion mungkin memiliki peran penting, tetapi tidak lebih dominan daripada aktor lainnya yang juga berkontribusi pada pencapaian tujuan bersama.
Dengan demikian, konsep aktan mendorong organisasi termasuk melalui program-progam NGO untuk memiliki kemampuan menciptakan perubahan yang lebih terdistribusi, kolaboratif, dan berkelanjutan. Jaringan aktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain memungkinkan terjadinya perubahan yang tidak tergantung pada satu individu atau peran tertentu, tetapi lebih pada sistem yang memungkinkan semua pihak berpartisipasi dalam perubahan tersebut. Sistem yang membudaya yang mendorong terjadinya perubahan sosial. Hal ini penting untuk menciptakan perubahan yang lebih inklusif dan mengurangi risiko terjadinya regresi ketika seorang local champion meninggalkan perannya.
Memang harus diakui bahwa model local champion yang berfokus pada individu sebagai pusat perubahan memiliki peran penting dalam beberapa konteks, terutama pada awal perubahan. Namun, seiring berjalannya waktu, proses de-sentralisasi dan re-distribusi kekuatan harus dilakukan agar menyebar di komunitas. Konsep aktan menawarkan pandangan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan terhadap perubahan dengan melibatkan berbagai aktor dalam jaringan yang saling mempengaruhi. Memahami bahwa perubahan melibatkan banyak aktor, baik manusia maupun non-manusia akan lebih berpotensi untuk menciptakan hasil yang lebih luas dan bertahan lama. Oleh karena itu, peralihan dari model local champion menuju pemahaman yang lebih luas tentang aktor perubahan melalui konsep aktan akan menjadi langkah penting dalam menciptakan perubahan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
*) Martin Dennise Silaban, Peneliti di SHEEP Indonesia Institute
- Tak Pernah Selesai, Tugas Kepolisian Menjaga Kamtibmas Di Wilayah Hukumnya
- Gubernur Jateng Lepas 2.006 Peserta Balik Rantau Gratis Di Asrama Haji Donohudan
- Demi Kamtibmas Kondusif, Polsek Mojosongo Canvassing Dengan Sambangi Pelaku Usaha Dan Obyek Vital